Antaboga, Wisata Religi Cermin Keberagaman di Banyuwangi
Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi ada sebuah destinasi wisata religi. Namanya Antaboga. Tempat wisata ini terdapat simbol keberagaman agama yang mencerminkan pluralisme di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini. Tempat ini menggambarkan keberagaman yang ada di Indonesia.
Destinasi yang berada di dalam hutan milik Perhutani ini terdapat bermacam-macam tempat beribadah. Mulai tempat ibadah Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu serta Budha dan juga Konghuchu. Semuanya berada satu kompleks di lahan seluas tiga hektare.
Di tempat ini terdapat pura, musala, Patung Dewi Kwan Im, patung Yesus dan Bunda Maria sebagai simbol umat Kristen dan Katolik. Terdapat juga beberapa simbol lain yang berdiri di area Antaboga. Di mana, hal tersebut sangat kental dengan Nusantara yang terdiri dari berbagai agama, suku, ras dan budaya.
Di tempat ini juga terdapat patung Nyai Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan) yang merupakan sosok kepercayaan Kejawen (Jawa). Antaboga menjadi sebuah destinasi wisata yang mencerminkan pluralisme di Banyuwangi. Di Antaboga, pengunjung juga bisa menjumpai miniatur NKRI.
“Seperti Pancasila, kita membangun Antaboga dengan tujuan persatuan tanpa ada perbedaan," jelas oemangku sekaligus pemandu Antaboga, Wagimin, 60 tahun, beberapa waktu lalu.
Pria yang akrab dipanggil Gimin ini, menjelaskan, selain simbol agama, terdapat tiga sendang (kolam) di Antaboga. Sendang pertama, bernama Sendang Dewi Gangga yang berarti penyucian. Kedua, sendang Dewi Uma yang berarti peleburan, dan yang sedang ketiga adalah sendang Bedawang Nale, yang berarti permohonan.
Ketiga sendang tersebut bersumber langsung dari air pegunungan lereng gunung Raung yang mereka sebut Tri Murti. Ketiga Sendang ini lokasinya saling berdekatan satu dengan lainnya. "Sesuai dengan maknanya, yakni kebahagiaan. Saat melihat perbedaan yang menjadi satu kesatuan, itu membuat bahagia," katanya.
Tidak seperti tempat wisata lainnya, untuk masuk ke Antaboga tidak dikenakan tiket. Jika berkenan, para pengunjung bisa memberikan donasi untuk perawatan tempat ibadah. Bila tidak pengunjung tidak berkenan, tidak ada paksaan untuk menyumbang. “Banyak wisatawan yang berkunjung ke sini, baik wisatawan lokal dan luar daerah, hingga wisatawan dari luar negeri,” katanya.
Advertisement