Anwar Sujana Membimbing Mualaf, Banyak Dukanya Tapi Senang di Hati
".....Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah," seorang mualaf membaca kalimat syahadat itu dengan suara bergantar.
Diucapkan di depan Pembimbing Mualaf Internasional Center Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng, Jakarta Pusat, Anwar Sujana dan beberapa orang saksi. "Sekarang agama Mbak Rahma apa?" tanya Ustaz Anwar sambil menatap raut mukanya.
"Islam," jawabnya dengan terisak sambil menahahan tangis.
"Alhamdulillah, Allahu Akbar," ujar Ustaz Anwar diikuti bebera saksi yang ikut menghantarkan Rahmawati memasuki kehidupan baru sebagai seorang muslimah.
Air mata perempuan kelahiran Bogor Jawa Barat itu tak terbendung ketika mengamini doa yang dipimpin oleh Ustaz Abdurrohim merangkap sebagai saksi.
"Melihat nama dan penampilannya, sudah menjadi seorang muslimah, nggak perlu bersahadat lagi," goda Ustaz Anwar.
Rahma pun tersenyum sambil mengangkat wajahnya. Sebelum membaca kalimat sahadat ia hanya tertunduk, sesakali menghapus air mata, seperti ada pergumulan di dalam batin.
Rahma sebelumnya beragama Kristen Protestan. Atas hidayah Allah, ibu dari anak semata wayang ini memutuskan menjadi seorang muslimah.
"Saya masuk Islam atas kesadaran sendiri, bukan karena tekanan atau diiming-iming sesuatu. Bagi saya hidup itu pilhan," ujarnya dengan tegas.
Rahma adalah salah seorang mualaf yang bersyahadat di Masjid Sunda Kelapa pada Minggu 11 Agustus 2024. Ia tercatat mualaf ke 21.379 yang bersyahadat di Masjid Sunda Kelapa Menteng.
Sebelumnya ada beberapa mualaf yang bersyahadat, salah satunya pria berkewarganegaraan Jepang dengan nama panggilan Ugawa. Ia didampingi seorang perempuan berkerudung rapi. Sedang Ugawa mengenakan peci hitam mirip seorang santri.
“Saya melihat ada kesungguhan Ugawa masuk Islam. Sebelum bersyahadat sudah mempejari Alquran dan beberapa kali mengikuti pembinaan tentang Iman dan Islam di Sunda Kelapa, mohon doanya semoga ia istiqomah dan menjadi seorang muslim yang baik," ujar pendampingnya.
Pembimbing Mualaf Center Masjid Sunda Kelapa, Anwar Sujana, menceritakan, selama 17 tahun menjadi pembimbing mualaf, banyak pengalaman dan suka duka yang diperoleh.
Mualaf yang datang ke Sunda Kelapa biasanya membawa berbagai macam persoalan dan memiliki karakter yang berbeda. Ada yang bersyahadat secara tertutup takut diketahui orang lain, ada yang dilakukan secara terbuka.
Ada mualaf yang mengadu diusir dari keluarganya dan ditinggal relasinya setelah tahu masuk Islam.
Ustaz Anwar Sujana mengungkapkan pengalamannya yang mengesankan salah satunya waktu mengurus jenazah seorang mualaf, Addelin yang meninggal di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.
Sempat terjadi 'rebutan' karena almarhumah yang sudah bersyahadat akan dimakamkan menurut tata cara gereja.
Pihak gereja waktu itu sudah menyiapkan kamar duka, ambulans dan jemaat gereja tempat almarhumah dulu beribadah sudah berkumpul di depan jenzah almarhumah Adelin.
"Setelah terjadi tarik ulur akhirnya diperoleh kesepakatan, prosesi pemakan tetap dilaksanakan secara Islam, tapi teman kantor Adelin diperbolehkan berdoa menurut keyakinan agamanya. Dengan syarat tidak boleh membuka kain kafan dan menyetuh jasad jenazah yang sudah disucikan.
"Menjelang subuh jenazah Adelin kita pindahkan ke Masjid Sunda Kelapa untuk disalatkan, dramatis sekali," kenang Ustaz Anwar.
Siang harinya jenazah Adelin dimakamkan di dekat makam ibunya, yang lebih dahulu meninggal. Pihak keluarga diwakili salah seorang tantenya yang menaruh empati pada Adelin.
"Kami harus memberi pendampingan pada muaalaf yang menghadapi persoalan seperti ini. Bahwa ujian untuk menjadi seorang muslim yang kafah itu cukup berat, tidak sesederhana yang dibayangkan," ujar Ustaz Anwar.
Di Mualaf Center Sunda Kelapa, membuka diri terhadap siapa saja, apapun latar belakangnya akan diterima dan diperlakukan dengan baik, tidak boleh dihinakan, harus didekati dengan kasih.
Ia bersyukur kalau ada mualaf yang datang dengan membawa gembira, sudah diterima oleh seluruh keluarga, rumah tangganya rukun, dicukupkan rezekinya dan ibadahnya semakin kuat.
"Saya paling sedih kalau mendengar ada muaalaf yang sudah bersyahadat menjadi murtad karena kasus rumah tangga," ujar alumni UIN di Makasar tersebut.
ia kemudian memberi contoh, seorang pria masuk Islam sebagai tipu daya supaya bisa menikahi perempuan beda agama.
Setelah perempuan itu menjadi istrinya kemudian ditarik ke agamanya bila menolak diancam akan dicerai. "Meski kejadian seperti ini kasuistis, tapi membuat saya dan para pembina mualaf di Sunda Kelapa prihatin," ujarnya.
Para pembimbing di Mualaf Center Masjid Sunda seluruhnya lulusan Universitas Islam Negeri (UIN). Khusus untuk pendamping wanita Ustazah Afifah, ia lulusan Pondok Pesantren Asshidiqiyah, Jakarta.
Tapi mualaf yang semakin baik ibadahnya setelah masuk Islam, presentasenya mencapai sekitar 90 persen. Malah ada yang menjadi pembimbing mualaf di beberapa negara, Inggris, Australia, Amerika dan Jepang.
"Ustaz Keinama mantan pendeta, pengajar kristologi di Sunda Kelapa sekarang berdakwah ke mana-mana, mampir ke sini (Sunda Kelapa) saja tidak sempat," ujar Ustaz Anwar, salah seorang pembimbing Keinama kala itu.
“Lainnya masuk Islam hanya ikut-ikutan atau sekadar untuk memperoleh sertifikat untuk kawin lagi atau punya tujuan lain. Wallahualam,” ujar Anwar .
Untuk meminimalisir kejadian seperti itu, setiap mualaf yang bersyahadat di Masjid Sunda Kelapa, harus mengikuti pembinaan dulu, supaya menjadi muslim atau muslimah yang baik. " Kami tidak ingin mualaaf yang bersyahadat semata-mata hanya untuk mengejar sertifikat," ujar Ustaz Anwar.