Arif Yahya: Dulu Migas, Nanti Pariwisata Non Pariwisata
Pariwisata Indonesia mencatatkan pertumbuhan berarti sejak pemerintahan Joko Widodo. Bahkan, pada tahun 2017 Indonesia sudah masuk ke dalam 20 negara tercepat dalam pertumbuhan sektor pariwisata.
Data itu diungkapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya saat menjadi pembicara di FIABCI Global Business Summit 2018 di The Westin Hotel, Nusa Dua Bali. Acara ini berlangsung tanggal 6-8 Desember 2018.
"Saya beruntung. Sebab ketika menjadi Menteri Pariwisata, Presiden Jokowi menjadikan pariwisata sebagai leading sektor pembangunan Indonesia," katanya di depan para pengusaha properti dari seluruh dunia.
Arief memulai paparannya dengan menyampaikan kinerja kementeriannya dalam 4 tahun terakhir. Mulai dsri berbagai penghargaan yang diterimanya sampai dengan capaian dalam menggenjot jumlah wisatawan ke Indonesia.
Disebutkan bahwa selama tahun 2017, jumlah wisatawan di negeri ini naik 22 persen. Ini meruapakan kenaikan tertinggi di kawasan Asean. Indonesia di urutan nomor 9 sebagai negara yang jumlah wisatawanya tumbuh cepat.
Menurut Arief, dengan capaian kinerja sektor pariwisata selama ini, tahun 2019 target untuk bisa menjadi penyumbang devis tertinggi bisa tercapai. "Mumpung nggak ada Pak Jonan (Menteri ESDM, red), kalau dulu devisa bersumber dari migas dan non migas, maka nanti 2019 disebut pariwosata non pariwisata," katanya disambut gerrr peserta.
Ia menjelaskan, devisa sektor pariwisata pada 2016 sebesar USD 13,568 miliar. Ini berada di posisi kedua setelah CPO USD 15,965 miliar. Pada 2015, devisa dari sektor pariwisata sebesar USD 12,225 miliar atau berada di posisi keempat di bawah migas USD 18,574 miliar, CPO USD 16,427 miliar, dan batu bara USD 14,717 miliar.
Arief memproyeksikan, tahun 2019, industri pariwisata menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia yaitu USD 24 miliar. Ini berarti melampaui sektor migas, batubara dan minyak kelapa sawit. Dampak devisa yang masuk langsung dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. (rif)