APBD Penanganan Covid-19, Penghematan dan Prioritas Anggaran
Anggaran dalam penanganan COVID-19 yang sudah disampaikan ke DPRD Kota Surabaya dari refokusing dan realokasi APBD Tahun 2020 sebesar Rp196.408.341.686,00 ditambah dengan alokasi belanja tidak terduga pada APBD Murni sebesar Rp12.500.000.000,00 sehingga total anggaran yang dapat digunakan dalam penanganan COVID-19 di Surabaya sejumlah Rp 208.908.341.686,00.
Dari anggaran tersebut baru terserap kurang lebih 23%, terdapat anggaran dalam aspek sosial sebesar Rp161.075.121.900 yang belum digunakan karena Pemerintah Kota Surabaya mengoptimalkan bantuan-bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos), Pemerintah Provinsi (Pemprov)dan pihak swasta.
Adanya bantuan-bantuan tesebut perlu kita syukuri sehingga kemudian kita masih punya alokasi untuk anggaran penanganan covid. Namun demikian, harus dipastikan lagi terkait dengan problem sosial di Surabaya apakah benar-benar sudah tidak ada.
Kalau sekiranya masih ada warga yang kesulitan, maka pemerintah kota (Pemkot) jangan sampai tidak melakukan intevensi apapun.
Terkait dengan apa yang disampaikan Walikota Surabaya ke sejumlah media bahwa Pemkot benar-benar melakukan penghematan, secara subtansi saya setuju. Penghematan adalah langkah yang baik. Tetapi yang tidak kalah penting adalah tidak hanya penghematan, dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 yang dibutuhkan adalah ketepatan, tepat dalam penganggaran dan langkah strategis kebijakan.
Ketika pasien konfirmasi positif covid di Surabaya mulai merangkak naik sejak Maret hingga 14 Juni kumulatif konfirmasi positif mencapai 4014, sembuh 1269 dan meninggal 317 dari nol kasus pada pertengahan Maret 2020. Hal tersebut semestinya menjadi evaluasi yang mendalam bagi Pemerintah Kota, di antaranya adalah alokasi anggaran dan penggunaan anggaran hingga saat ini.
Optimalisasi Anggaran, untuk Apa?
Saat Pemkot Surabaya tidak ambil kebijakan memperpanjang PSBB, Walikota telah menyiapkan Perwali dan menandatangi Pakta Integritas berisi lima poin yang menjadi komitmen bersama yang sudah ditandatangani tiga kepala daerah dari Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.
Poin Pertama, Pemerintah daerah diminta untuk mengerahkan ketersediaan sumber daya personel, materiil, prosedur, hingga anggaran yang dimiliki untuk pencegahan dan penanggulangan Covid-19.
Dengan poin tersebut maka Pemkot Surabaya harus mengerahkan dan mengoptimalkan APBD guna penanganan covid-19.
Kalau dengan alasan penghematan, Pemkot tidak memberikan support anggaran pada program yang sifatnya unggulan dan signifikan dalam penanganan covid-19, saya kira itu kurang tepat.
Saat ini, angka kasus covid di Surabaya masih sangat tinggi, kita sudah memperpanjang PSBB hingga 3 jilid, seharusnya saat ini menjadi momen yang penting, kritis dan krusial dalam penanganan Covid-19.
Program dan upaya yang biasa-biasa di waktu lampau tidak dapat diteruskan dengan biasa pula. Harus pol-polan mengerahkan sumber daya yang dimiliki Surabaya dalam bentuk apapun, selama aturan membenarkan.
Dukungan dari luar seperti pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan swasta tentu patut kita syukuri. Tetapi jangan sampai kita tidak mengoptimalkan anggaran yang kita siapkan yaitu anggaran dalam penanggulangan covid-19.
Menjalankan Pakta Integritas
Per 10 Juni 2020, Walikota telah menandatangani Perwali no 28 tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru di Masa Pandemi Covid-19. Terkait normal Baru, ada 6 syarat yang harus dipenuhi sebelum menjalankan new normal menurut WHO. Meski ini tidak dijadikan pemkot sebagai acuan saya mendorong 6 hal tersebut menjadi fokus perhatian.
Di antara 6 hal tersebut di antaranya adalah terbukti bahwa transmisi covid telah dikendalikan; kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan mengkarantina; mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketat terhadap daerah yang memilki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat; pencegahan di tempat kerja ditetapkan; risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan; masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transisi.
Atas hal tersebut saya mendorong optimalisasi cadangan anggaran yang ada difokuskan pada hal berikut :
1 Pemkot harus memperkuat pengadaan infrastruktur kesehatan di RS rujukan dan non rujukan dan Puskesmas, juga perhatian penuh untuk keselamatan dan kesejahteraan tenaga kesehatannya.
Kemudian pemerintah kota juga harus memastikan betul untuk test, tracing, treatment dan isolasi diperkuat dengan opsi-opsi misalkan skema jika bantuan dari BIN dan BNPB sudah tidak ada di Surabaya. kita tidak boleh hanya bersandar dan menggantungkan diri pada bantuan. Beberapa waktu yang lalu saya juga sudah mengusulkan alokasi untuk mobile lab.
Meski Surabaya sudah peroleh bantuan mesin tes PCR yang dioperasikan di lab permanen. Saya pikir mobile lab juga perlu dimiliki karena lebih fleksibel mendekati warga yang tersebar se Surabaya. Kata kuncinya hal penting terkait aspek kesehatan harus menjadi perhatian utama.
2 Pada aspek partisipasi masyarakat, beberapa hari ini Pemkot banyak meresmikan "Kampung Tangguh Wani Lawan Covid-19" sebagai program unggulan dan diharap signifikan dalam penanganan Covid-19, semestinya harus mendapatkan support anggaran. Makna penghematan seharusnya tidak membelanjakan sesuatu yang tidak perlu, tidak prioritas. Jika kampung tangguh ini dianggap sebagai prioritas maka sebaiknya di-support anggaran. Dari 1.360 RW di Surabaya.
Pemerintah perlu melakukan mapping agar kampung tangguh minimal ada di seluruh RW di Surabaya, terutama wilayah zona merah sehingga penanganan Covid. -19 harus dimaksimalkan. Yang disupport anggaran dan yang swadaya harus dipetakan.
Saya kira APBD kita mampu untuk itu dan ini bukan berarti mengabaikan semangat gotong royong yang sudah menjadi kebiasaan warga Surabaya.
3 Pada aspek sosial, harus dipastikan tidak ada warga Surabaya yang MBR dan terdampak yang belum menerima bantuan sosial. Idealnya warga mendapatkan bantuan dengan besaran yang sama.
Saat ini ada yang dapat 600 rb per bulan ada yang Rp200 Ribu per bulan atau paket sembako. Yang dikhawatirkan jika ada warga yang kondisi lebih tidak mampu namun mendapatkan bantuan dengan nilai yang lebih kecil. Hal ini semestinya harus diperhatikan Pemkot.
Sekali lagi Pemkot harus tepat dalam memaknai penghematan, apalagi urusan keselamatan jiwa saat wabah mendera. Kekurangtepatan dalam penganggaran dan bahkan tidak menganggarkan hal prioritas dan penting dalam penanganan Covid-19, seperti halnya seorang ibu yang menolak membelanjakan buku untuk anaknya karena ingin berhemat.
Tetapi kemudian justru menyesal karena anaknya tidak naik kelas. Ternyata buku tersebut adalah kebutuhan prioritas anaknya untuk menghadapi ujian kenaikan kelas.
Salam sehat untuk semua.
Terus jalankan protokol kesehatan.
Surabaya, 15 Juni 2020
Reni Astuti
Wakil Ketua DPRD Surabaya.
Advertisement