Aliansi Ini Tolak Klaster Pendidikan di RUU Omnibus Law
Aliansi Organisasi Pendidikan di Indonesia menolak RUU Cipta Kerja Klaster Pendidikan dan Kebudayaan. Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Pemerintah Indonesia diminta untuk
mengeluarkan klaster pendidikan dan kebudayaan dari RUU Cipta Kerja. Aliansi juga menuntut kebijakan pendidikan nasional berlandaskan filosofi kebudayaan Indonesia dan menjauhkan dari praktik komersialisasi dan liberalisasi.
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) tersebut sedang dalam pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dan menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas di Tahun 2020.
Ketua Umum PGRI Unifah Rasadi, secara khusus minta kepada DPR RI maupun Pemerintah agar mengeluarkan klaster pendidikan dan kebudayaan dari RUU Cipta Kerja. "Sebaiknya pemerintah dan DPR fokus menangani Covid-19, jangan membuat kegaduhan baru,"kata Unifah, Selasa 22 September 2020.
Sebagai Rancangan Undang-Undang yang dibentuk dengan metode Omnibus Law, RUU Cipta Kerja memuat klaster yang sangat luas dengan 11 klaster pembahasan, total 79 Undang-Undang terdampak, dan terdapat 1.244 Pasal. Dengan demikian, Rancangan Undang-Undang ini akan berdampak sangat sistemik dan masif terhadap berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Koalisi Organisasi Pendidikan yang terdiri dari: Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, LP Ma'arif NU PBNU, NU Circle, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS), Majelis Wali Amanat Universitas Djuanda Bogor, melalui pernyataan ini turut menambahkan sejumlah catatan kritis terhadap RUU Cipta Kerja pada klaster pendidikan.
Aliansi menyebutkan, dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, salah satu prinsip yang tidak dapat ditinggalkan adalah tujuan negara sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945, yang mengamanatkan Negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan negara, dalam Pasal 31 ayat (3) UUD Tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta ahlak mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan visi negara dan rumusan norma konstitusi, sangat jelas memperlihatkan bahwa tugas mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan tidak boleh menempatkan faktor-faktor determinan lain atas pendidikan. Sebagaimana terlihat dalam RUU Cipta Kerja bahwa ekonomi atau bisnis dan dunia usaha menjadi faktor determinan baru dalam pendidikan, dengan memasukkan materi pendidikan dan kebudayaan pada rezim hukum ekonomi.
Aliansi berpandangan jika Pengaturan ketentuan Pendidikan dan Kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja masuk dalam BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, menandakan secara paradigmatik menempatkan pendidikan dan kebudayaan, masuk rezim investasi dan kegiatan berusaha.
Hal tersebut dinilai menggeser politik hukum pendidikan menjadi rezim perizinan, yang sesungguhnya tidak berorientasi laba.
Berbagai pengaturan dalam RUU Cipta Kerja dinilai akan meliberalisasi dan mengkapitalisasi pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi dengan
menghilangkan sejumlah syarat dan standar bagi lembaga pendidikan asing yang akan
menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.