Ancaman Nyata Persatuan Nasional, PBNU: Ketimpangan Ekonomi
Palangkaraya: Nahdlatul Ulama (NU) melihat persoalan ketimpangan telah menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan nasional. Kekayaan dimonopoli segelintir orang yang menguasai lahan, jumlah simpanan uang di bank, saham perusahaan, dan obligasi pemerintah.
World Bank pada 2015, kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, menyebut Indonesia adalah negara ranking ketiga tertimpang setelah Rusia dan Thailand, dengan gini rasio mencapai 0,39 dan indeks gini penguasaan tanah mencapai 0,46. 1 persen orang terkaya menguasai 50,3 persen kekayaan nasional, 0,1 persen pemilik rekening menguasai 55,7 persen simpanan uang di bank. Sekitar 16 juta hektar tanah dikuasai 2000-an perusahaan perkebunan, 5,1 juta hektar di antaranya dikuasai 25 perusahaan sawit.
"Di sisi lain, 15,57 juta petani tidak punya lahan. Jumlah petani susut dari 31 juta keluarga tani menjadi 26 juta, dua pertiganya adalah petani gurem yang terpuruk karena penyusutan lahan dan hancurnya infrastruktur pertanian," ujar Kiai Said Aqil Siroj.
Demikian disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan hal itu terkait dengan latar belakang penyelenggaraan diskusi "Kesenjangan Sosial dan Penguatan Ekonomi Warga" yang digelar di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Ahad (8/10/2017).
Menurutnya, meningkatnya ketimpangan akan mengancam sendi-sendi kebangsaan karena di luar faktor paham keagamaan, ketimpangan ekonomi adalah lahan subur berseminya ekstremisme dan radikalisme. NU mendorong Pemerintah berjihad mengatasi ketimpangan dengan menggalakkan pembangunan inklusif yang berorientasi memajukan kesejahteraan umum dan kemakmuran sebesar-besar rakyat Indonesia.
"Bukan hanya sekadar kesejahteraan segelintir orang atau kelompok saja," katanya.
Kegiatan Pra-Munas dan Konbes NU di Palangka Raya hari ini akan mempertajam tema Munas dan Konbes dalam dua sesi seminar yang digelar pagi hingga sore.
Hadir dalam kesempatan ini Rais 'Aam PBNU KH Ma'ruf Amin, Wakil Rais 'Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Wakil Gubernur Kalteng Habib Said Said Ismail.
Dipusatkan di Tiga Zona
Dalam catatan ngopibareng.id, perhelatan akbar Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) yang bakal di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 23-25 November mendatang, diawali dengan serangkaian diskusi di tiga zona.
Zona tersebut antara lain Indonesia tengah yang dipusatkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah; Indonesia timur di Manado, Sulawesi Utara; dan Indonesia barat di Bandar Lampung, Lampung.
Menurut Sekretaris Panitia, Ulil Hadrawi, diskusi Pra-Munas dan Konbes NU berikutnya akan berlangsung di Manado, 27 Oktober. Forum tersebut bakal fokus pada isu kebinekaan dan perdamaian. "Pembicaranya akan datang dari para pakar dan lintas agama," katanya.
Sementara itu, diskusi tentang penguatan organisasi menjelang satu abad NU akan menjadi pamungkas dari rangkaian diskusi Pra-Munas dan Konbes NU yang melibatkan PCNU dan PWNU dari berbagai daerah. Diskusi yang dijadwalkan pada 4 November ini diselenggarakan di Bandar Lampung.
Panitia berharap, butir-butir pikiran yang berkembang di seminar Pra-Munas dan Konbes NU menjadi bahan penting materi rekomendasi NU kepada Pemerintah agar fokus mengatasi berbagai permasalahan di republik ini, yang akan dirumuskan di Munas dan Konbes 2017 di NTB.
Rencananya Munas-Konbes NU akan dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo. Forum tertinggi NU setelah Muktamar ini akan dipusatkan di sedikitnya lima pesantren dengan mengusung tema "Memperkokoh Nilai Kebangsaan melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga". (adi)