Angkot Makin Tersingkir
Surabaya - Salah satu moda transportasi dalam kota Surabaya yang biasa disebut angkot, satu demi satu mulai tersingkir. Semua lyn sepi penumpang. Nasib buruk angkot ini tidak hanya dialami angkot yang ada di Surabaya, tapi di kota-kota lainpun angkot dan angkudes (angkutan pedesaan) mengalami nasib yang sama. Termasuk angkota yang beroperasi di Ibuko
Di Surabaya, beberapa lyn malah mati, seperti lyn GS yang menjalani trayek Sidorame – Rungkut YKP, serta lyn T dari Pacuan Kuda – Kenjeran, Kalaupun masih ada angkot yang menelusuri jalurnya, penumpangnya tak lebih dari 4 orang atau malah satu orang. Beberapa lyn lain yang mati atau nyaris mati antara lain UBK (jalur Kedung Baruk – Kenjeran), KIP (Karang Menjangan – Kutisari), UPB (Kedung Baruk – Bratang) dan UHN (Bratang – Kenjeran).
Masa kejayaan angkot memang sudah berlalu. Dengan membanjirkan kendaraan roda dua dan roda empat kreditan yang bisa diperoleh dengan amat mudah dan murah, maka masyarakat yang dahulu naik angkot sekarang kemanapun pergi bisa melenggang di atas kendaraannya sendiri. Di jalanan tak nampak lagi ada angkot yang penuh dengan penumpang.
Sukri, pengemudi angkot lyn WB (Bulak Cumpat – Bratang) juga mengeluhkan sepinya penumpang. “Dulu setoran saya Rp 90 ribu/hari, sekarang turun jadi Rp 30 ribu/hari tetap sulit dapatnya. Bensin habis Rp 130 ribu, jadi total paling sedikit saya harus dapat Rp 200 ribu bisa bawa pulang paling tidak Rp 25 ribu. Ini kerja apa,” kata Sukri. Dahulu lyn WB punya 130 armada, sekarang yang beroperasi paling banyak 30 unit, tambahnya.
Beda dengan Sulkan, pengemudi lyn KIP yang memiliki jalur Karang Menjangan – Kutisari. Di jalur ini sudah tidak ada penumpang. “Jadi kalau malam hari di atas jam delapan saya pakai cari penumpang dari Joyoboyo – Jembatan Merah. Dapat Rp 10 ribu ya dibagi sama juragan. Dapat Rp 25 ribu saya ambil Rp 15 ribu, sisanya buat setoran. Dari pada nganggur di rumah,” katanya.
Dahulu sekitar tahun sembilan puluhan, kota Surabaya sempat dibuat kewalahan oleh angkot yang jumlahnya luar biasa dan berjalan semaunya. Saling menyalip, berhenti seenaknya, saling berrebut jalur baru, yang semuanya menimbulkan kemacetan. Tapi sekarang karena jumlahnya sedikit, maka tidak ada lagi angkot yang membuat masyarakat dan pemerintah kota jadi kewalahan. Yang menimbulkan persoalan sekarang justru kendaraan-kendaraan milik pribadi, baik roda dua maupun roda empat. (wsn)