Alumni Praja Mukti: Pemkot Itu Ngawur, Pinter Tapi Keblinger
Rencana Pemerintah Kota Surabaya membongkar gedung sekolah dan yayasan Praja Mukti, di Jalan Kupang Segunting mendapat tentangan dari sejumlah alumni.
Heri Susila atau dipanggil Heri Kompor, salah satu alumni SMP Praja Mukti mengatakan, Pemkot Surabaya tidak punya hati dan ngawur.
Menurut Heri, pemkot tak bisa membedakan asas kemanfataan antara ruang publik dan gedung sekolah untuk kegiatan pendidikan.
"Tafsir dan secara teori di undang-undang yang berlaku antara fasilitas publik sekolah dan lapangan itu setara. Tapi secara sosial, lebih penting mana? Asas kemanfaatan lebih tinggi mana? Yayuk itu pinter tapi keblinger," kata Heri kepada ngopibareng.id, Kamis 3 Oktober 2019.
Menurut Heri, keberadaan Yayasan Praja Mukti sangatlah penting dan dibutuhkan oleh warga sekitar untuk sekolah. Khususnya warga yang ekonominya menengah ke bawah.
Alumni tahun 1984 itu mengatakan, Sekolah Praja Mukti malah membantu pemkot untuk mengentaskan buta huruf dan putus sekolah, terutama bagi mereka yang tidak diterima di SMP Negeri.
"Warga sekitar praja mukti itu sangat berketergantungan kepada yayasan itu. Karena sekolah negeri terbatas, jadi mereka daftar ke praja mukti," kata Heri.
Heri menceritakan saat masih sekolah di Praja Mukti ada 12 kelas. Setiap kelas rata-rata ada 20-27 siswa. Sehingga total untuk angkatannya 250 hingga 300 murid. Kebanyakan murid yang daftar di Praja Mukti beralasan karena murah, tapi kualitasnya setara dengan sekolah negeri.
"Memang murah, tapi tidak murahan. Tahun '84 saja sudah ada 12 kelas. Masa sekarang mau dibongkar, setelah 44 tahun berdiri. Tidak masuk akal lah," katanya dengan nada meninggi.
Heri mengaku sedikit banyak paham sejarah tanah dan bangunan yayasan tersebut. Katanya, pada saat Kota Surabaya dipimpin oleh Wali Kota Poernomo Kasidi (Pak Poer, sapaan akrabnya) menghibahkan tanah kepada yayasan untuk dijadikan gedung pendidikan.
Jika tanah negara dihibahkan, setelah 20 tahun digunakan pengguna bisa mengajukan permohonan sertifikat hak milik kepada pemerintah. Namun nyatanya, permohonan yayasan untuk menjadikan sertifikat selalu dibuat susah.
"Itu tanah hibah dari pemkot. Dulu Wali Kota Purnomo Kasidi yang menghibahkan. Bunyinya tanah hibah pemkot surabaya untuk pendidikan. Kok sekarang mau direbut dan dijadikan non pendidikan. Padahal tanah sekitar yayasan itu bisa disertifikatkan, kok ini tidak bisa. Malah mau direbut," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pemkot Surabaya melalui Kepala Dinas Pengelola Tanah dan Bangunan, Yayuk Theresia Ekawati Rahayu menyatakan akan membongkar bangunan sekolah TK, SD, dan SMP milik Yayasan Praja Mukti.
Rencana Pemkot Surabaya membongkar bangunan yang sudah berdiri sejak tahun 1975 itu untuk pembangunan fasilitas olahraga umum.
Saat ngopibareng.id, mencoba menghubungi Maria Theresia Ekawati Rahayu untuk mengkonfirmasi hal tersebut, tak ada balasan. Pesan singkat melalui whatsapp yang dikirimkan hanya dibaca saja. Saat ditelepon, ia hanya bicara singkat "sedang rapat".