Ancaman Banjir Rob, Petani Tambak Sidoarjo Berharap Bantuan Pemerintah
Persoalan banjir rob (banjir luapan air laut) menjadi momok menakutkan bagi para petani tambak, termasuk di Kabupaten Sidoarjo. Fenomena ini seringkali terjadi setiap tahun dan setiap bulan, sehingga menyebabkan kerugian petani tambak jika tidak segera diatasi.
Sokib, petani tambak Warga Desa Kalanganyar, Kecamatan Sedati, Sidoarjo menjelaskan, ada dua musim yang mempengaruhi terjadinya terjangan air rob. Yaitu siklus gerhana bulan yang terjadi setiap tahun, dan siklus bulan purnama yang terjadi setiap bulan.
"Antisipasi terjangan rob dalam waktu dekat di tanggal 22 sampai 23 Juli besok ini. Kalau bulan purnama ada beberapa kali, kalau gerhana bulan sekali dalam setahun,” ucap Sokib kepada Ngopibareng.id, Sabtu 20 Juli 2024.
Sokib melanjutkan, dampak yang terjadi akibat serangan banjir rob. Air rob meluap ke dalam tambak sehingga mengakibatkan jebolnya tambak dan berdampak pada besarnya kerugian yang dialami. Ketika jebol, seisi tambak akan hilang. Baik bandeng atau udang, mujair, nila dan kerugiannya bisa ditaksir ratusan juta per tambak.
“Kalau punya saya Rp100 jutaan, dulu pernah seperti itu karena ada luberan, cuma gak sampai penanganan tanggul jebol,” imbuhnya.
Maka dari itu, sebagai antisipasi, Sokib meninggikan tanggul penopang pembatas antara sungai dan tambaknya dengan dibantu 5 pekerja. “Sebelum terjangan rob terjadi, kita harus antisipasi dengan meninggikan tanggul penopang pembatas,” papar Sokib.
Selama ini, para petani tambak seperti Sokib dan kawan-kawannya membuat tanggul pembatas dengan usaha sendiri dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit.
Sokib membuat pembatas dengan menaikan menjadi 20 sentimeter, caranya dengan mengeruk lumpur di dalam tambak kemudian diletakkan di pinggir permukaan pembatas antara tambak dan sungai. “Biar cepat selesai makanya dibantu beberapa pekerja dengan biaya yang tidak sedikit,” bebernya.
Sementara jika tanggul sudah jebol disebabkan karena hama seperti kepiting, belut dan ular yang membuat rumah didalam tanggul tambak, maka cara antisipasinya dilakukan dengan cara berbeda, yakni menggunakan anyaman bambu (gedek).
"Caranya berbeda kalau tanggul tambak jebol karena hama, kita perlu bahan gedek anyaman bambu juga bambu tua untuk tiang penyangga sebagai penopang. Bisa juga dengan sak atau karung berisi lumpur tambak dengan tanah yang keras, kita tumpuk untuk membuat tanggul baru," tutup petani tambak selama 24 tahun ini.
Hal serupa juga disampaikan Kamun,52, tahun. Menurutnya jika tambak sudah jebol dampaknya sangat fatal. Beberapa tambak tidak bisa diolah karena butuh waktu panjang untuk menutup tanggul yang jebol dan terendam banjir rob. Sehingga berpengaruh terhadap pendapatan para petani tambah.
"Dampak lain karena jebolnya tambak adalah hilangnya pendapatan, sementara bekas tambak beralih fungsi ditanami rumput laut dengan hasil yang jauh diatas rata-rata petani tambak ikan bandeng dan udang, itu pun harus tunggu air rendaman terjangan rob surut dengan waktu yang sangat lama," katanya.
Baik Sokib maupun Kamun berharap adanya upaya dari Pemerintah Kabupaten agar membantu menyelesaikan persoalan ini. Selama ini para petani menggunakan cara sendiri untuk mengatasi hal tersebut, karena belum ada bantuan dari pemerintah setempat terkait ini.
“Karena kami juga selalu taat bayar pajak. Kami ingin ada bantuan alat berat seperti eskavator stay di beberapa titik tanggul jebol untuk meringankan petani tambak yang selama ini memakai cara dan biaya sendiri," tandanya.