Antara Buzzer dan Influencer
Sesungguhnya Buzzer (pendengung) adalah suatu profesi atau keahlian untuk menarik simpati publik agar mendukung pendapat yang disebarkan melalui Media Sosial (Medsos). Namun sering kali kalimatnya yang dipilih sedemikian rupa selain bombastis dan agresif, juga sering kali berisi fitnah, olok-olok dan kabar bohong.
Oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia (MU) Pusat mengeluarkan fatwa no 24 / 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Melalui akun twitternya, Ketua Komite Dakwah MUI, KH DR Cholil Nafis mengatakan besarnya dosa para buzzer yang suka memfitnah, sebarkan kabar bohong dan membuli.
Buzzer berbeda dengan Influencer atau Juru pengaruh. Yaitu profesi yang menyebarluaskan suatu keputusan atau kebijakan negara atau suatu pihak lain dengan menjelaskan substansinya agar jelas maksud dan tujuannya. Selain itu juga menggunakan bahasa yang sopan dan terukur serta bersifat faktual.
Mungkin pengguna buzzer menganggap bahwa dengungan para buzzer yang disewanya hasilnya efektif. Namun jangan lupa dengungan para buzer yang bernada fitnah menimbulkan keresahan masyarakat. Bahkan, cenderung menimbulkan perpecahan -- suatu hal yang perlu dihindari ditengah masih adanya polarisasi akibat Pilpres.
Jalan panjang masih harus dilalui oleh bangsa dan negara ini untuk keluar dari berbagai macam krisis yang timbul sebagai akibat Covid-19. Tidak ada jalan lain kecuali kita memperkuat ikatan persatuan dan menghindari perpecahan. Dan dalam hal ini negaralah yang berdiri paling depan “mempersaudarakan segenap elemen bangsa“ sesuai dengan pesan pembukaan UUD “melindungi segenap bangsa “.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial-Politik. Tinggal di Jakarta.