Angka Kematian Bayi dan Ibu di Probolinggo Tinggi
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Probolinggo masih tinggi. Selama 2018 misalnya, AKB di Kabupaten Probolinggo mencapai 242 kasus sementara AKI mencapai 12 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, dr Anang Budi Yoelijanto menjelaskan, selama 2018 lalu AKI di Kabupaten Probolinggo mencapai 12 kematian atau 64,95 per 100.000 kelahiran hidup (KH). Sementara AKB di tahun yang sama, mencapai 13,10/1000 KH atau setara 242 bayi yang mati.
“Kasus AKI tertinggi di Kabupaten Probolinggo berada di wilayah Puskesmas Paiton,” ujarnya, Rabu, 30 Januari 2019. Kasus AKI banyak dialami oleh wanita usia produktif 20-35 tahun dan banyak terjadi pada waktu masa nifas.
Sementara kasus AKB terbanyak di wilayah Puskesmas Sumberasih. Penyebab kematian bayi tersebut di antaranya karena kecacatan 76 kasus, Berat Badan Bayi Rendah (BBLR) 72 kasus, infeksi 43 kasus.
Penyebab lain adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen (O2) ke jaringan tubuh (afiksasi). Penyebabnya bisa gangguan fungsi paru-paru, pembuluh darah, atau jaringan tubuh. Terdapat 22 kasus afiksia yang memicu kematian bayi di Kabupaten Probolinggo.
Masuknya benda ke saluran pernapasan (aspirasi) juga menjadi pemicu kematian bayi. Dinkes mencatat, sepanjang 2018 terdapat 12 kasus kematian bayi akibat aspirasi.
Termasuk penyumbatan usus (ileus) memicu kematian bayi sebanyak 6 kasus. “Masih ditambah kasus lainnya sebanyak 11 kasus,” kata dr Anang.
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari mengingatkan, penanganan kasus kematian ibu dan bayi, tidak hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) sebagai ujung tombak. Semua pihak diminta bekerja bersama-sama mengatakasi AKB dan AKI.
“Program Gemasiba atau Gerakan Selamatkan Ibu dan Sehatkan Anak untuk menurunkan AKI dan AKB harus digelorakan lagi,” kata bupati.
Tantri menambahkan, terkait dengan segala sarana dan prasarananya untuk menekan AKI dan AKB nantinya bisa dialokasikan melalui Dana Desa (DD). Merujuk Undang-Undang Desa, kepala desa diminta menyisihkan sebagian anggaran untuk pembangunan kesehatan.
Masih terkait upaya menekan AKI dan AKB, peran rumah sakit, Dinkes, puskesmas, dokter spesialis, Ikatan Dokter Indonesia (ID) serta Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dinilai sangat besar. “Kami juga ingin komitmen kata bupati.
Bupati meminta agar kepala puskesmas bertanggung jawab per wilayah tugasnya. “Evaluasi itu harus terus dilakukan termasuk bidan desanya. Artinya dari seluruh proses pembangunan kesehatan saya ingin mendisiplinkan seluruhnya,” ujarnya. (isa)
Advertisement