Alissa Wahid: Konten Intoleransi Mudahkan Kaum Muda Terprovokasi
Alissa Qotrunnada Munawaroh alias Alissa Wahid mengungkapkan, Indonesia masih menjadi barometer kerukunan dunia. Hal itu, selalu mendapatkan aspirasi positif dan menjadi model bagi kerukunan umat beragama. Sayangnya, ada persoalan akhir-akhir ini: maraknya intoleransi, radikalisme, fundamentalisme dan kekerasan berdarah.
"Agama itu menjadi catatan kita bersama bagi elemen bangsa untuk lebih waspada serta lebih meningkatkan kewaspadaan dalam menjaga keutuhan hidup berbangsa dan bernegara karena ada indikasi praktik intoleransi itu mulai berkembang (menyebar) di elemen masyarakat.
"Apalagi dengan maraknya media sosial yang kerap kali mengangkat isu-isu toleransi, radikalisme fundamentalisme menjadi konten-konten di media sosial yang memengaruhi pola pikir anak-anak generasi muda sekarang akibatnya masyarakat mudah terprovokasi," tutur Alissa Wahid, putri sulung KH Abdurrahman Wahid.
Alissa Wahid mengungkapkan hal itu, dalam dialog kebangsaan dan deklarasi kesiapsiagaan nasional dengan tema "Membangun sinergi cegah dan deteksi dini ancaman terorisme berbasis pemberdayaan masyarakat". Dialog digelar Badan Nasional Pemberantasan Terorisme, dihadiri peserta acara dari masing-masing instansi maupun dari masyarakat di grand Borobudur hotel Jakarta 2 Agustus 2022.
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme
Menggandeng beberapa tokoh masyarakat dan pimpinan serta stafsus BPIP dalam rangka menindaklanjuti rencana aksi nasional pencegahan dan penanggulangan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah kepada terorisme tahun 2020-2024 (RAN-PE) dalam ikut berperan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Seminar secara luring ini dihadiri antara lain Wakil Menteri Dalam Negeri, Kepala BNPT, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Alissa Wahid, Psikolog Dr Arijani laksmawati MPsi, Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Kementrian Pedesaan Badan Intelejen Negara, Forum Kesbangpol Kabupaten Kota dan Ketua forum kewaspadaan kabupaten kota dan undangan lainnya.
Alissa menyatakan, kita ada di posisi yang nyaman, kita tidak bisa melihat bangsa Indonesia seperti potret tapi harus melihat sesuai dengan vidio.Ancaman terorisme muncul ketika tradisi dibenturkan dengan faham keagamaan. Model beragama ada 2 yaitu yang meyakini agama yang dianutnya benar(ekslusif formalistik) dan yang substantif inklusi (merangkul keseluruhan).
Riset membuktikan tahun 2020 mayoritas kecenderungan paham radikalisme ini cenderung ke perempuan. Satu karena itu lewat media sosial, perempuan berinteraksi dengan sosial Communications lebih kuat ketika dalam percakapan ada leader maka dia akan dipengaruhi.
Dalam budaya barat ada kristofasisme dan white supremacy. Kita jangan sampai terjebak menyatakan bahwa mayoritas itu paling benar.
"Kalau saya belajar jika kita melakukan perubahan berkesinambungan harus ada 4 dimensi yang dipengaruhi yaitu dimensi kebijakan yaitu penyelenggara kebijakan publik yang tidak diskriminatif,kedua perilaku akar rumputnya yaitu bagaimana cara orang tua mengenal putra putrinya maka harus diajarkan pendidikan dan pelatihan anti terorisme,yang ketiga adalah pendekatan agama dan keempat adalah kekuatan masyarakat sipil," tutur Alissa Wahid, Ketua Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU).
Dari Generasi ke Generasi Tak Boleh Lengah
Dalam sambutan pembuka Ketua BNPT Bapak Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar., M.H menyatakan, terorisme merupakan kejahatan yang anti dengan ideologi Pancasila. Kita akan melihat teroris menghalalkan semua cara untuk mengupayakan kekerasan dalam aksinya.
"Bangsa Indonesia harus memiliki identitas dan memiliki legacy para pendiri bangsa. Kita memiliki permasalahan kondisi lingkungan strategis dimana kita tidak hidup dalam ruang waktu tapi hidup dalam kehidupan internasional. Jatidiri kita sangat tangguh dan kita memiliki nilai yang tinggi dan tidak dimiliki negara lain.
"Pengaruh global membawa kita terpaksa harus berpaling dengan sistem ideologi bangsa kita yang sangat tidak setuju dengan kekerasan dalam mencapai tujua maka dari itu kita harus mengetahui bahwa Pancasila adalah ideologi yang anti dengan kekerasan," tutur Boy.
Menurut Boy, kewajiban dari generasi ke generasi kita tidak boleh lengah dan dipengaruhi sistim global.
"Kita harus yakin dengan jatidiri bangsa kita.oleh karena itu kita melakukan kolaborasi dengan BPIP untuk menjadikan Pancasila sebagai moral publik," tutur Boy.
Pada bagian lain, Boy berpendapat, kita harus kokoh mencegah intoleransi dan terorisme yang sekarang mewabah bagai virus Covid-19.
"BNPT update terhadap kasus kekerasan di negara ini terutama dengan motif deduksi politik.Jangan sampai dunia dikuasai oleh orang yang tidak bertanggung jawab," tutur Boy