Amankah Lima Rekomendasi Obat Versi Unair untuk Obati Covid-19
Universitas Airlangga pekan lalu mengumumkan jika menemukan lima kombinasi obat penangkal virus Corona atau Covid-19. Lima kombinasi obat tersebut adalah Liponavir/Ritonavir dengan Azythromicyne, Lipovir/Ritonavir dengan Doxycyline, Liponavir/Ritonavir dengan Chlaritromycine, Hydroxychloroquin dengan Azythromicyne dan Hydroxychloroquin dengan Azythromicyne.
Namun tahukah jika sebenarnya Hydroxychloroquin yang masuk dalam lima kombinasi obat yang direkomendasikan oleh Universitas Airlangga Surabaya ternyata sudah dihentikan penggunaannya untuk mengobati pasien Covid-19 oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA)?
Secara spesifik FDA menyebut jika penggunaan Hydroxychloroquin di luar pengawasan rumah sakit malah akan menyebabkan masalah pada irama jantung.
Dalam laman resminya yang diperbarui pada tanggal 15 Juni kemarin FDA menyebut:
Berdasarkan analisis yang sedang berlangsung dan data ilmiah yang muncul, FDA telah mencabut otorisasi penggunaan darurat/Emergency Use Authorization (EUA) untuk menggunakan hydroxychloroquine dan chloroquine untuk mengobati COVID-19 pada pasien rawat inap tertentu ketika percobaan klinis tidak tersedia atau partisipasi tidak layak.
Kami membuat keputusan ini berdasarkan hasil terbaru dari uji klinis acak besar pada pasien rawat inap yang menemukan obat-obatan ini tidak menunjukkan manfaat untuk mengurangi kemungkinan kematian atau mempercepat pemulihan.
Hasil ini konsisten dengan data baru lainnya, termasuk yang menunjukkan dosis yang disarankan untuk obat-obatan ini tidak mungkin untuk membunuh atau menghambat virus yang menyebabkan COVID-19.
Akibatnya, kami menentukan bahwa kriteria hukum untuk otorisasi penggunaan darurat/Emergency Use Authorization (EUA) tidak lagi terpenuhi.
Perdebatan soal penggunaan hydroxychloroquine dan chloroquine untuk pengobatan Covid-19 sebelumnya juga sudah pernah ada. Sebelumnya Badan Kesehatan Dunia atau WHO dikabarkan juga sempat menghentikan sementara penggunaan hydroxychloroquine.
Penggunaan hydroxychloroquine berdasarkan laporan sementara malah menunjukkan resiko meninggal dunia pada pasien Covid-19.
Rizka Andalusia, Direktur Registrasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan hingga saat ini belum menerima laporan uji klinis dari lima kombinasi obat yang direkomendasikan oleh Universitas Airlangga tersebut.
Rizka menyebut jika lima kombinasi obat yang direkomendasikan oleh Universitas Airlangga tersebut baru sebatas uji pra klinik pada kultur sel dan pada hewan.
Sedangkan untuk melakukan uji klinis pada manusia, BPOM mensyaratkan pihak peneliti harus mengajukan protokol uji klinis ke BPOM, sebelum benar-benar diujikan pada manusia.
"Jika kami sudah menyetujui protokol uji klinis tersebut, baru uji klinis yang sebenarnya bisa dilakukan pada pasien di rumah sakit-rumah sakit yang menjadi rujukan Covid-19," kata Rizka saat wawancara dengan sebuah televisi nasional.