Anak Murtad, Bolehkah Dikucilkan? Ini Jawaban Tim Al-Islam
Ini sebuah kenyataan di masyarakat. Ada seorang anak yang tidak disukai orang tuanya. Hal itu disebabkan, ia murtad atau memeluk agama selain Islam, pemabuk, penjudi atau penjahat.
“Dapatkah orang tua mengucilkan (memutuskan kekeluargaannya)? Demikian halnya apakah anak yang murtad ini berhak atas warisan dari orang tuanya?,” Tanya Hidayat Umar, warga Tanjunganom Kediri, pada ngopibareng.id.
Tim Tanya Jawab Al-Islam, Muhammadiyah memberikan sejumlah jawaban. “Anak yang berperilakau jelek harus diupayakan perbaikannya. Selagi ada cara lain yang dapat ditempuh sebaiknya jangan dikucilkan apalagi kalau sampai diputuskan hubungan kekeluargaannya, karena nafkah dari si anak tetap menjadi kewajiban orang tua,” tuturnya, di situs muhammadiyah.or.id.
Dijelaskan, berdosa hukumnya orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan. Demikian halnya sekalipun ia berbeda agama, tetapi hubungan nasabnya tidak akan dapat dihilangkan. Hanya saja dalam kaitannya dengan kewarisan ketentuannya memang berbeda.
“Karena kewarisan Islam itu selain didasarkan atas adanya hubungan kekeluargaan dan perkawinan juga menganut asas personalitas keislaman. Artinya bahwa peralihan harta warisan hanya terjadi apabila antara pewaris dan ahli waris sama-sama beragama Islam. Karena itu anak yang tidak beragama Islam tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya yang beragama Islam. Kebalikannya, orang tua yang tidak beragama Islam tidak berhak menerima warisan dari anaknya yang bergama Islam.”
Ketentuan ini didasarkan kepada sabda Nabi saw, riwayat al-Bukhari Muslim dari Usamah ibn Zaid: “Orang Islam tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi dari orang Islam.”
Kewajiban orang tua yang bersifat non materiil untuk mewujudkan anak yang berkriteria zurriyyah tayyibah, batasan tanggungjawabnya yaitu sampai anak menjadi dewasa, mampu menentukan jalan hidupnya sendiri.
Oleh karena itu kalau orang tua sudah berusaha mendidiknya dan mengarahkan anaknya untuk menjadi seorang muslim yang baik, kemudian di belakang hari setelah si anak dewasa dan atas dasar kemauan dan pertimbangannya ia menjadi tidak beragama Islam lagi atau keluar dari agama Islam (murtad) maka orang tua tidak berdosa, karena sudah di luar kewajibannya sekalipun ia tetap mempunyai hak untuk menasihatinya. (adi)
Advertisement