Allah Bersama Orang-orang yang Sabar, dalam Tafsir Ibnu Katsir
Kesabaran merupakan jalan terberat bagi seseorang. Tapi justru di situlah letak ujian bagi seorang Muslim untuk melatih diri dan berikhtiar agar menjaga keimanan dan ketakwaannya.
Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan masalah tersebut dengan cukup indah dan luas cakupannya.
Yakni, ketika membahas Surat Al-Baqarah termasuk kategori Surat Madaniyyah, Surat ke-2 yang berjumlah 286 ayat. Berikut ulasan tentang Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 153-154.
Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqarah: 154)
Setelah menyampaikan penjelasan mengenai perintah bersyukur, Allah pun menjelaskan makna sabar dan bimbingan untuk memohon pertolongan melalui kesabaran dan shalat. Karena sesungguhnya seorang hamba itu adakalanya ia mendapatkan nikmat kemudian mensyukurinya atau ditimpa bencana kemudian bersabar atasnya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits dalam kitab Musnad Ahmad, Rasulullah bersabda: “Sungguh menakjubkan perihal orang mukmin itu, Allah tidak menentukan suatu hal melainkan kebaikan baginya. Jika mendapatkan kebahagiaan, ia lalu bersyukur, maka yang demikian itu adalah baik baginya. Dan Jika mendapatkan kesusahan, lalu ia bersabar, maka yang demikian itu adalah baik baginya.” (HR. Ahmad).
Kesabaran dan Shalat
Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa sebaik-baik sarana yang dapat membantu dalam menjalani berbagai musibah adalah kesabaran dan shalat. Sebagaimana telah diuraikan dalam finnan Allah Ta’ala sebelumnya yang artinya:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Dalam hadits disebutkan: “Bahwa Rasulullah jika menghadapi suatu masalah, maka beliau mengerjakan shalat.” (HR. Ahmad dan an-Nasai).
Kesabaran itu ada dua macam. Pertama, sabar dalam meninggalkan berbagai hal yang diharamkan dan perbuatan dosa. Dan kedua, sabar dalam berbuat ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Jenis yang kedua ini lebih besar pahalanya, karena inilah yang dimaksudkan.
Ada juga kesabaran jenis ketiga, yaitu kesabaran dalam menerima dan menghadapi berbagai macam musibah dan cobaan. Yang demikian itupun wajib, seperti istighfar dari berbagai aib. Sebagaimana dikemukakan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam mengenai dua pintu kesabaran, yaitu sabar menjalankan hal-hal yang disukai Allah swt. meskipun terasa berat bagi jiwa dan raga. Dan kedua sabar dalam menghindari hal-hal yang dibenci Allah Ta’ala meskipun sangat diinginkan oleh hawa nafsu. Jika seseorang telah melakukan hal itu, maka ia benar-benar termasuk orang-orang sabar yang insya Allah akan memperoleh keselamatan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, penulis (lbnu Katsir) mengatakan, hal ini diperkuat oleh firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Sa’id bin Jubair mengatakan: “Sabar berarti pengaduan seorang hamba kepada Allah atas musibah yang menimpanya dan ketabahannya di sisi Allah dengan mengharapkan pahala dari-Nya. Terkadang, seseorang digoncangkan (dengan berbagai masalah), namun ia tetap tegar, dan tidak melihat pilihan yang lain kecuali bersabar.”
Firman Allah: wa laa taquuluu limay yaqtulu fii sabiilillaaHi amwaatum bal ahyaa-un (“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, [bahwa mereka itu] mati, bahkan [sebenarnya] mereka itu hidup.”) Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang mati syahid itu tetap hidup di alam barzakh dengan tetap memperoleh rezeki.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahih Muslim, Rasulullah bersabda: “Ruh para syuhada’ itu berada di sisi Allah dalam perut burung berwarna hijau yang terbang di surga ke mana saja ia kehendaki. Kemudian ia kembali ke pelita-pelita yang bergantung di bawah ‘Arsy. Lalu Rabbmu melihat mereka kemudian bertanya, ‘Apakah yang kalian inginkan?’ Mereka menjawab, ‘Ya Rabb kami, apa yang harus kami inginkan, sedang Engkau telah memberi kami apa yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu?’ Setelah itu Allah Ta’ala kembali mengajukan pertanyaan yang sama kepada mereka. Dan ketika mereka melihat bahwa mereka tidak bisa menghindar dari pertanyaan, maka mereka pun berkata, ‘Kami ingin Engkau mengembalikan kami ke dunia, dan dapat berperang kembali di jalan-Mu sehingga kami terbunuh untuk kedua kalinya karena-Mu’ [mereka melakukan hal itu karena mengetahui pahala orang mati syahid] Maka Allah berfirman: “’Sesungguhnya Aku telah menetapkan bahwa mereka tidak akan kembali ke dunia.’” (HR. Muslim)
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Abdur Rahman bin Ka’ab bin Malik, dari ayahnya, ia mengatakan: Rasulullah bersabda: “Ruh orang mukmin itu berwujud burung yang hinggap di pohon surga, hingga Allah mengembalikannya kepada jasadnya pada hari ia dibangkitkan.”
Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan keadaan orang-orang yang beriman secara umum, meskipun para syuhada’ dikhususkan penyebutannya di dalam Al-Qur’an sebagai penghormatan, pemuliaan, dan penghargaan bagi mereka.