Aroma Wangi Menebar dan Mimpi Bertemu Nabi, Begitu Indah Bahasa Rumi
Aroma Wangi Menebar dan Mimpi Bertemu Nabi
اَلْمِسْكُ فاَح اَلْمِسْكُ فَاح، لَمَّا ذَكَرْنَا رَسُوْلَ اللّه
و النُّوْرُ لَاح النُّوْر لاَح، لَمَّا حَضَرْنَا اَبَا الزَّهْرَاء
أَشْكِى لِمِين وَجْدى وَ حَالِى، وَ أقول لِمِين النَّبِى غَالِى
إيه اللى غير أَحْوَالِى، غير الْغَرَام لِرَسُوْلِ اللّه
يَا صَاحِبَ الْقُبَّةِ الْخَضْرَا، هَلْ عَلَيْنَا بِالنَّظْرَة
هِز الهِلَال يَا أَبَا الزَّهْرَاء، وَاعْطَ لِكُلِّ مُحِبِّ مُنَاه
طُوْل عُمْرِى باتمنى اشُوْفَك، وَ انْظُر جَمَالَك وَ اَبُوْسَك
صَبَرْتُ نَفْسِى باحَاديثك، وأقول لا بد فِى لَيْلِى أَرَاه
Harum parfum kasturi menebar semerbak
Manakala kami sebut Nama Rasulullah
Cahaya berpendar dan gemerlap
Manakala Ayah Fatimah Az-Zahra hadir
Kepada siapakah aku harus mengadukan kegalauan dan kerinduanku ini
Dan kepada siapakah harus aku ungkapkan keindahan Nabi yang mulia ini?
Dialah yang telah mengubah keadaanku
Hingga jadi seorang yang tergila-gila kepadanya
Wahai pemilik kubah hijau nan megah
Akankah kami berjumpa denganmu
Demi bulan yang terbelah wahai ayahanda Fatimah Az-Zahra
Berikanlah para pencintamu apa yang diinginkannya
Sepanjang umur aku berharap berjumpa denganmu
Melihat keindahan dan mencium keningmu
Aku selalu bersabar mendengar kisah indahmu
Bibirku mendesah “malam ini aku harus bermimpi bertemu dengannya”
MENONTON TARIAN SEMA
Sebuah Kenangan Indah yang tak terlupakan.
Usai seminar internasional terbatas seharian bersama sejumlah intelektual dari sejumlah negara, di sebuah hotel di tepi pantai laut Marmara, Istanbul, Turki, 2013, aku diajak menghadiri Tarian Sema, karya Maulana Jalaluddin Rumi, sang sufi penyair terbesar yang legendaris itu.
Di sebuah ruang, hall, di lorong sepi, di sebuah bagian perkampungan di Istanbul, aku masuk berbaur bersama para pecinta Maulana Rumi. Aku menyaksikannya dengan mata berbinar-binar, Tarian yang disebut Sema itu. Di dunia barat ia disebut "whirling dervishes". Ia adalah sebuah tarian spiritual di mana para penarinya melingkar lalu berputar-putar, diiringi Ney (seruling bambu) dan rebana, Mereka memulai dengan berputar pelan-pelan dan terus meningkat, sampai bergerak cepat dalam mabuk rindu dan ekstase. yang mengharu-biru dan dalam zikir yang syahdu yang menghunjam kalbu.
Deru zikir " La ilaha illa Allah" itu membahana dan menerobos relung-relung terdalam yang tak mudah ditangkap nalar. Dunia spiritual sepenuhnya merupakan pengalaman diri yang sarat misteri, tetapi amat indah. Hanya mereka yang telah mendaki di jalan terjal dan menaik tertatih-tatih lah yang paham.
Sambil menyaksikan para penari berputar-putar, Aku teringat bait-bait awal dari buku "Matsnawi-i Ma'nawi", berisi kumpulan puisi-puisi cinta, karya Maulana. Ia bersenandung rindu :
Dengarkanlah nyanyian seruling bambu
Yang menyenandungkan kisah pilu hari perpisahan.
Sejak berpisah dari asalku,
Aku meratap,
membuat laki-laki dan perempuan
Menangis tersedu-sedu
Oh, betapa relung jiwaku luka parah
Karena terpisah jauh dari kekasih
Biarlah akan kuceritakan kepada-Nya
Kepiluan gejolak indah cinta ini.
Setiap orang yang hidup jauh dari kampung halamannya
Akan merindukan saat-saat masih berkumpul
bersama keluarganya.
Nada-nada sendu melankoli
selalu kunyanyikan
Dalam setiap perjumpaan,
Aku hadir menemani mereka yang riang
dan yang berduka.
Jangan kau gundah gulana dan kesepian,
seluruh alam semesta ada di dalam dirimu.
(KH Husein Muhammad/18.10.2023)
Advertisement