Anak Korban Kekerasan Daring, Tips Pendidikan Seksual dari PGRI
Sebanyak 2 persen anak Indonesia jadi korban kekerasan seksual di internet. Temuan UNICEF itu juga diikuti dengan data dari Kementerian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Sejumlah upaya antisipasi muncul, salah satunya peran pendidikan seksual dari guru di sekolah.
Antisipasi Pengasuh dan Pemerintah
Pakar Anak UNICEF Ali Aulia Ramly menyebut upaya antisipasi bisa dilakukan dengan melibatkan guru, orang, tua atau pengasuh, pemerintah, hingga kalangan industri yang beraktivitas di dunia maya.
Pada guru, orang tua dan pemerintah, menurutnya penting untuk meningkatkan pemahaman dan perilaku seksual yang salah di ranah daring.
"Pemerintah bisa memberikan program pendidikan seksualitas yang komprehensif bagi guru, orang tua atau pengasuh," kata Ali dalam Webinar 'Anak-Anak dan Belantara Digital: Melindungi Anak dari Konten Berbahaya di Dunia Maya', digagas AJI Indonesia dan UNICEF, Selasa 7 Februari 2023.
Isu yang disampaikan dalam pendidikan tersebut, termasuk batas-batas personal, risiko, tips apa yang dapat dilakukan, serta persetujuan terkait tindakan bernuansa seksual.
"Sampaikan informasi kepada anak tentang hak mereka atas perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan fasilitasi akses terhadap sumber informasi (termasuk sumber daring) yang benar," lanjutnya.
Terkait temuan bila anak-anak jadi korban eksploitasi seksual di media sosial, Ali pun meminta agar pemerintah serta industri terlibat bersama dalam mengantisipasi risiko tersebut.
Pemerintah bisa mengembangkan peraturan terkait penyaringan, penghapusan dan blok materi perlakuan salah seksual terhadap anak (CSAM).
Kemudian juga meningkatkan pemahaman di sektor swasta terkait isu eksploitasi dan perlakuan salah seksual terhadap anak.
"Industri bisa memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum. Juga mereka bisa memastikan ada kewajiban untuk mekanisme pelaporan, termasuk dengan bahasa yang ramah anak," imbuh Ali terkait tindakan yang bisa dilakukan oleh industri.
Tips dari PGRI
Dalam forum yang sama, Jejen Musfah Wakil Sekjen PB PGRI menyebut sejumlah tips untuk memberikan pendidikan seksual di lingkungan sekolah. Menurutnya, informasi terkait seksualitas bisa menempel pada mata pelajaran dan aktivitas lain yang sudah ada di sekolah.
Di antaranya mata pelajaran biologi dengan menyinggung soal kesehatan reproduksi, pengenalan anggota tubuh, dan proses kehamilan. Kemudian pendidikan agama yang bisa membekali pengetahuan baik dan buruk, serta nilai hubungan yang sehat dengan lawan jenis.
Hal lain, pendidikan seksual juga bisa dilibatkan dalam aktivitas di sekolah. Seperti saat pidato dalam upacara bendera, hingga kegiatan ekstrakurikuler. "Pembina upacara bendera setiap Senin, perlu memuat tentang pendidikan seks sehingga narasi ini dipahami dengan sangat baik oleh anak-anak," katanya.
Selain itu, sekolah juga perlu mengundang pakar, jurnalis, juga pemerintah yang konsen terhadap isu pendidikan seksual. "Maka warga sekolah, khususnya siswa mendapatkan pemahaman dan data-data yang penting terkait isu ini," lanjutnya.
Selanjutnya kontrol keluarga juga penting, dalam mengetahui lingkungan pertemanan anak, juga penyaringan terhadap konten internet yang berbahaya.
"Efektivitas hal ini harus dipastikan oleh sekolah dan orang tua. Seandainya ada kerjasama yang baik antara keduanya maka anak-anak akan bisa terhindar dari kekerasan seksual," imbuhnya.
Riset UNICEF dan KPPPA
Diketahui sebelumnya, UNICEF dan KPPPA memaparkan temuan kekerasan seksual pada anak Indonesia di tahun 2022. Riset Disrupting Harm dari UNICEF menemukan sebanyak 2 persen anak menjadi korban eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara daring (OCSEA).
Bentuknya dari tawaran menukar foto atau video seksual dengan uang, dirayu dengan uang untuk bertemu dan memberikan tindakan seksual, juga diancam atau diperas agar melakukan tindakan seksual, serta tindakan membagikan foto atau video seksual tanpa persetujuan.
Sedangkan KPPPA mencatat terdapat 970 pengaduan kasus kekerasan pada anak sepanjang 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 94 kasus berkaitan dengan internet.
Bila dirinci, sebanyak 64 pengaduan berupa kasus korban kejahatan pornografi dari dunia maya, 23 kasus berupa korban perundungan dunia maya, empat kasus pelaku kejahatan pornografi dan dunia maya, dan 3 kasus anak pelaku kejahatan siber.