Hari Pahlawan, Patriotisme 15 Ribu Arek-arek Suroboyo Gugur Melawan Sekutu
Tak terasa, sebentar lagi Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November akan diperingati kembali pada tahun 2024. Agaknya, kisah pertempuran antara Arek-arek Suroboyo melawan tentara Sekutu berbendera Kerajaan Inggris mungkin diketahui orang awam hanya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Padahal terdapat runtutan kisah panjang yang mengawali peristiwa tersebut bisa meletus di timur Jawa Dwipa. Sebanyak 15 ribu nyawa Arek Suroboyo gugur dalam peristiwa itu.
Bendera Belanda di Hotel Yamato
Pegiat sejarah sekaligus pendiri komunitas Roode Brug Soerabaia, Ady Setyawan bercerita kepada Ngopibareng.id bahwa peristiwa awal yang mengawali geramnya arek-arek Suroboyo adalah pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato atau yang sekarang dikenal sebagai Hotel Majapahit, yang terletak di Jalan Tunjungan.
"Jadi, kalau mau dirunut mulai awal adalah pada saat perobekan bendera di Hotel Yamato 19 September 1945, sebelum itu orang Surabaya enggak ada yang dalam tanda kutip orang-orang ekstrem," ucapnya, Sabtu 9 November 1945.
Lalu, Ady menerangkan berdasarkan penuturan saksi hidup pada zaman itu, Mayor Jenderal TNI Soehario Padmodiwirio alias Hario Kecik bahwa ia tidak menduga bahwa akan ada perang lagi setelah Perang Dunia II selesai, semua negara beserta prajuritnya kembali ke negaranya masing-masing dan fokus membangun negaranya masing-masing.
"Menurut pak Hario Kecik, dirinya kaget ada perang lagi. Jepang sudah pulang, Belanda sudah angkat kaki duluan ditendang sama Jepang, Indonesia sudah merdeka, tapi ketika orang-orang pro Belanda mengibarkan merah putih biru, itu jadi beda cerita, itu benar-benar membuat orang-orang terbuka matanya bahwa Belanda mau kembali," paparnya.
Bersenjatakan Amunisi Jepang
Ady menjelaskan berdasarkan penuturan Hario Kecik, bahwa orang-orang Surabaya mulai melucuti tentara Jepang yang masih ada di Bumi Surabaya. Mereka lalu mengambil senjata, yang diawali dari patroli-patroli kecil dan menyerbu pos-pos kecil dan pos-pos besar hingga akhirnya jatuh ke tangan tentara republik.
"Makanya dalam koran-koran kemudian dituliskan Surabaya itu sebagai ‘The Indonesian Nasionalist Stronghold’ ada yang menulis ‘Fortress’, kenapa itu? Karena semua arsenal (gudang senjata) Jepang jatuh ke tangan kita dan membuat semua orang Surabaya bersenjata," paparnya.
Lanjut cerita, Ady menerangkan, tentara Sekutu berbendera Inggris lalu datang ke Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 di mana awalnya kedatangan mereka adalah untuk mengurus tawanan perang dan meminta kepada pemerintah republik untuk menyediakan markas bagi Sekutu.
Pengkhianatan Sekutu
"Tapi kemudian apa yang terjadi, tanggal 27 Oktober 1945 mereka menyebarkan pamflet atau selebaran berisi bahwa barang siapa yang kedapatan membawa senjata api akan ditembak mati. Itu 'kan sudah menyalahi aturan kesepakatan dan orang Surabaya kembali lagi terbuka matanya bahwa Inggris sama seperti Belanda, dikasih tanah sejengkal minta satu hektar," tegasnya.
Rakyat Surabaya yang tidak terima kemudian bertempur melawan tentara Sekutu. Ady mengatakan, pada tanggal 28 Oktober 1945, tentara Inggris melaporkan 'we were almost being wiped out' atau mereka hampir disapu bersih di Surabaya.
Hanya ada satu orang yang bisa menghentikan konflik tersebut, yakni Presiden Sukarno. Sukarno datang bersama Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin pada tanggal 30 Oktober 1945 ke Surabaya agar kesepakatan gencatan senjata tercapai.
"Namun, di hari yang sama juga Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh. Dari situ Inggris mendatangkan pasukan lebih banyak lagi sampai tanggal 10 November, sudah total 30 ribu pasukan Inggris tiba dengan kekuatan tiga matra, darat, laut, dan udara siap menggempur Surabaya," ungkapnya.
Surabaya Membara
Nah, setelah seluruh serdadu Inggris dari Divisi Kelima British India datang berbondong-bondong dan tiba di Pelabuhan Tanjung Perak dan Lapangan Udara Morokrembangan, Gubernur Jawa Timur Ario Soerjo bersurat dengan pimpinan serdadu Inggris tersebut, yakni Mayor Jenderal Sir Robert Mansergh sejak tanggal 1 hingga 10 November 1945.
"Gubernur Suryo sebagai pimpinan kita itu sudah ada arsipnya, saling bersurat dengan Mansergh bahwa jangan menyerang Surabaya, jangan salahkan Surabaya atas kematian Mallaby, mari kita membuat komite bersama untuk menyelidiki bersama siapa pembunuh Mallaby," katanya.
Namun, penawaran Soerjo tersebut tidak dapat meluluhkan hati Mansergh. Pada tanggal 9 November 1945, selebaran-selebaran diturunkan dari atas langit Surabaya oleh pesawat RAF Inggris, yang meminta rakyat Surabaya harus menyerah dan angkat tangan.
Arek-arek Suroboyo pun menolak dan pertempuran fisik tidak dapat dihindarkan dengan tentara Sekutu Inggris pada 10 November 1945. Ady menegaskan, rakyat Surabaya dan tentara republik yang hanya mengandalkan senjata hasil pampasan tentara fasis Jepang pasti kalah melawan serdadu Inggris yang dengan brutal mengerahkan alat tempur, senjata, dan bom yang berteknologi canggih kala itu.
"Namun, bagi orang-orang Surabaya ini bukan soal menang atau kalah tapi menunjukkan sikap enough is enough. Kami tidak mau menunduk-nunduk lagi di hadapan bangsa asing, kami tidak mau lagi membaca tulisan 'Verboden voor Honden en Inlander' (dilarang masuk bagi anjing dan pribumi), mereka tidak mau anak-anaknya nanti disamakan kayak anjing, tidak bisa sekolah dan melarat," tuturnya.
15 Ribu Jiwa Gugur
Bagi Inggris, penerjunan ribuan tentara Divisi Kelima British India tersebut menunjukkan sikap tegas mereka sebagai salah satu negara pemenang Perang Dunia Kedua. Mayor Jenderal Marsegh mengerahkan seluruh tentaranya untuk mengepung dan memborbardir wilayah Surabaya dengan alat-alat perang canggih.
Menurut Ady dari berbagai catatan yang dihimpun, 15 ribu Arek Surabaya dan tentara republik ditemukan tewas terbunuh untuk mempertahankan eksistensi Republik Indonesia pimpinan Sukarno-Hatta.
"Itu akan jadi contoh bagi kalian siapapun yang mau macam-macam menentang kekuatan kami, we will set an example in Surabaya itu kata-kata Inggris, Jadi perang itu akhirnya terjadi dengan jumlah korban sangat banyak berkat pemboman yang brutal selama tiga minggu perang kota," pungkasnya.