Apresiasi KTT Ulama-Cendekiawan, Haedar: Wadah Menggelorakan Islam Wasathiyah
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengapresiasi positif forum High Level Consultation of World Muslim Scholars on Washatiyah (HLC-WMS) yang diselenggarakan Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) di Bogor dan Jakarta pada 1-3 Mei 2018.
Forum dunia yang dipimpin Din Syamsuddin tersebut telah dibuka Presiden RI, Joko Widodo, dan dihadiri oleh para ulama, cendekiawan, dan tokoh Islam sedunia. Pada kesempatan itu, dibahas tentang Islam Wasathiyah atau Islam Tengahan yang sering juga disebut Islam moderat dari aspek konsep sampai implementasinya. Menurut Din, dibahas pula tantangan dan peluang Islam Wasathiyah dalam peradaban global.
Haedar berharap, melalui forum HLC-WMS tersebut dapat menggelorakan secara lebih luas pemahaman dan implementasi Islam tengahan yang dapat menjadi kekuatan penyebar misi ajaran damai, toleran, dan saling kasih sayang sehingga lahir peradaban yang “khayra ummah” dan menjadi “uswah hasanah” bagi semesta.
"Dengan demikian Islam dan umat Islam dapat menyebarkan rahmatan lil-‘alamin sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan generasi muslim sesudahnya yang menjadikan Islam sebagai agama dunia yang diterima luas ke seluruh buana," terang Haedar, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Rabu (2/5/2018).
Islam, lanjut Haedar sejatinya merupakan ajaran yang tengahan dan berkomitmen pada pembentukan umat tengahan (waasthiyyah, moderat) sebagaimana watak Islam pada umumnya selaku “ummatan wasatha” (QS al-Baqarah: 143).
"Islam tengahan atau wasathiyah adalah Islam yang dalam beragama menampilkan sikap tidak ekstrem (ghuluw), sehingga membentuk muslim yang berrakhlak mulia, damai, toleran, dan bermu’amalah dengan siapapun secara ma’ruf," jelas Haedar.
Namun, bukan berarti Islam wasathiyah itu tidak memiliki keteguhan prinsip dalam beraqidah, beribadah, dan berakhlaq sebagaimana akhlaq Nabi. Umat Islam tengahan sering dikenal “kuat dalam prinsip” terutama menyangkut akidah atau keyakinan Islam, tetapi “luwes dalam cara” terutama dalam muamalah dunyawiyah.
"Umat Wasathiyah sebenarnya merupakan karakter umum muslim baik di Indonesia maupun dunia, namun artikulasinya sering beragam dan tidak dimonopoli oleh satu kelompok," ungkap Haedar.
Selain itu, umat tengahan juga harus dinamis dan memiliki keunggulan sebagaiamana karakter “khaira ummah” untuk menjalankan misi dakwah “al amr bi al-ma’ruf”, “wa nahy ‘an al-munjar”, “wa tu’minuna billah” (QS Ali Imran: 110). Secara khusus bahkan digambarkan dalam al-Quran bahwa “ummatan wasatha” itu harus menjadi “syuhadaa ‘ala al-nas” (QS al-Baqarah: 143), sehingga memberi mandaat terbesar dan terbaik bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya, bangsanya, dan umat manusia di alam raya ini.
Umat wasathiyah itu kesimpulannya harus menjadi “umat berkemajuan” sehingga dapat menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi seluruh umat manusia dan lingkungannya (QS al-Anbiya: 107).
Namun perlu penguatan dan perluasan peran dari Islam Wasathiyah di manapun. Islam Indonesia maupun mancanegara akan menghadapi dinamika kehidupan baru di abad ke-21 sesuai dengan hukum perubahan. Berbagai kecenderungan, masalah, dan tantangan kehidupan modern yang lebih kompleks tengah dan akan terus hadir untuk diberikan jawaban crdas oleh umat Islam.
"Umat Islam selain tampil sebagai golongan yang membawa pesan damai, toleran, dan propluralitas, juga harus menjadi kekuatan yang prodemokrasi, penegakkan hak asasi manusia, dan civil society. Di samping itu umat Islam Indonesia dan dunia juga harus menjadi golongan yang unggul di bidang politik, ekonomi, pendidikan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berdaya saing tinggi," tegas Haedar.
Haedar menilai, dalam konteks kehidupan kontemporer yang kompleks itu maka sungguh penting dan relevan kehadiran Islam Indonesia dan Islam dunia yang berkemajuan. Umat Islam yang moderat harus tampil sebagai umat berkemajuan, bukan sebagai golongan yang besar sebatas jumlah.
"Apalah artinya besar secara kuantitas tetapi kalah dalam kualitas. Kata pepatah Arab, “faaqid asy-syaiy la yu’thi”, bahwa orang atau kelompok yang tidak memiliki sesuatu tidak mungkin dapat memberi sesuatu kepada pihak lain. Jangan sampai Islam wasathiyah atau moderat itu tertinggal dan tangan di bawah dibandingkan dengan umat lain," imbuh Haedar.
Pada akhirnya Haedar berharap, umat Islam Indonesia maupun di dunia yang jumlahnya besar dan berwatak moderat harus menjadi golongan besar yang unggul dan tangan di atas.
"Itulah pentingnya Islam dan umat Islam wasathiyah berkemajuan di Indonesia maupun di dunia muslim internasional guna mewujudkan peradaban utama," tutup Haedar. (adi)
Advertisement