Angka Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Naik, DPRD Surabaya Harap DP3APPKB Aktif Jemput Bola
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Imam Syafii mengatakan, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Surabaya setiap tahunnya mengalami peningkatan dan harus dikontrol.
Berdasarkan data yang dihimpun, menyebutkan bahwa pada tahun 2024, tercatat kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan korban anak berjumlah 49 anak, sementara korban perempuan dewasa berjumlah 45 orang.
Berdasarkan data sejak tahun 2019 hingga 2023, jumlah kasus kekerasan berturut-turut tercatat sebanyak 10, 13, 34, 75, dan 103 kasus. Namun, pada tahun 2023 jumlah rumah tangga tercatat paling rendah pada tahun 2023, yakni 600 ribu rumah tangga, bila dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 900 ribu rumah tangga.
"Kami sudah rapat dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB), menurut data ternyata jumlah angka kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat secara fluktuatif," tutur Imam di kawasan Balai Pemuda, Sabtu 9 November 2024.
Imam menegaskan, Surabaya yang memperoleh predikat kota layak anak nasional dari pemerintah pusat maupun tingkat dunia dari UNICEF sudah seharusnya dapat menjaga warganya, terutama anak dan perempuan dari tindak kekerasan.
Sebab, lanjut Imam, data kekerasan terhadap perempuan dan anak itu hanya sebagian kecil yang dapat dideteksi, masih banyak warga yang tidak berani untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya sehingga tidak dapat diketahui oleh DP3APPKB.
"Itu jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang terdata, karena itu untuk mengurangi angka kekerasan tersebut, DP3APPKB harus aktif turun ke bawah, jangan cuma menunggu laporan dari hotline, jangan cuma ketika ada kasus mendampinginya itu hanya sebatas formalitas saja," tegasnya.
Menurut politikus NasDem tersebut, Pemkot Surabaya dapat lebih serius dalam melakukan pendampingan terhadap para korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Imam menyebut pendampingan tersebut masih dilakukan secara setengah-setengah dan tidak ikut mengawal sampai kasus itu tuntas. Padahal perlindungan terhadap anak dan perempuan sudah diatur secara jelas di dalam undang-undang.
"Misalnya, anak kan bisa jadi korban, anak jadi pelaku ,dan anak bisa jadi saksi ya, itu perlindungannya mulai dari tingkat penyelidikan sampai setelah putusan, kami harap kemudian anak tersebut dapat dibimbing bahkan ketika keluar dari tahanan," pungkasnya.