Amphuri Nilai KMA Tentang Umrah Malah Sulitkan Jamaah Indonesia
Kementerian Agama (Kemenag) dan asosiasi pengusaha haji dan umrah menggelar diskusi membahas revisi Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 719 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah pada Masa Pandemi Covid-19.
Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggaraan Umrah Haji Indonesia (Amphuri) Firman M Nur mengatakan, telah menyampaikan tiga hal sebagai bentuk respon terhadap revisi KMA 719 yang dilakukan Kemenag.
"Tiga hal yang dikritisi itu adalah pertama, draf pada KMA tersebut hendaknya berbasis untuk memudahkan dan menjaga keselamatan dan kesehatan jamaah dalam pelaksanaan ibadah umrah," kata Firman, Rabu, 15 September 2021.
Kedua, lanjut dia, semua ketentuan yang akan disusun di KMA diharapkan sudah berasaskan atau sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh Saudi Arabia dalam hal ini Kementerian Haji Saudi Arabia. Utamanya, untuk protokol atau ketentuan pelaksanaan ibadah umroh di masa pandemi.
"Kita berharap hal-hal yang ditentukan tidak bertentangan atau harus bersejalan dengan apa yang ditentukan oleh pemerintah Saudi Arabia," katanya.
Firman mencontohkan, misalnya masalah karantina, tentunya Kemenag harus menyesuaikan dengan kebijakan Saudi, karena pelaksanaan ibadah umroh ini dilaksanakan di Saudi Arabia. Seperti diketahui Saudi tidak lagi mewajibkan karantina di negara ketiga untuk masuk negaranya.
"Informasinya yang kami dapatkan, setelah jamaah menyelesaikan vaksinasinya untuk ke depan tidak diperlukan karantina sebagaimana perjalanan kepada beberapa negara lainnya," katanya.
Firman berharap, untuk meningkatkan jumlah persentase masyarakat melakukan vaksinasi, maka diberikan privilege dan keutamaan bagi mereka yang sudah melakukan vaksinasi. Misalnya vaksinasi menjadi standar untuk bisa langsung melaksanakan ibadah umrah.
"Artinya tidak perlu lagi dilakukan karantina jika Saudi sendiri tidak melakukan, kenapa kita perlu melakukan karantina," katanya.
Menurutnya, jika Saudi sudah memberikan banyak kemudahan, maka Kemenag tidak perlu mempersulit jamaah untuk melakukan umrah di masa pandemi ini.
"Karena ketentuan keselamatan atau kesempurnaan ibadah itu tentu telah diberikan pemerintah Saudi Arabia. Pemerintah tidak perlu membuat dan memberlakukan aturan-aturan yang menylitkan jamaah," katanya.
Lanjut dia, Amphuri mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk memastikan bahwa keberangkatan ibadah umrah harus disegerakan. Untuk itu segera melakukan lobi dan diplomasi pada pemerintah Saudi Arabia.
"Karena kesempatan ini telah diberikan kepada banyak negara," katanya.
Apalagi, kata dia, Indonesia pada saat ini kondisi pandemi jauh lebih baik dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya kasus konfirmasi Covid-19 dan kematiannya tinggi.
"Sehingga Indonesia diberikan kesempatan untuk bisa melaksanakan ibadah umrah. Apalagi masa penundaan umroh ini terlalu lama hampir dua tahun," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi telah menghapus persyaratan karantina 14 hari bagi calon jemaah umrah di negara ketiga. Namun, dengan syarat mereka telah menerima vaksinasi lengkap ditambah satu dosis vaksin booster.
Arab Saudi juga telah menyetujui vaksin Sinovac yang banyak digunakan di Indonesia. Namun, jika ingin melakukan umrah, maka jemaah harus mendapatkan booster dari empat vaksin yang disetujui di sana.
Tidak hanya itu, calon jemaah umrah juga wajib menunjukkan sertifikat vaksinasi. Bagi calon jemaah dari Indonesia yang mayoritas mendapatkan vaksin Sinovac, maka harus melampirkan dua sertifikat vaksin, yaitu sertifikat Sinovac dan vaksin booster.