Anak-Anak Mulai Bosan, Dikurung dan Belajar di Rumah
Anak anak yang dikurung dan belajar di rumah untuk menghindari penularan Covid-19, mulai dihantui rasa bosan.
Apalagi bekerja dari rumah bagi aparatur sipil negara (ASN) diperpanjang hingga 13 Mei 2020. Otomatis waktu belajar di rumah ikut diperpanjang.
Anak-anak yang ikut dirumahkan sudah pada teriak. Mereka ingin segera bebas dan kembali belajar di sekolah bersama teman-temannya. Mereka timbul rasa kangen pada guru dan teman-temannya, setelah selama satu bulan belajar dari rumah dalam pengawasan.
Meskipun kebutuhan dan jajan keseharianya dipenuhi orangtuanya, mereka tetap menyatakan bosan. Bahkan ada yang menyatakan malas belajar.
"Nggak asyik belajar di rumah terus sama mama, dibentak bentak melulu," tutur Ida, siswi kelas dua SMP 12 Jakarta.
Ida mengaku sering dimarahi mamanya ketika kesulitan mengerjakakan matematika. "Ditanya nggak mau ngajarin malah-marah," gumamnya. "Ternyara mama nggak bisa juga".
Beberapa orang juga merasa sekarang berhadapkan dengan persoalan yang rumit dan dilematis. Timbul sejak ada perintah bekerja dan belajar di rumah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ia harus menggantikan peran guru selama belajar di rumah. Kalau belajar di sekolah bisa bertanya pada guru atau temannya kalau menemukan pelajaran yang sulit.
"Lha kalau di rumah yang ditanya pasti ibu atau ayahnya. Yang repot kalau dua-duanya tidak bisa. Apalagi anak sekarang kritis kritis. Beda dengan masa kecil saya dulu," kata Elvy, seorang ibu yang bekerja pada kantor pengeboran minyak di Jl Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan.
Anaknya yang duduk kelas satu SD sudah bisa protes kalau di rumah terus dan tidak diajak kemana-mana.
Hikmah yang diperoleh Elvy dalam selama bekerja dari rumah alias work from home (WFH) dan belajar di rumah memang ada. Setidaknya bisa merasakan menjadi guru itu ternyata berat sekali.
"Baru satu minggu mendampingi anak belajar di rumah kepala rasanya mau copot" tutur Elvi menggambarkan betapa berat menjadi seorang guru.
"Anak saya maunya main HP melalu, kalau disuruh belajar teriak-teriak alasan capek. Tapi kalau main HP sampai berjam-jam betah," tutur Elvy.
Lain lagi dengan ibu muda bernama Putri Wibowo. Ia merasa beruntung tidak sampai menghadapi persoalan sesulit itu. Karena menanamkan disiplin belajar anaknya, Kenes Kawurian Astaginam.
Ia harus menjelaskan kepada anaknya dengan bahasa mengapa harus tinggal dan belajar di rumah dan terpisah dengan teman-temannya di Daycare. Ia jelaskan di luar lagi banyak kuman, harus tinggal di rumah, memakai masker serta rajin mencuci tangan dengan sabun, supaya tidak kena kuman.
"Tidak ditakut-takuti, tapi dibuat mengerti," kata Putri.
Ia pun harus berperan sebagai guru, mengikuti program dari sekolah. Jam berapa anaknya belajar jam berapa bermain dan jam berapa istirahat siang. Tapi naluri sebagai anak yang 16 Juni 2020 mendatang genap berusia 4 tahun, tetap muncul, katanya.
Kepingin jalan ke tempat permainan anak-anak di mal yang sering dikunjungi. Dan selalu menanyakan kapan masuk sekolah. Keinginan ketemu bu guru dan teman-temannya di Daycare sampai terbawa mimpi.
Supaya tenang di rumah ia penuhi kebutuhan anaknya yang hobi menggabar tersebut.
"Selaun camilan kesukaannya, crayon dan buku gambar harus selalu ada," kata wanita yang bekerja di kantor jasa keuangan.
Psikolog anak Seto Mulyadi, memahami orangtua yang kesulitan menggantikan peran guru di rumah. Pada umumnya anak-anak rasa ingin tahunya cukup tinggi dan orangtua harus bisa menerangkan dengan tutur kata dan sentuhan kasih sayang," kata Kak Seto.
Mengajari anak memerlukan kesabaran tidak boleh dengan marah-marah apalagi sampai disakiti, pesannya.
Advertisement