Anies dan Usaha Memastikan Hadirnya Keadilan
Oleh: Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research-IDR)
KEADILAN adalah buah dari kesadaran akan pentingnya masa depan. Kita sebagai bangsa yang merdeka, menyadari sepenuhnya bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, untuk itu kemerdekaan membutuhkan keadilan. Mengapa? Agar hak-hak warga negara dapat diberikan secara adil kepada seluruh warganya. Dalam banyak pidato politik dan kebangsaannya, Anies Baswedan selaku Kandidat Presiden 2024 kerap menyebut Keadilan itu memang bukan hanya perkara distribusi yang merata, namun juga persoalan proporsi yang pantas diberikan berdasarkan kualitas usaha setiap warga negara.
Keadilan bukan melulu problem kekuasaan yang buta dan tuli, namun juga masalah rakyat yang berpikiran pendek. Rakyat yang berpikir pendek sebagaimana yang terjadi pada dua pemilu (2014 dan 2019) yang mengenaskan kita sebagai bangsa itu, dipenuhi dengan sikap dan pikiran yang penuh kebohongan, dilakukan oleh justru lembaga negara yang seharusnya menjamin tegaknya kebenaran yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Diakui atau tidak, dua lembaga itu telah ikut melumat rasa keadilan dan akal sehat kita sebagai bangsa.
Mari kita lihat misalnya; bagaimana mungkin akal sehat kita tidak terganggu ketika melihat kotak suara pemilu terbuat dari kardus yang digembok dengan kunci terbuat dari besi. Bagaimana jika kardus itu dijebol oleh orang-orang yang berkepentingan mencuri suara?
Bagaimana jika kotak suara itu disobek dan isinya diobrak-abrik demi kemenangan calon tertentu? Lalu siapa yang bisa menjamin keadilan itu bersemayam dalam kotak-kotak suara kardus itu kisanak? Apakah kotak-kotak kardus itu masuk akal, ketika kita ajak berbicara soal keadilan dalam pemilu? Wallahu, a'lam!!!
Suara Pemilu
Perkara kotak suara pemilu itu memang terlihat sepele, namun sangat menentukan kemenangan seorang kandidat. Apakah dia bernasib mujur atau justru sial. Sayangnya, perkara kotak suara itu akhir-akhir ini belum banyak dibahas, atau bahkan isunya sengaja ditenggelamkan sang rezim.
Oleh karena itu, sejalan dengan usaha memastikan hadirnya keadilan, menjadi kewajiban KPU untuk bersikap lurus, jujur, adil, dan tidak mudah diintervensi oleh kelompok yang berusaha merusak praktik demokrasi kita.
Perkara lain dalam usaha menghadirkan keadilan itu adalah peran dan posisi Mahkamah Konstitusi. Bagaimana mungkin Mahkamah Konstitusi itu kita biarkan bertindak miring sebelah, ketika mengeluarkan keputusannya terkait siapa yang harus dimenangkan. Lalu, akal sehatpun memprotes keadaan yang tidak senonoh itu. Namun kita dihadapkan pada fakta, bahwa kekuasaan rezim ini ternyata lebih 'hebat' dari akal sehat dan nurani kemanusiaan yang polos. Politik ternyata membutuhkan kecerdikan dan tipu daya; bukan kepolosan belaka.
Keadilan VS Kedholiman
Dalam banyak diskursus politik, perkara keadilan selalu beriringan dengan kedholiman. Dua kata berlawanan makna itu kerapkali bertempur dengan sangat sengit dalam dunia politik, yang dipersempit maknanya hanya sebatas cara meraih kekuasaan.
Kedholiman terkadang lebih mendominasi permainan politik. Tengoklah, akhir-akhir ini; bagaimana rezim ini menekan kelompok-kelompok yang tidak disukai dengan cara-cara yang sangat tidak beradab. Bahkan mereka berani menabrak aturan dan nilai-nilai dasar dalam Konstitusi kita sebagai bangsa.
Memastikan Hadirnya Keadilan
Perjuangan menuju keadilan sosial memang bukan urusan individual seorang pemimpin. Ia harus menjadi urusan semua anak bangsa. Hal itu penting kita tegaskan agar masalah keadilan merupakan masalah keummatan, kebangsaan dan kenegaraan kita yang luas, besar dan berkelanjutan. Sebab masalah keadilan itu tidak bolehbhanya bersifat temporal dalam patahan sejarah tertentu, namun mesti diperjuangkan secara estafet.
Konsep dan rasa, serta volume keadilan itu tidak boleh hanya merupakan konsep individual. Namun lebih jauh dari itu harus menjadi platform bersama seluruh bangsa. Jika tergantung individu seorang pemimpin, maka kekuatan pendorong tegaknya keadilan itu akan rendah, dan tidak memiliki signifikansinya dalam masyarakat.
Keadilan harus menjadi kewajiban bersama anggota masyarakat, dengan demikian, keadilan itu akan terus hidup dan dibutuhkan oleh masyarakat secara kolektif. Dalam konteks keinginan tersebut maka Anies Baswedan tidak boleh dibiarkan bergerak sendiri mendorong 'Perahu Politik Keadilan' itu dalam lorong-lorong gelap nan senyap. Sebab akan banyak gerombolan yang datang untuk merusak stamina perjuangan menjaga dan memelihara, "api keadilan" itu dalam negara.