Allah Limpahkan Nikmat Karena Peduli Anak Yatim, Ini Ceritanya
Teguh Widada dikenal sebagai sosok yang peduli dengan anak yatim. Selain tidak ingin mendustakan agamanya, ia juga mendapat limpahan nikmat yang mungkin belum pernah dirasakan orang lain. Allah cukupkan rezekinya dan dimudahkan semua urusannya, sehingga bisa menyantuni anak yatim lebih banyak lagi.
Kegemaran menyantuni anak yatim, seingatnya diawali sejak 12 tahun yang lalu. Dimulai dengan menyantuni 10 anak dan jumlah itu terus berkembang. Sekarang setiap santunan diikuti sekitar 120 anak.
"Biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, semua orang bisa melakukan, tinggal mempunyai kemauan atau tidak," kata Teguh kepada Ngopibareng.id, Minggu 7 Agustus 2022. Terlihat ia sedang sibuk menyiapkan santunan Muharam, di Kantor Sekretariat Yayasan Assyifa, Gili Samping Kebun Jeruk Jakarta Barat.
Pria kelahiran Klaten Jawa tengah berusia 45 tahun, bertutur sempat galau ketika anak yatim yang disantuni itu jumlahnya terus bertambah. Sedang penghasilannya sebagai karyawan sebuah percetakan hanya cukup untuk menghidupi keluarga, terdiri seorang istri dan dua orang anak yang menginjak dewasa.
Ia melawan kegalauannya dengan memohon pertolongan kepada Allah supaya ikhtiarnya membuat senang anak yatim bisa berlanjut. "Alhamdulillah doa saya dikabulkan oleh Allah. Banyak orang yang membantunya. Ada yang mengirim beras, makanan ringan, peralatan sekolah dan uang untuk dibagikan kepada anak yatim," ujarnya.
Para donasi itu senang ketika diajak menyapa anak yang disantuni secara langsung, bahkan sampai ada yang menangis.
Santunan terhadap anak yatim itu dilakukan setiap awal bulan, menjelang puasa Ramadan, menjelang Idul Fitri, dan pada bulan Muharam sekarang ini. Santunan itu dibatasi untuk anak maksimal usia 15 tahun.
Tetapi dia menolak ketika ditanya nilai santunan yang ia berikan. "Tidak elok saya sebut, insyaallah tidak mengecewakan," kata Teguh.
Setiap menjelang santunan para donatur itu selalu menanyakan kapan tepatnya santunannya akan dibagikan. Mereka menawarkan ingin membantu. Ternyata, kata pria yang dipanggil Pak De Teguh, kenikmatan menyantuni anak yatim piatu juga mereka rasakan. Karena itu ia bersemangat.
Santunan selalu diawali dengan istigasah dan berdoa untuk orang tua masing-masing yang telah meninggal, diikuti dengan isak tangis.
Banyak Belajar Agama
Berbicara tentang ilmu agama, yang dimiliki, Teguh mengakui biasa-biasa saja. Masih banyak yang harus dipelajari. Karena itu, ia menolak ketika ada yang memanggilnya ustaz. "Saya belum layak ustaz, konsekuensinya orang yang dipanggil ustaz itu setidaknya sudah menguasai ilmu agama dan bisa menjadi contoh di masyarakat, tidak hanya menganjurkan," ujarnya merendah.
Ia sering mendengar orang berseru agar menyantuni anak, yatim, banyak beramal, berhubungan baik dengan tetangga. Tetapi sayangnya seruan itu tidak diikuti dengan contoh, hanya sebatas menyerukan.
"Ada yang bilang orang seperti itu seperti calo bus, menyuruh penumpang segera naik, tapi setelah penumpang pada naik, dianya malah meloncat turun," ujar teguh.
Berapa pengurus yayasan yang duduk di sampingnya tertawa ngakak mendengar sindiran tersebut. "Betul, betul. Kalau amal bil lisan sudah banyak, yang masih perlu didorong amal bilhal atau dengan kerja nyata," kata seorang pengurus yayasan, Latif, sambil manggut-manggut.
Ditanya mengapa anak yatim piatu dan orang miskin menjadi perhatiannya, setelah diam beberapa saat, Teguh menjelaskan yang ia lakukan bersama para donatur sesungguhnya terinspirasi firman Allah dalam surat Al Maun.
Dalam firman ini, Allah memberikan tanda-tanda orang yang mendustakan agama. Yakni mereka yang menghardik anak yatim dan tidak peduli terhadap orang miskin.
"Firman itu yang menginspirasi saya untuk mencintai anak yatim dan peduli pada orang miskin, meski belum maksimal, sedang Allah sudah memberinya serba banyak.
Rezeki yang diterima dari Allah sebagian diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Begitu Teguh Widada mewujudkan terimakasihnya kepada Tuhan.
Advertisement