Arab Saudi Meradang Dituding Hizbullah Teroris
Arab Saudi marah besar kepada Hizbullah. Hal itu pasca-partai politik dan kelompok Syiah Lebanon itu, menyebut Raja Salman bin Abdulaziz teroris.
Duta Besar Arab Saudi di Beirut, Lebanon, tempat kelompok itu berada, menyebut Hizbullah adalah ancaman bagi keamanan Arab. Dia menyerang balik kelompok yang didukung Iran itu dengan sebutan teroris.
"Riyadh (Arab Saudi) berharap partai politik akan memprioritaskan kepentingan tertinggi Lebanon... dan mengakhiri hegemoni teroris Hizbullah atas setiap aspek negara," kata Duta Besar Waleed Bukhari dalam sebuah pernyataan kepada AFP, dikutip Rabu 12 Januari 2021.
"Aktivitas teroris Hizbullah dan perilaku militer regional mengancam keamanan nasional Arab."
Kecaman Dedengkot Hizbullah
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengatakan banyak warga Arab Saudi yang memutuskan untuk bergabung dengan kelompok teror ISIS.
Mereka melakukan aksi-aksi brutal dan terorisme di wilayah Irak. Namun, pernyataan ini kemudian mengarah ke Raja Salman.
Nasrallah juga mengecam kerajaan pimpinan keluarga Al Saud itu karena hubungannya yang dekat dengan Amerika Serikat (AS) untuk memuluskan "kampanye militer" yang dipimpinnya di Yaman, melawan kelompok Houthi.
"Teroris adalah orang yang mengirim ribuan orang Arab Saudi untuk melakukan operasi bunuh diri di Irak dan Suriah. Dan, itu adalah Anda (Raja Salman)," ujarnya dikutip Al Jazeera.
"Kami tidak menyerang Arab Saudi. Mereka terlibat dalam konspirasi yang lebih besar yang menghancurkan kawasan itu."
Lebanon sedang berjuang untuk menyelesaikan perselisihan diplomatik dengan Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Kuwait. Pasalnya Hizbullah yang cukup berkuasa dalam perpolitikan negara itu seringkali mengkritik langkah koalisi Saudi di Yaman.
Bahkan, pada bulan Oktober, negara-negara Teluk menarik duta besar mereka, dan Arab Saudi melarang semua ekspor Lebanon.
Manuver ini diambil setelah sebuah video muncul dari Menteri Informasi George Kordahi yang mengkritik perang koalisi pimpinan Saudi di Yaman.
Kecaman PBB
PBB pada hari Selasa mengecam eskalasi militer baru-baru ini di Yaman dan menyatakan keprihatinan atas keberadaan dua anggota stafnya yang ditahan di ibu kota Sanaa.
Dalam sebuah pernyataan, Utusan Khusus PBB untuk Yaman Hans Grundberg meminta pihak-pihak yang bertikai untuk segera meredakan ketegangan.
“Eskalasi dalam beberapa pekan terakhir adalah salah satu yang terburuk yang telah kita lihat di Yaman selama bertahun-tahun, dan ancaman terhadap kehidupan sipil meningkat,” kata Grundberg.
“Serangan udara di Sanaa telah mengakibatkan hilangnya nyawa warga sipil dan merusak infrastruktur sipil dan daerah pemukiman,” tambahnya.
Utusan PBB mengatakan serangan lanjutan di Ma'rib dan serangan rudal yang sedang berlangsung di kegubernuran mengakibatkan korban sipil, kerusakan objek sipil, dan perpindahan massal.
Grunberg mengatakan bahwa "2021 berakhir dengan catatan tragis bagi warga Yaman," dengan jutaan orang berjuang dengan kemiskinan, kelaparan, dan pembatasan ketat pada kebebasan bergerak mereka.
Dia menyerukan pembukaan bandara Sanaa dan menghilangkan hambatan yang menghalangi kemampuan Yaman untuk bergerak di dalam atau di antara provinsi di Yaman.
Grundberg juga menyatakan keprihatinannya tentang serangan berkelanjutan terhadap Arab Saudi, yang mengakibatkan korban sipil dan merusak infrastruktur sipil.
Secara terpisah, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulayand Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengatakan mereka "sangat prihatin" atas keamanan dua anggota staf mereka yang ditahan pada awal November di Sanaa.
“Meskipun dua anggota staf tetap ditahan, PBB belum menerima informasi tentang alasan atau dasar hukum penahanan mereka, atau status mereka saat ini, meskipun ada jaminan sebelumnya” oleh Houthi tentang pembebasan segera mereka, kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Mengutip hak istimewa dan kekebalan yang diberikan kepada staf PBB di bawah hukum internasional, para pejabat PBB menyerukan pembebasan mereka segera.