Anggota Komisi X: Putusan MK Kampanye di Sekolah Kurang Bijaksana
Anggota Komisi X DPR RI dapil Jember Lumajang, H. Muhamad Nur Purnamasidi menyatakan kurang setuju atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan kampanye di sekolah. Pria yang akrab dipanggil Bang Pur itu menilai kampanye di Lembaga Pendidikan hanya akan mengganggu kondusifitas dunia Pendidikan.
“Secara pribadi kurang setuju kalau kemudian MK memutuskan kampanye bisa dilakukan di Lembaga Pendidikan. Karena bisa mengganggu kondisifias dunia Pendidikan,” kata Bang Pur, dikonfirmasi di Hotel Dafam Fortuna Jember, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Sejauh ini, Bang Pur mengatakan belum mengetahui tentang juklak dan juknis kampanye di Lembaga Pendidikan tersebut. Sejauh ini, Kemendikbud sedang menyusun juklak dan juknis tersebut.
Dalam penerapannya nanti, Bang Pur melalui Komisi X DPR RI hanya bisa mendorong adanya pembatasan. Pembatasan tersebut salah satunya pembatasan tema.
Tema kampanye yang dibawa ke Lembaga Pendidikan harus sejalan dengan visi dan misi Pendidikan. Salah satunya membentuk insan Pancasila dan sikap toleransi.
Tema juga harus dibatasi, hanya hal-hal yang berkaitan dengan lingkup isu Pendidikan politik nilai. Peserta didik tidak boleh disuguhi kampanye yang berbau politik praktis.
“Jangan sampai membawa siswa terjebak di politik praktis. Siswa cukup diberikan Pendidikan politik nilai saja,” tambahnya.
Selain tema, kampanye di lembaga pendidikan juga tidak diperbolehkan membawa dan menampilkan atribut politik. Segala simbol partai dan atribut politik lainnya harus dilepaskan saat kampanye di lembaga Pendidikan.
Selanjutnya, hal yang harus menjadi perhatian, kampanye tersebut baru bisa dilakukan jika mendapatkan izin dari penanggung jawab Lembaga Pendidikan tersebut. Atau kampanye itu dilakukan atas undangan dari lembaga pendidikan tersebut.
“Ini suatu keputusan yang kurang bijaksana. Karena itu, selain harus ada pembatasan tema juga harus dipastikan ada konfirmasi dari lembaga Pendidikan,” pungkasnya.
Sebelumnya, MK memutuskan merevisi Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017. Putusan tersebut dilakukan MK saat mengabulkan gugatan warga bernama Ong Yenni dan Handrey Mantiri.
Bunyi pasal sebelum revisi melarang kampanye pemilu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan.
Setelah putusan MK, bunyi pasal tersebut berubah. Kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat Pendidikan sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.