Ancaman Megathrust, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Kementerian Sosial (Kemensos) tengah melakukan sosialisasi ke warga terkait ancaman bencana gempa Megatrust, khususnya di wilayah selatan Jawa Timur. Dalam sosialisasi itu, Kemensos juga memberikan pelatihan dan pembentukan Kampung Siaga Bencana (KSB).
Setelah sukses membentuk KSB berbasis kawasan di kabupaten Banyuwangi, selanjutnya dilakukan sosialisasi, pelatihan dan pembentukan KSB dan peningkatan kapasitas Tagana Muda.
“Mereka akan diperkenalkan pada peran dan fungsinya sebagai relawan KSB yang nanti akan terbagi dalam beberapa tIm yakni tIm Posko, Gardu sosial, Dapur Umun, Shelter, Evakuasi, TIm reaksi cepat (TRC), dan Logistik (lumbung sosial) ” kata Fasilitator dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur Twi Adi, Jumat 19 Maret 2021.
Sementara instruktur dari Kemensos, Adoxz Hermawan mengatakan bahwa dalam kegiatan ini peserta harus disamakan pola pikirnya. “Mereka harus disamakan dulu mindset-nya bahwa setelah ini mereka akan jadi relawan kebencanaan dengan nama Kampung Siaga Bencana,” jelas dia.
Selama tiga hari, lanjutnya mereka diberikan pemahaman sosialisasi dan pelatihan dengan tujuan membentuk mereka menjadi tenaga relawan yang siap segala sesuatunya sebagai relawan dalam penanganan bencana baik pada pra saat dan pasca bencana.
Peserta juga diberikan materi terkait kebijakan Kemensos dalam rangka pengurangan resiko bencana yang disampaikan oleh Pekerja Sosial Madya Kementerian Sosial Edy Suwarna.
"KSB yang dibentuk dengan nama Jangkar Grindulu yang diambil dari nama sebuah sungai terbesar di Pacitan yang keanggotaannya melibatkan dua desa yakni desa kembang dan desa sernoboyo kecamatan Pacitan kabupaten Pacitan Jawa timur," jelasnya.
Berbagai materi kebijakan penanganan bencana disampaikan oleh Kasubdit Kesiaosiagaan dan Mitigasi Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Iyan Kusmadiana melalui Zoom meeting. Materi juga disampaikan dari Kementerian Lembaga terkait seperti Kementerian PUPR, BNPB, dan Kemendes.
Acara tersebut dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, diakhiri dengan memperingati HUT Tagana yang ke-17 di di Pantai Pancer Door, Pacitan, Jawa Timur, Sabtu 20 Maret 2021.
Kabid Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menjelaska bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum tepat dalam memahami gempa Megathrust.
Menurut Daryono, masih banyak orang yang memahami gempa megathrust sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat.
"Pemahaman seperti ini tentu saja kurang tepat," ujar Daryono secara tertulis.
Menurut Daryono, zona Megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stres) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," katanya.
Jalur subduksi lempeng, umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng. Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai 'patahan naik yang besar'. "Yang kini populer disebut sebagai zona Megathrust," ujarnya.
Daryono menekankan bahwa zona Megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
"Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba; subduksi Banda; subduksi Lempeng Laut Maluku; subduksi Sulawesi; subduksi Lempeng Laut Filipina; dan subduksi Utara Papua," tuturnya.