Apa Pacekan itu? Pacekan adalah nama Sungai, Dusun dan Dermaga
Nama Pacekan pernah tersebut dalam peta lama kota Surabaya tahun 1891, 1900 dan 1918 (Asia Maior: Soerabaja 1900 - 1950). Namun pada peta berikutnya 1925 dan 1941 sudah tidak mencantumkan lagi nama "Pacekan".
Apalagi peta-peta terbaru. Nama Pacekan sudah tidak lagi tersebut di peta Surabaya. Nama Pacekan sudah hilang. Kini, orang Surabaya tidak mengerti apa itu "Pacekan".
Sebagaimana teridentifikasi pada peta di atas (1891) bahwa di lokasi itu pernah ada dusun Patjekan dan pada abad 13 pernah ada sebuah pangkalan armada laut raja Jayakatwang. Keberadaan itu diilustrasikan oleh Von Faber dalam buku “Erwerd Eenstad Geboren” ketika ekspedisi Cina datang dan pergi melalui pelabuhan kali Patjekan pada tahun 1293.
Selain nama sungai, Patjekan juga menjadi nama dusun dan pelabuhan kali yang ramai di abad 13 dan di masa pemerintahan kerajaan Majapahit. Seperti halnya sifat desa dan kota pelabuhan, pelabuhan kali Patjekan ramai disinggahi kapal-kapal saudagar. Dinamika kehidupan di daerah di sekitar pelabuhan semakin hidup. Perekonomian lokal pun berkembang.
Di abad 13 dinamika peradaban tentu masih sangat sederhana. Apalagi orang orang asing sempat singgah di pelabuhan kali ini. Adalah serdadu Tar Tar dari Mongol yang sempat bersauh di sini. Mereka hendak menuju ke pedalaman pulau Jawa.
Awalnya, mereka hendak menuju ke Singasari dalam rangka menghukum raja Singasari, Prabu Kertanegara, karena telah dianggap menghina Kaisar dengan memotong utusan Mongol ketika menghadap raja Kertanegara pada 1292.
Tapi, ketika mereka kembali ke Jawa dan hendak melaksanakan niat menguasainya, perubahan kekuasaan di tanah Jawa sudah berganti. Di Jawa, sejak terjadinya perebutan kekuasaan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri tahun 1292, kekuasaan beralih dari Singasari ke Kediri. Singasari pun runtuh dengan tewasnya Raja Kertanegara pada 1292.
Dengan tidak mengetahui peta politik dan pemerintahan kala itu, kedatangan serdadu Tar Tar dengan mudah dimanfaatkan oleh Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya terhitung cerdas dan cerdik dalam membaca situasi. Upaya Raden Wijaya untuk membalas dendam atas kematian mertuanya terbalas.
Ia berhasil menaklukkan Jayakatwang melalui strategi pemanfaatan kekuatan Tar Tar. Pun demikian dengan keberhasilan Raden Wijaya dalam menaklukkan serdadu Tar Tar. Serdadu Tar Tar tidak menyadari bahwa mereka sangat terancam setelah mengalahkan Kediri.
Dalam kondisi lemah setelah berperang, serta diselimuti rasa mabok setelah pesta pora kemenangan, serdadu Tar Tar mendapat serangan yang tiba tiba dari prajurit Raden Wijaya.
Berdasarkan buku "Er Werd Een Stad Geboren", karya Von Faber, lokasi terakhir dimana pasukan Tar Tar mundur dari Jawa adalah dari pelabuhan Patjekan. Tanggal penting hengkangnya serdadu Tar Tar dari Jawa (Jawa Timur) adalah 31 Mei 1293.
Latar belakang tanggal inilah yang menjadi pertimbangan Tim Peneliti Hari Jadi Surabaya mengusulkan agar 31 Mei 1293 ditetapkan menjadi hari jadi kota Surabaya.