Antara Khalifah dan Pendeta, Kisah Kiai Husein Muhammad
George (Jirjis ) Bakhtishu, pendeta Nestorian, berkebangsaan Persia, filsuf dan dokter terkemuka pada masanya. Ia datang ke Bagdad, pada zaman Khalifah Abu Ja’far al-Manshur. Kepiawaiannya sebagai ahli medis dikenal luas. Khalifah mengangkatnya sebagai kepala Bimaristan (rumah sakit). Hubungannya dengan khalifah demikian akrab, sehingga iapun diangkat menjadi dokter pribadinya.
Ada kisah yang mungkin menarik bagi kita. Pendeta Bakhtishu ini mempunyai seorang isteri, penampilan dan wajahnya menurut kacamata umum tidak cukup menarik. Khalifah ingin sekali menggembirakan hatinya. Ia menawarkan tiga orang perempuan muda yang elok-elok (hisan) untuk dipilih salah satunya, menjadi isterinya.
Tetapi tawaran ini ditolaknya sambil mengatakan dengan rendah hati:
أن دينى لا يسمح لى بان أتزوج غير زوجتى ما دامت حية
“Maaf, Paduka yang mulia, agama saya tidak memperkenankan saya mengawini perempuan lain sepanjang isteri saya masih hidup”.
Hari-hari terus berjalan. Sang pendeta terus mengabdi untuk kemanusiaan, meski usianya bertambah tua. Di samping bekerja sebagai dokter, ia juga menerjemahkan buku-buku karya para sarjana dan filsuf Yunani. Seperti pada umumnya orang usia lanjut, iapun sakit-sakitan. Khalifah seperti cemas kehilangan dia. Ia berusaha mengobati dan merawatnya dengan sebaik-baiknya. Seluruh biaya pengobatan ditanggung kerajaan.
Suatu hari Khalifah datang menjenguknya lagi dan mendoakan kesembuhannya dengan segera. Sembari demikian ia juga menawarkan sang dokter untuk masuk Islam, membaca kalimat Syahadat. Mungkin khalifah mengatakan :
“Alangkah baiknya jika engkau membaca kalimat Syahadat Tauhid, agar kelak masuk surga”.
Dengan suara lirih dan dengan kesadaran yang penuh, pendeta Nestorian itu menjawab :
رضيت ان اكون مع آبآئى فى الجنة او فى النار
“Paduka yang mulia. Aku sudah rela mati dengan membawa serta keyakinanku ini seperti juga nenek moyangku, entah nanti masuk surga atau masuk neraka”.
Khalifah tersenyum-senyum mendengar jawabannya seraya menyimpan kekaguman atas keteguhan mempertahankan keyakinannya, sekaligus juga menghargainya. Khalifah lalu memberinya biaya pengobatannya sebanyak 10 ribu dinar.
Ketika beberapa hari kemudian ia meninggal dunia, Khalifah datang lagi untuk memberikan penghormatan yang terakhir, seraya sekali lagi memerintahkan pengawalnya untuk membawanya ke makam keluarganya sebagaimana permintaannya kepada Khalifah menjelang kematiannya.
Demikian dikisahkan KH Husein Muhammad, kiai yang aktivis sosial di Yayasan Fahmina, Cirebon. (adi)
"Ketika beberapa hari kemudian ia meninggal dunia, Khalifah datang lagi untuk memberikan penghormatan yang terakhir, seraya sekali lagi memerintahkan pengawalnya untuk membawanya ke makam keluarganya sebagaimana permintaannya kepada Khalifah menjelang kematiannya."