Antisipasi Berkembangnya Fanatisme, Ini Pesan Nurcholish Madjid
Dalam praktik sosial keagamaan di Indonesia, muncul fenomena fanatisme. Setiap masa, fenomena seperti itu tampak dari aksi-aksi massa. Inilah yang perlu direnungkan, dalam konteks praktik keberagamaan.
Fanatisme muncul dalam berbagai bentuk. Bukan hanya dalam soal agama, dalam aspek sosial pun, sikap atau keyakinan berlebihan ini sering kita saksikan.
Fanatisme lahir dari kekaguman yang tinggi akan sesuatu yang jika dirawat terus menerus akan melumpuhkan logika dan akal sehat. Di era digital, di mana orang mudah terpesona dengan hal-hal luaran, fanatisme telah menyerang banyak orang dari berbagai lapisan dan kelas sosial. Artinya, bukan hanya kaum awan yang terjangkiti sikap ini, orang-orang terpelajar dan bergama justru ikut terjerumus ke sikap fanatis ini.
Sekali lagi, perlu ditegaskan, fanatisme bisa menyasar banyak hal: bukan hanya terhadap agama/keyakinan, bisa jadi juga terhadap idola, tokoh, organisasi, dan lain sebagainya.
Kata Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish Madjid (almarhum), sikap fanatisme (dan juga eksklusivisme) ini, selalu menjadi sumber dan pembela tindakan-tindakan antisosial. Tindakan atau pikiran tak elok mendapat pembelaan atau dianggap lumrah karena fanatsime ini.
Menurut cendekiawan Muslim, sikap fanatis dan mendaku paling benar sungguh menjadi ancaman bagi perkembangan demokrasi dan kehidupan beragama yang terbuka (inklusif). Kedua sikap ini sangat berbahaya lantaran pada titik tertentu dapat mengancam peradaban manusia. Seseorang tak mungkin berpikir kritis jika fanatisme merajalela.
Jika fanatisme (juga eksklusivisme) ini terus dirawat dalam pikiran dan berkembang dalam tindakan sehari-hari, tidak ada masa depan bagi kehidupan beragama dan sosial yang harmonis dan toleran. Fanatisme dan eksklusivisme, cepat atau lambat, hanya akan melahirkan peradaban bengis dan membawa manusia kepada kehancuran.
Semoga kita semua terhindar dari sikap fanatis dan eksklusif, sehingga dapat berkontribusi pada tampilan agama dan kehidupan sosial yang membawa rahmat, memberikan kedamaian, mengedepankan harmoni, toleran, menghormati, dan menghargai yang berbeda.
Wallahua’lam bi al-shawab