Ampel Pernah Menjadi Pusat Pemerintahan Lokal
Seiring dengan fungsi Ampel Denta sebagai pusat pendidikan pesantren (Islam) di Surabaya pada abad 15, Ampel juga mulai berangsur berdiri menjadi pusat administrasi lokal.
Bisa dibilang juga Ampel berkembang menjadi pusat pemerintahan lokal, yang berada di bawah pemerintahan pusat di kerajaan Majapahit.
Ampel Denta tidak lain adalah kawasan yang berada di bawah administrasi kerajaan Majapahit. Di tempat inilah, Raja Majapahit memberikan perdikan kepada Raden Rahmad.
Sejak Raden Rahmad (Sunan Ampel) diberi sebidang lahan oleh raja Majapahit di daerah Ampel, ternyata Ampel tidak hanya menangani urusan-urusan agama (Islam). Melainkan ada urusan-urusan lain (sosial, ekonomi, kebudayaan, dll) yang harus ditata.
Seiring dengan urusan urusan lain yang berkembang, maka Raden Rahmad tidak hanya sebagai pemuka agama, tetapi juga menjadi pemimpin lokal di Ampel (Susuhunan ing Ampel), Sunan Ampel.
Sebelum kerajaan Demak berdiri pada 1478 sebagai suksesi kerajaan Majapahit, kampung Ampel sudah mulai terlihat bergeliat dengan rona pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Raden Rahmad.
Kehadiran Masjid Ampel menjadi saksi dan bukti akan kehadiran Raden Rahmad di kampung Ampel Denta. Mesjid ini didirikan oleh Raden Rahmad pada tahun 1421 M (versi lain 1440 M).
Di masjid inilah Raden Rahmad mengembangkan dan mengajarkan Islam, termasuk mengajarkan ilmu ilmu lain yang penting bagi kehidupan bermasyarakat.
“Hikajat Kompeni Orang Wolanda di Hindia Timoer” menyebut Raden Rahmad meninggal dunia pada tahun 1467 sebagaimana angka tahunnya, yang tercantum di batu kuburnya (batu nisan) di Surabaya.
Sejak itu, berangsur angsur semakin banyak orang datang dan bermukim di kawasan Ampel Denta (kampung Ampel). Mereka tidak hanya belajar agama Islam, tetapi mengais rejeki dengan berdagang.
Saking ramainya ekonomi dan perdagangan, kawasan Ampel Denta dalam perkembangannya diapit oleh dua dermaga sungai. Satu di Kalimas dan lainnya di Kali Pegirian di Nyamplungan.
Lambat laun, struktur ekonomi, sosial dan budaya Di kampung Ampel mulai terlihat tertata dan terus berkembang. Secara spiritual, ajaran agama Islam telah tertanamkan kepada segenap masyarakat kampung Ampel dan sekitarnya.
Bahkan tidak sedikit dari mereka yang datang dari seberang. Sedangkan secara sosial, masyarakat juga mulai belajar tentang hubungan baik antar manusia, belajar tentang kehidupan dan tata cara kehidupan yang baik hingga ke urusan urusan pemerintahan.
Ragam keilmuan ini yang selanjutnya membuat masyarakat Ampel semakin kuat dan mulai lebih mandiri. Mereka pun mulai menata sistim yang bisa dipakai sebagai pijakan dan dasar berkehidupan yang lebih baik.
Maka tidaklah heran jika mereka ingin menata daerahnya sendiri seiring dengan keruntuhan kerajaan Majapahit. Kala itu, semua wilayah taklukan kerajaan Majapahit, ramai ramai ingin merdeka dan berdiri sendiri.
Ampel, sebagai daerah perdikan Majapahit, selanjutnya secara umum teridentifikasi sebagai Surabaya (“Hikajat Kumpeni Orang Wolanda di Hindia Timoer”), juga semakin menata diri untuk bisa menjalankan roda kehidupannya sendiri.
Tidak hanya untuk masyarakat Ampel Denta saja, pengaruh Ampel juga semakin meluas ke tanah Jawa seiring dengan penyebaran pedakwah, yang tidak lain adalah para murid Sunan Ampel sendiri, yang mengemban ilmu di pesantren Ampel Denta.