Alissa Wahid: 20 Tahun Terakhir, Kekerasan-Intoleransi Meningkat
Mengutip Perkataan KH Abdurrahman Wahid bahwa Keberagaman adalah raison d’etre (alasan keberadaan Indonesia). Kalau tidak ada keberagaman kita, tidak perlu ada Indonesia.
Hal Ini dikemukakan Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid), Kordinator Nasional Jaringan Gusdurian dalam acara Seminar Nasional dengan tema “Membangun Moderasi Beragama dalam Bingkai NKRI Guna Menyongsong Tahun Toleransi 2022” yang diselenggarakan Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan Barat berkerja sama dengan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Senin, 7 Februari 2022 bertempat di Hotel Mercure Pontianak.
Menurutnya, perkataan Gusdur ini bermakna bahwa tidak ada satu tanah, suku, atau ras apapun dapat disebut sebagai Indonesia karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama. Maka dari itu, di tahun 1945 muncul semangat untuk menjadi negara Republik.
Gagasan yang Mempersatukan
"Dengan kata lain Indonesia merupakan sebuah gagasan yang mempersatukan semuanya," tuturnya
Ia juga menyampaikan bahwa kehidupan bernegara itu sangat dinamis dan bukanlah merupakan status quo. Bisa bersatu bisa pula berpecah. Seperti yang terjadi pada negara Jerman yang terdiri atas gabungan negara Jerman Barat dan Jerman Timur serta Uni Soviet yang berpecah ke dalam berbagai negara.
Menurutnya, mengutip pandangan Gus Dur bahwa Pancasila adalah pemersatu bangsa karena Pancasila dapat mempertemukan nasionalisme dan agama. Selama masih menerima Pancasila maka perpecahan bangsa tidak akan terjadi.
Namun beberapa masalah muncul dewasa ini diantaranya. Meningkatnya jumlah insiden kekerasan dan intoleransi dalam 20 tahun terakhir, Meningkatnya jumlah legislasi yang rentan-diskriminasi atas dasar mayoritas-minoritas, Menguatnya praktek intoleransi dalam masyarakat umum berangkat dari sikap eksklusif dan ekstrimisme dalam beragama., menguatnya kelompok pendukung kekerasan (violence-based groups, violent extremism), serta Praktik politik yang berbasis kekuasaan dan kapital:
Secara umum, ada dua arus utama praktik keagamaan yang berkembang yakni praktek beragama yang substantif-inklusif seperti: Trilogi Ukhuwah serta praktek beragama yang eksklusif-legal formalistik seperti Perda Injili/Perda Syariah
Selain itu, Indonesia menurutnya juga menghadapi tantangan yang muncul antara lain Perkembangan Paham Keagamaan, Dinamika Otonomi Daerah, Penegakan Hukum , serta Demokrasi dan Mayoritarianisme
Oleh karenanya salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Agama ialah melakukan penguatan Moderasi Beragama
Menurutnya Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global., Moderasi beragama setidaknya memeiliki beberapa indikator yakni Memiliki Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Penerimaan terhadap Tradisi.
Advertisement