Mantan Awak KRI Nanggala 402 Sebut Ada Masalah pada Konverter
Kepala Dinas Penerangan TNI Angakatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama Julius Widjojono menyebut kemungkinan terbesar penyebab hilangnya kapal selam KRI Nanggala 402 karena terjadi blackout atau listrik mati total.
Menanggapi hal tersebut, salah satu orang pertama yang membawa KRI Nanggala 402 dari Jerman ke Indonesia, Laksamana Muda TNI (Purn) Frans Wuwung menyebut hal tersebut sangat mungkin terjadi.
Bahkan, ia pun pada saat masih bertugas di KRI Nanggala tahun 1982-1985 lalu pun pernah mengalami kondisi yang sama. Yakni pada saat berlayar dalam kondisi menyelam tiba-tiba terjadi blackout.
"Namanya blackout itu berarti power lost semua peralatan tidak bisa digerakkan dan kemudi pada kedudukan menyelam serta motor mesin berhenti. Sebenarnya bisa dibenahi, tapi mungkin ABK (anak buah kapal (ABK) ada something sehingga lama mencari sebab blackout," kata Frans saat ditemui di kediamannya di Jalan Mulyosari Tengah VIII, Surabaya, Jumat 23 April 2021.
Masalah blackout tersebut bisa muncul karena beban kapal yang terlalu berat. Hal tersebut kemudian membuat sekring yang ada pada konverter turun dan membuat kapal kehilangan daya.
Ia mengatakan, kapal tersebut memang bersumber daya dari listrik DC yang ada. Namun, untuk mengoperasikan peralatan dibutuhkan daya listrik AC yang kemudian membutuhkan konverter untuk mengubah daya DC menjadi AC.
"Kalau bilang blackout maka tidak ada power dari baterai yang sampai ke peralatan. Pasti tidak sampai, nah tidak sampainya analisa saya karena alat butuh daya AC yang butuh konverter. Artinya, ada masalah di konverter," kata mantan Kepala Kamar Mesin (KKM) KRI Nanggala 402 itu.
Tak hanya membuat kehilangan daya, dalam kondisi tersebut kemudi bisa macet. Dalam kondisi saat menyelam seperti itu maka kapal terus turun, yang ditakutkan apabila kapal melewati batas selamnya yang dapat berakibat fatal pada kapal selam.
Berapa batas kedalaman kapal selam tersebu, Frans tak mau menjawab karena itu merupakan rahasia TNI AL yang tidak boleh diketahui siapapun.
Rahasia memperbaikinya, aku Frans, apabila konverter tidak bisa menyala atau sebab blackout tidak ditemukan maka harus segera membuang air dalam kapal diganti dengan udara yang membuat kapal bisa mengapung.
Kemudian, analisa lain karena pada saat ini komandan meminta izin untuk berlayar pada pukul 03.00 WIB, bisa saja faktor manusia pada saat itu masih belum fit.
"Yang saya khawatirkan mereka panik. Kalau saya berpikir ini blackout dan mereka pasti berusaha mencari tempat untuk mengembalikan tempat saklar itu, tapi mugkin tidak ketemu, dan kapal dalam posisi menyelam dengan cepat membuat gerak ABK bisa terganggu," pungkasnya.
Satu yang ia pastikan, kapal tersebut dalam kondisi baik karena sudah melalui tahapan latihan berjenjang, serta perawatan yang rutin. Sehingga, kapal yang berusia 44 tahun tersebut masih mendapat izin berlayar melakukan latihan penembakan torpedo.