Ancaman Hujan Lebat, Ini Doa Penangkal Almarhum Kiai Machrus Ali
Suasana sore itu masih terbayang sampai sekarang. Padahal peristiwanya sudah puluhan tahun lalu. Di tahun 1970-an.
Saat itu, saya masih remaja kecil. Di desa pedalaman kota Blitar. Namun, peristiwa politik sudah menjadi daya tarik yang luar biasa.
Setiap ada kampanye pemilu, seringkali saya datang menyaksikannya. Termasuk kampanye PPP dengan juru kampanye utama pimpinan Ponpes Lirboyo Kediri KH Machrus Ali yang kini sudah tiada.
Kampanye partai berlambang Kakbah itu berlangsung di lapangan Karangsari Blitar. Kampung yang tak jauh dari pusat kota tempat Bung Karno dimakamkan.
Kampanye pemilu jaman itu tak pakai panggung tertutup. Hanya menggunakan podium di atas panggung terbuka. PPP selalu menurunkan kiai kharismatis dalam kampanye akbarnya.
Nah, menjelang kampanye di mulai, di atas lapangan mendung hitam menggelayut. Tanda hujan lebat akan turun. Kilatan petir juga sudah berkelebatan.
Suasana itu membuat hati ini miris. Padahal ribuan massa sudah siap mendengarkan petuah-petuah kiai yang sangat ditunggu-tunggu. Sambil khawatir kampanye batal karena hujan deras.
Namun, keadaan itu tak menyurutkan kiai untuk tampil di atas panggung. Demikian juga massa yang tengah memenuhi lapangan. Beberapa bahkan telah menyiapkan payung jika hujan benar-benar turun.
Begitu di atas panggung, Kiai Machrus Ali yang selalu bersorban itu tak langsung berpidato. Ia mengajak massa untuk mengamini doanya. Sambil menengadahkan tangannya ke atas.
Apa doa yang dibaca? Lamat-lamat saya hanya ingat beberapa kata yang dibacanya:
اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْن (Allāhumma hawālainā wa lā ‘alainā).
Hanya itu yang saya ingat sampai sekarang.
Setelah membaca doa yang diamini ribuan massa, Kiai Machrus Ali baru mulai berpidato politik. Dengan penuh kharisma. Juga dengan retorika yang luar biasa.
Usai membaca doa, awan gelap yang menggelayut di atas lapangan lambat laun menyingkir dan hilang. Sehingga kampanye politik itu berlangsung lancar sampai selesai.
Ternyata doa yang dibaca Kiai Machrus Ali itu seperti doa yang dibaca Nabi Muhammad SAW. Seperti diriwayatkan Imam Buchori yang dinukil Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam Kitab Al-Wabilus Shayyib minal Kalimit Thayyib, (Kairo, Darud Diyan lit Turats: 1987 M/1408 H), halaman 176.
Nabi membaca doa tersebut dalam khotbah Jumat setelah mendapat laporan sahabat tentang hujan selama 6 hari di daerahnya. Akibat hujan tersebut, masyarakat kehilangan harta benda. Fasilitas jalan pun rusak karenanya.
Bunyi lengkap doa Nabi itu sebagai berikut:
اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا ,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
(Allāhumma hawālainā wa lā ‘alainā. Allāhumma ‘alal ākāmi wal jibāli, waz zhirābi, wa buthūnil awdiyati, wa manābitis syajari).
"Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami (memberkahi), bukan di atas kami (memudharatkan). Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuh pohon.”
Tampaknya doa ini relevan saat kita memasuki musim hujan. Tentu juga perlu disertai upaya mengatasinya dengan ikhtiar lahir. Misalnya, memperbaiki saluran air, normalisasi sungai, dan selalu sedia payung dan jas hujan setiap saat.