Alumni Unair Kecam Politik Dinasti dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Sebanyak 120 Alumni Universitas Airlangga (UNAIR) beserta kolega sejawatnya mengeluarkan kritik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, dalam seruan Unair Memanggil. Mereka mengecam segala bentuk praktik pelemahan demokrasi, seperti politik dinasti dan penyalahgunaan kekuasaan.
Guru Besar Sosiologi FISIP Unair, Prof Hotman Siahaan dalam pernyataannya mengatakan, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus merawat prinsip-prinsip etika republik. Ia tidak menyalahgunakan kekuasaan atau menggunakan fasilitas dan alat negara untuk mendukung salah satu kandidat capres-cawapres.
"Presiden juga tidak boleh berpihak dalam politik elektoral dan menghentikan segala praktik pelanggengan politik kekeluargaan," tegasnya, Senin, 5 Februari 2024.
Pihaknya juga mendesak presiden dan aparat negara untuk menghormati dan kemerdekaan dengan menjunjung tinggi demokrasi. Kebebasan berbicara, berekspresi, dan pengelolaan sumber daya alam, karena Negara Indonesia milik segenap rakyat Indonesia, bukan segelintir elite penguasa.
Selain itu, pihaknya juga mengecam segala bentuk intervensi dari penguasa atau pemegang kekuasaan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
"Pemilu harus berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia (Luber), jujur, dan adil (Jurdil) tanpa intervensi penguasa, tanpa kecurangan, tanpa kekerasan, dan mengutuk segala praktik jual beli suara (politik uang) yang dilakukan oleh peserta pemilu. Partai Politik harus mereformasi diri dalam menjalakan fungsi-fungsi atikulasi agregasi, dan pendidikan politik warga negara," papar Prof Hotman Siahaan.
Di samping itu, pihaknya juga mengecam segala bentuk intervensi dan intimidasi terhadap kebebasan mimbar akademik perguruan tinggi.
"Perguruan Tinggi harus senantiasa menjaga marwah, rasionalitas dan kritisisme para insan civitas akademika demi tegaknya republik," terangnya.
Prof Hotman Siahaan mengatakan, sikap tersebut merupakan seruan moral dan bukan bentuk politik praktis. Sikap tersebut adalah bentuk menjalankan dan menjunjung demokrasi.
"Itu semangat kami, dan untuk UNAIR kami telah punya dua orang martir yang belum ketemu mayatnya, Herman dan Bimo Petrus semua alumni Fisip Unair dan kampus mengetahui hal itu," ungkapnya.
Terakhir, ujarnya sikap tersebut datang dari para pribadi intelektual UNAIR yang merasa terpanggil melihat situasi negara saat ini.
"Kalau institusi tidak mengakui atas nama kampus tidak mengakui, tidak masalah. Karena kalau atas nama institusi harus ada prosedur, harus ada lembaga, kami tidak menggunakan itu," tandas Prof Hotman Siahaan.
Advertisement