Anak Muda kian Apatis ke Politik, WYDII: Peran Mereka Krusial bagi Masa Depan
Direktur Women And Youth Development Institute of Indonesia (WYDII) Siti Nurjanah mengatakan, kepedulian terhadap politik oleh generasi muda terancam mengalami degradasi, akibat praktik-praktik yang terjadi saat pelaksanaan Pemilu 2024 lalu.
Siti mengatakan, yang menyebabkan kesadaran menurun karena peran sejumlah orang yang menganggap diri mereka muda, tetapi sudah menabrak koridor demokrasi yang berjalan di negeri ini.
"Bagaimana kita mengembalikan kepedulian anak muda terhadap politik karena Pilpres 2024 kemarin yang banyak memunculkan dilema, dimana anak muda yang dipandang sebagai penerus justru dalam beberapa kejadian merevisi peraturan hukum, seperti diubahnya batas calon usia di MK," ungkapnya, di sela-sela seminar "Youth Leadership Training on Political Education and Enviromental Justice (Pelatihan Kepemimpinan Pemuda tentang Pendidikan Politik dan Keadilan Lingkungan) " di Aula Pancasila FH Unair, Sabtu 3 Agustus 2024.
Siti menjelaskan, penting mengingatkan ke generasi muda untuk tidak bersikap apatis walaupun terdapat berbagai kejadian dan peristiwa yang disebabkan kurangnya edukasi dan pemahaman terhadap hukum dan politik.
"Apatisme jelas tinggi karena kebingungan mereka, generasi muda yang kebanyakan adalah mahasiswa kemudian dinobatkan menjadi agent of change, tapi kenyataannya anak muda sendiri menabrak semua koridor hukum," terangnya.
Dia menjelaskan, alasan mengapa generasi muda harus diingatkan kembali mengenai pentingnya kesadaran terhadap politik. Itu karena peran mereka sangat krusial dan masih memiliki waktu yang lebih panjang.
"Ini sebagai investasi untuk kedepan bagaimana membangun negara itu sudah kita lihat sekarang dimana anak muda memiliki banyak waktu dan kesempatan dan peran mereka sangat sangat krusial," tegasnya.
Mantan jurnalis ini berharap kepercayaan anak muda terhadap politik dapat sembuh sedia kala. Apalagi negara sedang dalam persiapan untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2024 pada November 2024 mendatang.
"Bagaimana kepercayaan mereka tetap terjaga, misalnya mengingatkan pentingnya sinergi praktisioner dan akademisi, bahwa proses politik harus berjalan dalam koridor yang sesuai," pungkasnya.