Anies Jabarkan Konsep Indonesia Adil Makmur untuk Semua
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menguji calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024 pada acara Sarasehan DPD RI Bersama Calon Presiden 2024.
Pada acara yang mengambil tema 'Menatap Kemajuan Daerah dan Sistem Ketatanegaraan' itu, DPD RI menguji para capres dengan delapan pertanyaan penting, yang merupakan isu fundamental kebangsaan.
Hadir pada kesempatan pertama Capres nomor urut 01, Anies Rasyid Baswedan. Dalam paparannya, Anies mengulas visi misi yang diusungnya, yakni Indonesia Adil Makmur untuk Semua. Saat ini, kata Anies, kita menyaksikan dalam perjalanan republik ini, terjadi ketidaksetaraan pembangunan.
"Ada daerah yang kemajuannya amat pesat dan ada daerah yang kemajuannya lambat dan tertinggal. Karena itu, misi kami adalah Indonesia adil makmur untuk semua," kata Anies saat menyampaikan visi misinya di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen Senayan, Jumat 2 Februari 2024.
Dikatakannya, ketika berbicara keadilan dan kesetaraan, maka ia mencoba untuk mengulas hal tersebut sebagaimana disampaikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti tentang asal-usul mengapa Republik ini didirikan.
"Ketika didirikan, kalimat yang digunakan adalah 'dengan rahmat Allah, Tuhan Yang Maha Esa', karena kita bangsa yang berketuhanan sebagaimana Sila Pertama Pancasila, dan berujung di Sila Kelima sebagai tujuannya, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," ujar Anies.
Berangkat dari hal tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan jika ketidakadilan dan ketidaksetaraan menjadi prioritas utama yang harus diselesaikan. Ia mengambil contoh, pada tahun 2022, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Pulau Jawa dan Sumatera adalah 74. Sedangkan luar Pulau Jawa dan Sumatera IPM 69.
"Ada selisih lima poin jika dibandingkan dengan sepuluh tahun sebelumnya, di mana IPM di Pulau Jawa dan Sumatera 69. Ini bukan sekadar angka. Tapi mari kita lihat sepuluh tahunnya. Untuk mengejar ketertinggalan dibutuhkan effort yang luar biasa. Harus ada langkah ekstra," tutur Anies.
Anies menegaskan, jika ia menginginkan agar anak Indonesia yang dilahirkan di mana saja harus bisa mendapat kesempatan yang sama untuk bisa meraih masa depan yang baik. "Itu artinya, fasilitas pendukungnya juga harus baik," tegasnya.
Usai memaparkan visi misinya, Anies kemudian ditanya tentang komitmen terhadap delapan persoalan fundamental kebangsaan. Komite I bertanya tentang Otonomi Daerah, dilanjutkan oleh Komite II yang bertanya tentang Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan.
Berikutnya adalah Komite III yang berbicara tentang Kesejahteraan Sosial dan Komite IV yang bertanya tentang Fiskal Daerah dan Ketua Kelompok DPD di MPR tentang Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi Lainnya.
Sedangkan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bertanya tentang Azas dan Sistem Bernegara Pancasila, Wakil Ketua I DPD RI, Nono Sampono tentang Kepulauan dan Maritim dan Wakil Ketua II DPD RI, Mahyudin tentang Keadilan Fiskal antara Pusat dan Daerah.
Menjawab pertanyaan Komite I, Anies menjelaskan semua itu berangkat dari tujuan kita melakukan desentralisasi yang dimulai pada tahun 1999. Saat itu, kata dia, Indonesia berada pada situasi unik, di mana sentralisasi terjadi dengan dengan kuat.
"Kemudian kita melakukan demokratisasi. Tak banyak negara di dunia yang melakukan demokratisasi di pusat dan pada saat bersamaan devolusi di daerah. Sebab, kapasitas pusat tidak memungkinkan melakukan delivery ke tingkat lokal ketika masih terpusat," ujar dia.
Tujuannya, kata Anies, agar pelayanan lebih cepat, pun halnya dengan aspirasi yang cepat terserap. Jarak antara rakyat dan pengelola anggaran menjadi lebih dekat.
Di sisi lain, Anies melihat soal Daerah Otonomi Baru (DOB) berdasarkan dua hal. Apabila landasannya teknokratik, maka hal itu layak untuk dikembangkan. "Tetapi bila landasannya adalah karena konstelasi politik elite lokal yang tidak bisa dipersatukan, maka DOB tak layak untuk dikembangkan," papar Anies.
Menjawab pertanyaan Komite II, Anies menyebut pentingnya kita menjalankan amanat konstitusi. "Rujukannya itu. Prinsip pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia berbeda dengan negara lain, di mana korporasi harus menaati konstitusi. Tapi yang terjadi, kebijakan dibuat agar korporasi mau bekerja di sini," ujarnya.
Oleh karenanya, Anies menilai pengelolaan Sumber Daya Alam harus dikembalikan kepada prinsip konstitusi.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Komite III, Anies menyebut jika daerah harus didukung pusat. Harus ada komitmen untuk memajukan kesejahteraan rakyat secara bersama-sama.
"Kami berencana membuat target capaian kesejahteraan rakyat dan itu didorong bersama supaya kita bisa memastikan delivery dengan baik. Sehingga, pemerintah pusat memiliki instrumen transfer daerah terkait capaian ini. Ini yang kami pandang penting yaitu dana otsus dan lain-lain," ujar Anies.
Menjawab pertanyaan Komite III, Anies menyebut harus dikomunikasikan dan harus ada keseriusan antara pusat dan daerah. "Ini persoalan strategis untuk menjaga keutuhan Republik ini. Peristiwa Balkan itu yang kita ingat adalah konfliknya. Yang kita lupakan terjadi disparitas antar wilayah dalam waktu berkelanjutan dan didiamkan," ujarnya.
Untuk itu, Anies menilai harus ada kajian terhadap empat hal mengenai apa yang harus dihentikan, dilanjutkan, diubah dan direncanakan ke depannya.
Menjawab pertanyaan Kelompok DPD di MPR, Anies menjelaskan soal transisi energi. "Kita hanya memikirkan bagaimana pembangunan dan investasi terjadi, tapi tak dipikirkan bagaimana ujungnya," katanya. Padahal, akhir dari investasi itu adalah yang paling penting.
"Ini tak boleh terjadi dalam hal transisi energi. Kalau kita membangun rencana, maka harus kita pikirkan akhirnya," saran Anies.
Sementara itu, Ketua DPD RI bertanya tentang tanggapan Anies terhadap kajian akademik DPD RI mengenai wacana kembali kepada UUD 1945 naskah asli dan proposal kenegaraan DPD RI.
"Kami ingin tahu kajian dan pandangan Saudara terhadap kelima Proposal Kenegaraan DPD RI, terutama dalam konteks untuk memastikan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia sesuai Pancasila," tanya LaNyalla kepada Anies.
Mendapati pertanyaan itu, Anies menjawab bahwa diperlukan ruang dialog yang lengkap dan melibatkan seluruh stakeholder bangsa. "Kami melihat keputusan besar yang ada dampaknya dalam kehidupan bernegara, jangan sampai diputuskan dalam tempo sesingkatnya, lalu diperdebatkan tanpa ada ujungnya. Maka harus dikaji secara komprehensif. Itu juga kritik kami terhadap IKN," jelas Anies.
Anies mengatakan, di dunia ini ada 560 definisi demokrasi. Demokrasi yang kita bayangkan bisa saja berbeda dalam pandangan orang atau kelompok lainnya.
"Ketika kita merumuskan sistem demokrasi, maka kita perlu melibatkan banyak unsur dan perlu waktu cukup untuk membahasnya. Sehingga, hasil yang nanti dirumuskan, sebagaimana yang diinginkan Ketua DPD RI itu sudah matang. Kami melihat esensinya harus berorientasi pada penuntasan janji kemerdekaan, amanat konstitusi dan sejalan dengan penuntasan PR kesejahteraan rakyat," jabar Anies.
Ia meminta agar wacana yang digulirkan DPD RI untuk diberikan ruang perdebatan yang cukup agar keputusannya tidak elitis dan mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat.
Menjawab pertanyaan Wakil Ketua I DPD RI, Anies menyebut akan membangun kepulauan dengan konsep kepulauan. "Antara daratan dan kepulauan, tentu harus ada perlakuan berbeda. Negara harus berani berinvestasi terhadap hal itu. Sebab, negara tidak berdagang dengan rakyat. Tidak ada untung rugi antara negara-rakyat.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Wakil Ketua II DPD RI, Anies menyebut kita harus memperbaiki dari akarnya. "Gejalanya yang atmpak, mana anggaran beban daerah dan mana beban pusat. Itulah pentingnya agar kita mengoreksi kembali postur anggaran dan programnya," demikian Anies.