APK MAJU Dicopot, Warga Swadaya Pasang APK di Rumah
Alat Peraga Kampanye (APK) milik pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surabaya, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno, yang dicopot oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Surabaya mendapat respon dari simpatisan yang kini memilih memasang banner dukungan di rumah masing-masing.
Itu dibuktikan oleh kader dan simpatisan Partai Golkar di kawasan Gunung Anyar dan Rungkut.
Ketua Pimpinan Kecamatan Partai Golkar Kecamatan Rungkut, Muhammad Hadi Setiawan mengatakan, pihaknya memang berinisiatif untuk membuat banner dengan ukuran kecil yang dipasang di rumah-rumah konstituen dan sebagian di jalan-jalan gang. Ini dilakukan untuk mensosialisasikan pasangan MAJU.
“Kita semua patungan untuk membuat itu, sebagaimana karakter arek Suroboyo. Rawe-rawe rantas malang-malang putung," ujar Hadi.
Hadi mengaku, pemasangan ini dilakukan swadaya bentuk inisiatif dari kader untuk menyampaikan visi misi MAJU.
Pemansangan di rumah maupun gang-gang kampung ini sengaja dilakukan agar tidak mendapat perlakuan tidak adil dari Satpol PP Surabaya maupun oknum-oknum lainnya.
"Kami membaca berita banyak baliho Pak Mahfud Arifin dan Mujiaman yang ditertibkan, namun punya sebelah masih kokoh berdiri. Makanya kami pasang di rumah saja dan di jalan gang, kalau masih ditertibkan ya kebangetan," katanya.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya, Arif Fathoni mengatakan, sejak awal memang menginstruksikan semua jejaring Partai Golkar untuk berkomitmen memenangkan paslon MAJU dengan penuh kehormatan dan kesadaran.
"Saya pikir inisiatif tersebut merupakan wujud kecintaan Kader Partai Golkar terhadap paslon MAJU. Makanya beragam model yang dilakukan warga dalam mengekspresikan dukungan. Salah satunya dengan memasang sendiri banner pasangan MAJU di rumah masing-masing," katanya.
Toni mengatakan, inisiatif pemasangan banner tersebut semakin menunjukkan bahwa Mahfud Arifin dan Mujiaman merupakan pemimpin yang diharapkan. Bukan pemimpin yang dipaksakan. Itu dibuktikan dengan swadaya kader dengan menyediakan APK sendiri, tidak melulu menunggu pemberian dari tim pemenangan.
Menurut dia, pemimpin yang dipaksakan biasanya menggunakan instrumen kekuasaan dalam meraih dukungan rakyat. Sedangkan pemimpin yang diharapkan biasanya rakyat yang beragam wujud dukungannya.
Untuk itu, lanjut Toni, pihaknya berharap alat peraga kampanye yang dibuat melalui swadaya kader Partai Golkar tidak menjadi objek penertiban. Karena hal itu akan menyakiti perasaan kader yang telah swadaya untuk mencetak banner tersebut.
"Berlakulah adil sejak dalam pikiran, itu kehendak kuat arus bawah. Jangan terlalu kuat melawan arus, nanti hanyut," katanya.