Arah Kebijakan Emirat Islam Afghanistan
Dunia menunggu kebijakan Emirat Islam Afghanistan dalam mengatasi terorisme yang bercokol di negara itu sejak akhir dekade 1990-an. Pada 1996 Osama Bin Ladin (OBL) mulai melakukan aksi teror dari Yaman dan kemudian memindahkan 200 pengikutnya ke Afghanistan pada pertengahan 1996, ketika itu Afganistan di bawah kepemimpinan Presiden Burhanudin Rabbani.
Sampai saat ini, Afghanistan menjadi basis dan persembunyian kelompok militan dan teroris. Ada dua kelompok militan yang menjadikan Afghanistan sebagai basis operasinya yaitu East Turkistan Islamic Party (ETIP - Uighur) dan Islamic Movement of Uzbekistan (IMU). Teroris Al-Qaeda tersebar di 15 provinsi di Afghanistan . Pengikut ISIS dari berbagai negara juga hadir di Afghanistan termasuk teroris asal Indonesia.
Banyak pihak yang meragukan sikap Emirat Islam Afganistan (EIA) terhadap teroris dan kaum militan yang becokol di Afghanistan. EIA secara jelas menyatakan sikapnya terhadap terorisme dan mulai memberikan sinyal nyata kepada dunia. Pimpinan ISIS Asia Selatan, Abu Omar Al Khorasani yang mendekam di penjara Pul ‘ i Charki di Kabul sejak setahun lalu, dieksekusi tanpa serenemonial hanya empat hari setelah EIA menduduki Kabul.
Penguasa Baru Afghanistan
Penguasa baru Afghanistan tersebut ingin menunjukkan kepada dunia internasional bahwa EIA tidak akan membiarkan wilayahnya dijadikan basis operasi terorisme. EIA juga memberikan isyarat yang sama kepada RRC dan Rusia; EIA tidak mentolelir kegiatatan East Turkistan Islamic Party (ETIP- Uighur) yang menjadi konsern RRC dan aktivitas Islamic movement of Uzbekistan (IMU) yang menjadi konsern Rusia. Dalam kaitan ini Rusia menyelenggarakan latihan militer dengan Uzbekistan dan Tajikistan, hanya 20 km dari perbatasan Afghanistan seminggu sebelumnya.
Konsen Amerika
Amerika Serikat juga konsern terhadap kehadiran kekuatan teroris di Afganistan dalam situasi transisi. Panglima Gabungan Angkatan Bersenjata AS, Jenderal Mark Milley menyampaikan kekhawatirannya bahwa dalam situasi transisi, Al-Qaeda dan ISIS membangun kembali kekuatannya. Hal ini mungkin terjadi misalnya Al-Qaeda memindahkan anggautanya yang berlindung di Iran dan menghidupkan kembali jaringan hubungan dengan elemen Taliban di Kandahar, Helman dan Nimruz yang pernah dibangun pada masa Mullah Omar.
Faksi Akhundzada
Taliban yang berkuasa sekarang ini adalah faksi Akhundzada, kelompok paling besar dan berpengaruh, dibanding fraksi Hakkani dan Mullah Rasol. Faksi Akhundzada sejak 2013 membuka kantor atau biro politik di Doha, Qatar dan melakukan kontak dengan negara negara lain khususnya Amerika Serikat. Fraksi Akhundzada sejak era Donald rump melakukan saling kontak berlanjut hingga era Joe Biden. Topik utamanya adalah penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan tentu saja konsekuensi dari penarikan tersebut khususnya penanganan teroris dan kelompok militan.
Faksi Hakkani dan Fraksi Mullah Rasol (relatif kecil), selain tidak terlibat dalam perundingan, juga tidak dilibatkan penyerbuan ke Kabul. Namun seorang tokoh Fraksi Hakkani yaitu Anas Hakkani pada 19 Agustus 2021 tampak dilibatkan dalam perundingan pembentukan pemerintahan. Perkembangan diatas menunjukkan gejala kemana arah kebijakan Emirat Islam Afghanistan ke depan.
Catatan:
Seorang netizen memberikan komentar:
Ya Alloh, rumit ya. isa jadi, kontak-kontanya faksi Akhunzada dengan Amerika itu membuahkan hasil, sehingga kepulangan pasukan Amerika dari Afghanistan itu seperti sengaja memberi kesempatan kepada Taliban untuk berkuasa. Karena bertahun-tahun mereka bertempur dengan Taliban, pastilah Amerika faham betul bagaimana kekuatan Taliban. Dan biasanya, tidak ada makan siang yang gratis bukan? (Debu Musta'mal)
Begitulah fakta terjadi di Afghanistan. Kini negeri tersebut dikuasi Taliban.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, Wakil Ketua Umum PBNU 2010-2015, Penulis buku Al-Qaeda: Tinjauan Sosial Politi, Ideologi dan Sepakterjangnya tinggal di Jakarta.
Advertisement