Antara Covid-19 dan Dajjal (4-Habis)
Oleh: Anwar Hudijono
Dajjal bergerak sangat cepat menjelajahi kota-kota di seluruh dunia. Semua Nabi diberi tahu tentang mahluk ini. Dia menjadi fitnah (ujian dan cobaan) terbesar dalam sejarah umat manusia sejak Adam. Fitnah meliputi seluruh aspek kehidupan. Rabbi a’lam. Amma ba’du.
Tak ada manusia yang mampu melawannya. Kecuali Nabi Muhammad dan Nabi Isa. Bahkan Isa lah yang sudah digariskan oleh Allah membunuhnya. Nabi Muhammad dawuh bahwa seandainya beliau masih hidup, maka beliau akan melindungi umatnya dari Dajjal. Jika beliau sudah tidak ada, maka Allah yang akan menjadi pelindung umatnya.”
Fenomena Covid-19 memiliki pola-pola serupa dengan fenomena Dajjal. Untuk itu, tidak terlalu gegabah jika dikatakan, mungkin Allah menjadikan pandemi Covid-19 ini sebagai pertanda, peringatan tentang ujian Dajjal yang sebenarnya sudah berlangsung tetapi manusia tidak menyadarinya. Karena memang manusia itu suka lalai.
Peringatan kepada manusia agar manata diri lebih seksama karena fitnah Dajjal ini akan semakin berat. Hidup seperti masuk goa yang kian gelap, kian terjal, kian berliku-liku, kian banyak bahaya dan ancaman.
Orang Islam akan menjalani agamanya seperti menggenggam bara api. Bukan sekadar bara api kayu telekan atau kayu jarak apalagi blarak, tapi bara api arang stengkul alias batubara. Panasnya lebih dahsyat. Dilepas eman-eman, digenggam terus sangat panas.
Peringatan Allah itu bukti betapa sayangnya Allah kepada anak cucu adam. Wa laqad karramna bani adam (Dan sungguh Kami muliakan anak cucu Adam).
Tidak Kasat Mata
Virus Covid-19 seperti halnya Dajjal tidak kasat mata. Yang tidak kasat mata bukan berarti tidak ada. Yang kasat mata belum tentu ada. Bergerak, berkembang, bermutasi secara sepat. Dalam waktu satu tahun seluruh dunia sudah terjangkiti. Terakhir adalah benua Antartika pada Desember 2020.
Dajjal bergerak dari kota ke kota. Covid-19 pun berkembang biak secara cepat di kota-kota. Umumnya berjangkit di desa karena dibawa orang dari kota. Ada yang terjangkit di kota karena tidak ada yang merawat lantas pilih pulang ke desa. Maka di desa pun menularkan. Bisa juga dibawa wisatawan kota.
Virus Covid-19 sangat lembut. Dia bisa menginfeksi siapa saja. Apapun etnisnya. Apapun agama dan bahasanya. Bisa janin, bayi, anak-anak, muda, tua, tua bangka. Bisa menimpa orang melarat, bisa juga konglomerat. Bisa rakyat bisa para pejabat. Bisa menimpa orang saleh juga orang jahat. Pokoknya tanpa pandang bulu, dan pandang tidak berbulu.
Sepertinya Covid-19 itu juga digdaya. Dampaknya bukan hanya pada aspek kesehatan yang menyebabkan manusia sakit bahkan meninggal dunia, tapi merebak ke seluruh aspek kehidupan. Ekonomi, politik, psikoligis, sosial, biologis, lingkungan alam dan lain-lain. Baik manusia secara individual maupun secara kolektif. Dari tingkat yang paling ringan seperti risih harus pakai masker terus, gabut, sampai hati tertutup dari cahaya kebenaran.
Dia bisa membuat manusia menderita, tapi bisa juga membuat manusia untuk bersorak gembira di antara penderitaan orang lain. Contohnya, korupsi anggaran yang berkaitan dengan penanganan Covid-19. Mengail di air keruh seperti meroketkan harga obat, APD, vaksin dan harga kebutuhan lain ketika manusia dalam keadaan susah. Omzet riba jadi naik.
Covid-19 memunculkan situasi darurat. Bisa mendorong lahirnya penguasa otoritarian seperti di banyak belahan dunia. Memanfaatkan krisis virus untuk mengibarkan nafsu kuasanya sampai menerjang norma keadilan dan kebaikan. Situasi darurat bisa melahirkan apa saja yang sebenarnya hanya dalih untuk berbuat jahat dan merusak.
Situasi darurat akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kehinaan yang dalam. “Sesungguhnya mahluk bergerak yang bernyawa yang paling hina dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran), yaitu orang-orang yang tidak mengerti.” (QS Al-Anfal 22).
Fenomena Covid-19 ini semakin lama semakin ruwet, rumit, gelap. Mahluk lembut itu seolah tahu setiap langkah manusia. Di-lockdown di sini, muncul di sana. Disiapkan vaksin, melakukan mutasi. Seperti ngece gitu low.
Dampaknya pun seolah semakin luas dan mencekam. Menerjang dan mencekeram. Krisis ekonomi, pengangguran, krisis rumah tangga. Konflik global semakin mengarah kepada konflik militer. Bahkan seolah menuju malhamah (perang besar). Audzubillahi min dzalik (Aku berlindung kepada Allah dari virus itu).
Cahaya
Cukup menarik narasi yang disampaikan Gubernur California, AS, Gavin Newsom. Suasana kehidupan dalam cengkeraman pandemi Covid-19 ini seperti berada di dalam terowongan. “Ada cahaya di ujung terowongan. Tapi kami masih di dalam terowongan,” katanya.
Sayang Gavin tidak menjelaskan apa cahaya di ujung terowongan. Kemungkinan semacam optimisme manusia bisa keluar dari masalah pandemi ini. Apa itu vaksin? Mungkin. Tapi para ahli sendiri, termasuk WHO tidak yakin bahwa setelah ditemukan vaksin, otomatis pandemi berakhir.
Yang yakin banget tentang vaksin sebagai solusi itu produsen vaksin. Itu tidak apa-apa. Bisa dimafhumi. Namanya juga pedagang. Kemungkinan apapun dilakukan agar dagangannya laku.
Tidak ada satu pun yang berani memastikan kapan pandemi ini berakhir. Bagaimana keadaan kehidupan global ke depan. Kalau sekadar memprediksi begini begitu banyak. Baik yang didasarkan argument ilmiah maupun sekadar asal ngomong.
“Seandainya pandemi berakhir, dunia global tidak akan seperti sebelum pandemi,” ujar orang tajir dunia pemain bursa saham kelas global, George Soros. Tapi seperti apa, dia juga tidak tahu layaknya orang buta yang ditanya tentang indahnya bunga seroja.
Narasi Gavin ini mengingatkan kehidupan di dalam goa sebagai simbolisasi zaman gelap atau kalatidha. “Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari goa mereka ke sebelah kanan, dan apabila matahari terbenam, menjauhi mereka ke sebelah kiri. Sedang mereka berada dalam tempat yang luas. Itulah sebagian tanda-tanda (kebesara) Allah. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan petunjuk kepadanya.” (QS Kahfi 17).
Cahaya matahari ini difasirkan sebagai simbol rahmat Allah. Harapan selamat hanyalah dengan mendapat rahmat Allah.
Banyak Pertanda
Kemungkinan Covid-19 hanyalah salah satu pertanda tentang fitnah Dajjal. Masih banyak pertanda lain yang saling berkaitan. Metode memahami pertanda-pertanda dari Allah itu sudah diberikan pedomannya oleh Allah di Quran Surah Al-Waqiah 75. “Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
Menurut Syekh Imran Hossein, eskatolog Islam dunia, petunjuk Allah itu banyak dan saling berkaitan. Ibarat orang yang sedang berlayar, tidak hanya menggunakan pedoman satu bintang.
Insya Allah pertanda atau petunjuk tentang semakin dekatnya dengan puncak kesajarahan (dimunculkannya) Dajjal muncul semakin banyak. Misalnya, berkembang artificial intelligent atau kecerdasan tiruan. Meredupnya Madinah dan bersinarnya Yerusalem. Semakin menggunungnya utang global akibat pandemi Covid-19 yang sudah sekitar 272 triliuan dollar AS atau setara Rp 3.859 kuadriliun). Internet dan dunia digital. Gegap gempita dunia maya.
Mudah-mudahan Allah mengijinkan saya membahas pertanda-pertanda itu di lain kesempatan. Tentu saja tetap dengan sudut pandang pensiunan wartawan, yang coba-coba jadi kolumnis hehehehe.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin menjawab teman-teman yang mengomentari tulisan saya Antara Covid-19 dan Dajjal episode 1-3. Umumnya merasa miris. Mengkirik. Takut. Bingung dan galau menghadapi situasi ini.
Saya tidak berani menjawab dengan pemikiran saya. Saya hanya mengutip saja petunjuk Rasulullah SAW. Mohonlah rahmat kepada Allah (QS Kahfi 10). Karena rahmat Allah itulah pemuda penghuni goa selamat. Padahal ancamannya sangat berat. Dibunuh atau dipaksa kembali ke kafiran.
Baca doa di akhir tasahut akhir. Hafalkan 10 ayat pertama Surah Kahfi atau 10 terakhir. Baca Kahfi setiap Jumat agar hati tetap mendapat nur Ilahi. Sebab strategi Dajjal itu membutakan hati manusia agar manusia sesat dan lebih hina dari binatang ternak (QS Al A’raf 179).
Dan hilangkan ketakutan. Kecemasan. Kegalaun. Betatapun Allah mendisain Dajjal sebagai mahluk yang diberi banyak keistimewaan seperti menghidupkan orang mati, menurunkan hujan,menumbuhkan tanaman, tetapi tetap saja pasti kalah. Tidak akan mampu menyentuh siapapun yang berada dalam lindungan Allah.
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka. Tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (QS Shaff 8).
Untuk lebih luas dan detailnya bagaimana Islam memberi arahan menghadapi fitnah Dajjal, biarlah almukarram para kiai dan ustad yang menjelaskan. Itu domain beliau-beliau itu. Kalau pensiunan wartawan ikut-ikut itu kemelipen. Keminter. Nanti malah semakin kelihatan ngawurnya. Astaghfirullah. Rabbi a’lam. (Sidoarjo, 24 Desember 2020).
*Anwar Hudijono, kolumnis tinggal di Sidoarjo.
Sidoarjo, 24 Desember 2020.