Ambulans yang Ditembaki Gas Air Mata Pakai Pelat Hitam
Video penambakan mobil ambulans berdurasi 23 detik viral di media sosial. Dalam video tersebut terlihat ambulans yang berada di lokasi unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di sekitar Menteng Huis, Jakarta Pusat, Selasa 13 Oktober 2020.
Ambulans tampak mengabaikan penghadangan yang dilakukan oleh anggota Brimob. Petugas hendak melakukan razia kendaraan setelah menerima laporan ada indikasi mobil logistik membawa batu untuk para demonstran.
Pengendara ambulans bukannya berhenti malah tancap gas dalam kondisi mundur dengan pitu depan dan pintu belakang terbuka. Tak tinggal diam, pihak kepolisian menembaki ambulans dengan gas air mata.
Namun, akhirnya ambulans itu berhasil melarikan diri dan belakangan ditemukan di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Mobil itu ditemukan dalam kondisi kosong, namun mengalami kerusakan pecah kaca belakang, pecah kaca samping dan pecah kaca depan, diduga akibat tembakan gas air mata.
Saat ini, ambulans telah terparkir di depan Gedung Jatanras Mapolda Metro Jaya. Dinas Kesehatan DKI Jakarta membantah ambulans tersebut merupakan milik pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Bukan ambulans milik Pemprov DKI," ujar Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes DKI Jakarta, Weningtyas kepada awak media.
Ambulans yang ditembaki gas air mata oleh kepolisian dipastikan bukan milik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. "Bukan dari Muhammadiyah mobil ambulans itu," kata Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Budi Setiawan saat dikonfirmasi, Rabu, 14 Oktober 2020.
MDMC, kata Budi, tidak pernah menerjunkan ambulans saat unjuk rasa penolakan Omnibus Law. Dia mengetahui adanya ambulans yang ditembaki gas air mata dari video yang viral di media sosial.
Aturan Ambulans Pelat Hitam
Ambulans berwarna silver dengan nomor polisi B 1342 TZM itu terindikasi bermerek Suzuki APV, dan milik pribadi karena menggunakan pelat warna hitam. Apakah boleh ambulans menggunakan mobil pribadi?
Ternyata ada ketentuan yang mengatur izin mobil pribadi menjadi ambulans. Untuk di wilayah DKI Jakarta, diperlukan beberapa izin dari berbagai pihak seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI No.120/2016 Tentang Pelayanan Ambulans dan Mobil Jenazah.
Pergub itu mengatur tentang bagaimana syarat dan prosedur memperoleh izin penyelengaraan ambulans. Baik untuk perorangan ataupun badan hukum seperti yang tertuang dalam pasal 2. Pada intinya, semua mobil ambulans, atau yang dijadikan ambulans, harus mendapat izin dan lolos spesifikasi teknis yang ditetapkan.
"Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan bagi perorangan, Badan Hukum dan/ atau instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan Ambulans dan Mobil Jenazah," bunyi pasal tersebut.
Berkaitan dengan izin, setiap pemilik atau operator mobil ambulans baik pelat merah atau hitam bisa melihat Bab V, pasal 17, 18, dan 19.
Adapun mobil ambulans dari jenis kendaraan pribadi harus memenuhi standar teknis juga. Dalam Pergub itu, untuk standar usia mobil maksimal 10 tahun, dan kapasitas mesin minimal 1.500 cc.
Sementara modifikasi ambulans dasar dapat menampung peralatan dan memungkinkan petugas kesehatan melakukan tindakan medis), dengan Sertifikat Uji Tipe dan landasan untuk mobil penumpang dari instansi yang berwenang.
Prosedur Ambulans Pelat Hitam
Bagi yang ingin membuat mobil pelat hitam jadi ambulans, ada beberapa prosedur yang harus dilewati. Pertama, membuat permohonan ke pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) dilengkapi persyaratan administrasi dan dokumen teknis serta sesuai dengan spesifikasi teknis.
Setelah BPTSP mengeluarkan izin penyelenggaraan ambulans (maksimal paling lambat 7 hari waktu kerja), selanjutnya pemohon diwajibkan melapor ke Unit Pelayanan Ambulans untuk pemasangan stiker ambulan kota. Izin berlaku selama 3 tahun, dan bisa diperpanjang.
Ada Sanksi
Bagi setiap penyedia Ambulans baik pelat merah ataupun hitam tanpa izin bakal dikenakan sanksi seperti yang tertuang dalam pasal 30:
(1) Dalam hal orang, Badan Hukum dan/atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan ambulans atau mobil jenazah tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 dikenakan sanksi berupa:
1. Teguran tertulis;
2. Pembekuan izin; dan
3. Pencabutan izin.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan jika orang, badan hukum dan/atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan ambulans atau mobil jenazah:
1. tidak melaksanakan kewajiban menurut ketentuan Pasal 24 ayat (1);
2. tidak melaksanakan kewajiban menurut ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3);
3. tidak memenuhi standar pelayanan; dan
4. izin sudah kadaluarsa.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan oleh SKPD yang melakukan pembinaan dan pengawasan.
Advertisement