Art, Love, and Journey (Habis)
Pameran Art, Love & Journey ternyata bukan hanya pameran Kolaborasi Suami Istri Sastrawan n Perupa. Tetapi juga adalah moment Pernyataan Wina Bojonegoro yang telah lebih dulu dikenal sebagai Penulis.
Dengan 14 karya novel, kumpulan cerpen maupun antologi. Cerpennya kerap dimuat di berbagai media cetak ternama. Berbagai penghargaan dan terakhir tahun 2018 setelah pulang menunaikan ibadah Haji, Wina Bojonegoro diganjar Anugerah Sabda Budaya Brawijaya dari FIB Universitas Brawijaya Malang. Jelas Wina Bojonegoro adalah penulis Jawa Timur yang punya pengaruh dan jadi kebanggaan. Meski namanya tidak setenar penulis seleb Jakarta. Begitulah nasib penulis yang jauh dari Ibukota. Bagi penulis pemula dan generasi muda peminat Sastra yang tengah bermunculan di Jawa Timur, Wina seperti Ibu Peri, God Mother, yang low profile.
Di sinilah asyiknya Bude Wina. Di balik senyum manis dan sikap keibuannya, eh sudah jadi Nenek daei 3 cucu juga. Bude Wina adalah sosok tegas yang mau bergaul dengan siapa saja. Dari berbagai profesi dan Lintas Generasi.
Teman-temannya mulai dari yang seusia atau yang lebih sepuh, sampai yang seusia cucunya pun ada. Para peminat Sastra maupun yang masih awam, sedang belajar menulis, dia "openi" dengan sabar dan disemangati tanpa merasa digurui.
Tak heran, mudah bagi Wina dan Teamnya, terbuka mengajak siapa saja mau menulis. Sehingga terbitlah kumpulan Essay, dari para penulis pemula, yang bahkan ada yang baru pertama menulis dalam Hidup Ini Indah Beib.
Memberi pengalaman sekaligus membangkitkan keberanian menulis sebagai media mengabadikan peristiwa, sebagai katarsis maupun proses Healing. Seperti kalimat akhir pada pengantar bukunya, "Keberhasilan hati dan jiwa diukur dari dua hal: jika kita mampu memaafkan orang lain yang mencederai kita, dan jika kita mampu menyenangkan diri untuk meminta maaf pada diri sendiri".
Buku ke 15
Pada kesempatan pembukaan Pameran tanggal 6 Februari lalu, juga sekaligus di launching Buku ke 15 Wina Bojonegoro.
Buku berjudul Art, Love & Journey juga semacam memoar, kisah hidup Wina Bojonegoro sejak hidup di desa di tengah hutan jati hingga merantau dan mendewasa di Kota Surabaya.
Sebuah peristiwa hidup yang patut dijadikan cermin bagi siapa saja, khususnya perempuan yang harus berjuang dengan caranya, menghadapi dan menjalani kehidupan.
Bukan buku dramatis atau menye-menye. Tetapi buku ini adalah salah satu wujud proses Healing. Penerimaan dan Permaafan.
Ketika suratan takdir sedemikian rupa skenarionya, pilihannya hanya terus maju menghadapi dan menjalani.
Buku yang mengilhami para perempuan, Berani ambil resiko, pahit maupun manis. Berani bertualang demi kehidupan yang diimpikan. Berani menjalani pilihan.
Memoar yang mendebarkan sekaligus mengasyikan. Kisah petualangannya minggat dari kota Bojonegoro. Atau cerita naik lori untuk bepergian dari desanya. Lori adalah kereta pengangkut gelondongan kayu. Karena Wina lahir dan tumbuh di kawasan hutan jati milik Perhutani. Bagian ini sungguh asyik sekali dibaca. Bacalah. Dan ternyata ada jenis transportasi lain yang berjalan di atas rel. Semoga kisah Lori, Onthel dan Dressin bisa dibuat buku sequel yang seru.
Atau dari mana mendapat genetik berkesenian. Ternyata, Wina kecil menjalani kehidupan yang kaya sekali dengan lingkungan berkesenian, khususnya Seni Tari, Gamelan dan Drama. Bibit kesenian yang membentuknya menjadi Seniman Sastra kini.
Dengan penuh keyakinan pula kisah pilu pun ditulis di sini. Proses menerima dan memaafkan memang dimulai dari keberanian mengungkap sisi gelap dalam Hidup. Bukan agar dikasihani. Meski membuat haru juga membacanya.
Wina Bojonegoro, perempuan yang mengalami sendiri kisah manis perkawinan muda. Menjadi janda di usia muda. Beranak 3. Berani memilih perceraian daripada bertahan dalam pernikahan yang toxic. Mengambil resiko harus menghidupi dan membesarkan 3 anak. Jatuh bangun dan berdarah-darah pastinya. Melalui segala badai. Menghadapi dengan tegar setiap cibiran. Hingga kemudian, dipertemukan dengan keindahan mimpinya bersama kekasih yang sehati.
Buku perjalanan hidup Wina Bojonegoro dengan ilustrator Pak Suami tercinta. Sungguh beruntung Bude Wina, eh Ibu istri. Pencinta Sastra berjodoh dengan Pelukis, perupa andal. Bukunya kali ini, juga hasil kolaborasi. Istri menulis memoar dan puisi, Suami memberi sketsa ilustrasi.
Karenanya, ini sekaligus adalah buku pernyataan Cinta mereka. Bagi yang sangsi, bacalah dengan seksama. Datanglah ke dusunnya untuk membuktikan mimpi-mimpi dan cinta Ibu Istri dan Pak Suami yang tengah dibangun di sana, Omah Padma. Mewujudkan mimpi mereka berdua sekaligus membangun DUSUN tercinta.
Berani Bermimpi
"Mimpi mengendap dalam kepala seseorang. Mempengaruhi pengambilan keputusan, dasar pijak bertindak, menghitung apa ya g akan dicapai dan apa yang harus ditinggalkan"
Bermimpi dan tetap menjaga rasionalitas. Saya mengenal Ibu Istri ini sebagai sosok yang sangat rasional, mengingat riwayat pekerjaannya. Sekaligus sebagai sosok pemimpi. Penulis handal itu harus punya stok mimpi di atas normal memang. Menulis Sastra itu, bahkan harus kaya perbendaharaan kata. Kerja otak kiri dan kanan sekaligus. Itulah kelebihan seorang Penulis. Ya Penulis, Ya Pemimpi. Jarang kan manusia seperti itu.
Yang kita lihat kini adalah Ibu Istri yang sedang menuju pembebasan diri, mewujudkan segala impiannya. Tak lain karena hidupnya kini penuh energi cinta. Didukung keluarga dan orang-orang yang mencintainya. Jadilah sebuah wujud Pernyataan Cinta dari perjalanan yang berliku, diabadikan dalam goresan kanvas maupun instalasi.
Art, Love & Journey adalah perjodohan setelah pencarian bertahun-tahun. Sungguh Tuhan Maha Bijaksana.
BERSABARLAH dan teguhlah menjaga mimpi tetap menyala. Sebagaimana quote di akhir buku "Keinginan Yang Kuat Menemukan Jalan Suksesnya Sendiri"
Sekali lagi Selamat.
Bagian terakhir dari 3 tulisan
Kutisari, 15/02/2020
Penulis: Tjahjani Retno Wilis/Wilis Arif Afandi
Advertisement