Antara Dahlan dan Goenawan
Pak Dahlan Iskan menyeberang. Bergabung di barisan Pak Prabowo Subianto. Langkah kuda yang mencengangkan.
Sementara itu, mentor Pak Dahlan, Pak Goenawan Mohamad berada di barisan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Publik di Jawa Timur mahfum, keluarga Dahlan Iskan terpental dari Jawa Pos Group. Imperium media yang dibesarkan Dahlan.
Konon, Pak Goenawan dulu yang menugaskannya membidani Jawa Pos. Bekerja sangat keras membesarkannya. Bahkan berhasil menjadikannya jadi gurita media raksasa.
Terpentalnyan Pak Dahlan diikuti Azrul Ananda, sang putra mahkota. Berganti Hidayat Jati, putra Pak Goenawan di jajaranan petinggi Jawa Pos. Setahun lalu, peristiwa ini telah membuat Pak Dahlan patah arang.
Apakah langkah kuda ini bagian dari perseteruan keduanya?
Dalam pidatonya di Dyandra Convention Center, Surabaya, Jumat (12/4) lalu, Pak Dahlan tidak menyebut hal ini. Di matanya, Program Revolusi Mental Pak Jokowi gagal mewujudkan pendapatan per kapita masyarakat 7 ribu USD per tahun.
"Kalau itu terwujud maka Indonesia akan menjadi negara besar tapi itu tidak terlaksana," ungkap mantan Menteri BUMN ini, dengan suara khasnya.
Pak Dahlan adalah penjelajah kelas wahid. Mengunjungi penjuru dunia. Hingga kota-kota kecil yang kita bahkan tak pernah mendengarnya.
Perjalanannya, melihat banyak negara lain, tentu memberikan inspirasi. Kadang dengan modal seadanya, sebuah negara bisa maju pesat. Amerika Serikat dan China adalah role modelnya.
Dia sangat logis. Sepertinya, Pak Dahlan yakin, modal Indonesia sangat cukup untuk menjadi negara maju. Tinggal kepemimpinan yang kuat yang bisa mengantarnya ke sana.
Ada ungkapannya yang menarik. Tentang keputusan para Dahlanis, para fans Dahlan Iskan. “Mayoritas pemimpin Dahlanis, memilih Prabowo. Tapi saat itu, saya veto,” katanya.
Dia pun mengelar pertemuan akbar Dahlanis di Sentul, lima tahun lalu. Mendeklarasikan dukungan ke Pak Jokowi-Pak JK. Sayang, mimpinya bertepuk sebelah tangan.
Bergabungnya mantan Dirut PLN ini dengan barisan Pak Prabowo, juga berdekatan dengan pertemuannya dengan Pak Susilo Bambang Yudhono (SBY) di Singapura. Entah, apakah Pak SBY juga memintanya mendukung Pak Prabowo sebagai bagian amunisi Partai Demokrat.
Dulu Pak Dahlan adalah jawara konvensi Partai Demokrat. Namun, sang juara malah tidak jadi calon presiden. Alasannya, perolehan suara partai berlambang “mercy” ini tak memenuhi ambang batas mencalonkan presiden.
Kembali ke urusan Pak Dahlan dan Pak Goenawan. Konon, terpentalnya Pak Dahlan, karena konflik internal di tingkat Direksi dan Komisaris Jawa Pos Group.
Kabarnya, selepas Pak Dahlan operasi ganti hati, para bos besar meragukan masa depan Jawa Pos. Juga keraguan mereka akan performa generasi kedua membawa Jawa Pos dalam kondisi bisnis media cetak yang gonjang-ganjing.
Peristiwa ini bagi keluarga Pak Dahlan sangat berbekas. Bahkan, perlu waktu panjang baginya untuk kembali menulis. Sesuatu yang sangat disenanginya.
“Saya sudah tidak punya koran lagi. Mau menulis di mana,” ungkap seorang teman, menirukan perkataan Pak Dahlan. Kini, selepas setahun, luka itu telah mengering. Bahkan diubahnya jadi pendorong untuk melanjutkan pertempuran. Masuk ke dunia politik lagi.
*) Ajar Edi adalah kolomnis ngopibareng.id