Alfina Rahma Mawaddah, "SarjaNU Inspiratif"
oleh: Sholehuddin
Semula, Saya tidak mengenal Saudari Alfina Rahma Mawaddah sebagai qari'ah berprestasi andalan almamaternya Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (UNUSIDA). Padahal, saya sudah tiga tahun lebih menjadi bagian dari universitas meski berada di Badan Pelaksana Penyelenggara (BPP). Bisa jadi saya yang tidak terlalu ingin tahu tentang dia saat tampil di event yang saya hadiri, atau prestasinya yang kurang publikasi.
Hingga jelang wisuda UNUSIDA beberapa waktu lalu dan chek kesiapan, selaku sekretaris BPP saya dapat laporan dari panitia jika saat prosesi wisuda ada penganugerahan wisudawan berprestasi selain wisudawan terbaik. Dia adalah Alfina Rahma Mawaddah. Karena penasaran saya mencari di channel Youtube. Informasi yang saya terima karyanya sudah banyak beredar.
Maka, ketika saya klik nama Alfina Rahma Mawaddah, muncul salah satu video di channel Youtube yang sebelumnya saya kumpulkan lagu lagu salawat 'kekinian' khas santri seperti Qad Anshaha, Kalamun Qadim dan Man Ana yang saya nikmati sebatas sebagai penggemar salawat dari banyak vokalis dan berbagai channel. Tidak nyadar jika di antara yang saya kompilasi adalah mahasiswi UNUSIDA.
Begitu dinobatkan sebagai Wisudawan Berprestasi, jiwa corsa di Ikatan Sarjana NU muncul. Semula saya ingin memberikan apresiasi saat wisuda, tetapi saya urungkan dengan alasan khawatir 'mengganggu' kekhidmatan. Maka, senyampang Konferensi Cabang ISNU Sidoarjo 16 Oktober, mendadak pikiran itu muncul pada H-1. Setelah diskusi dengan beberapa pengurus, ISNU Sidoarjo menetapkanya sebagai "Sarjana NU Inspiratif" Tahun 2021 pada Konfercab III.
Usia Belia Sarna-NU
Penunjukan Ning Alfina panggilan akrabnya tentu bukan tanpa alasan. Pertama, secara istiqamah dan konsisten ia menorehkan prestasi di dunia qira'ah dari bawah. Sejak duduk di bangku madrasah ibtidaiyah ia menjuarai tingkat kecamatan, sampai ketika jadi mahaswa di kampus kebanggaan NU Sidoarjo itu. Di usia yang masih muda ia sudah menorehkan prestasi nasional. Tahun 2018 misalnya, secara simultan ia berhasil menjadi Juara 1 Olimpiade Quran yang digelar Universitas Negeri Yogyakarta, Jamiyatul Qurra' wal Huffaz tingkat Nasional di Karawang, MTQ Regional Mahasiswa di Univeritas Negeri Jember.
Selanjutnya di tahun 2019 juara 2 MTQ Nasional Mahasiswa di UINSA, 2020 Juara 1 MTQ Virtual piala Gubernur Kalsel cabang Murattal dan Juara 1 MTQ Tingkat Provinsi Jatim pada HUT Bhayangkara di Sampang. Dan, terakhir di tahun 2021 ia kembali membawa harum nama kampus di ajang MTQ Virtual yang digelar Universitas NU Surabaya (UNUSA). Pada Nopember mendatang ia akan mewakili Sidoarjo berkompetisi di ajang MTQ Jawa Timur di Pamekasan.
Kedua, ia tergolong telaten membina anak- anak didiknya di sebuah Taman Pendidikan Al Quran di kampungnya di Desa Kedung Peluk Kec. Candi Kab. Sidoarjo dan madrasah tempat mengabdi sebagai pembina qiraah. Sudah ada beberapa anak didiknya yang telah menjuarai di ajang MTQ sampai tingkat provinsi. Sebuah capaian yang luar biasa pada masanya. Saya pun tidak mampu melakukannya.
Ketiga, pola pembinaan dan karya cover salawatnya yang ia lakukan telah mengikuti jamannya. Jaman Youtube seperti sekarang ia manfaatkan sebagai media pembinaan tilawah dan dakwah salawat. Setidaknya ada 5-6 part belajar tilawah yang diawali dari Irama Bayyati dengan berbagai tingkat dan variasinya. Cover salawat Qad Anshaha sudah tidak terhitung dicopy oleh channel lain dengan berbagai teknik.
Beberapa Titik Kesamaan
Dari jejak digitalnya ternyata saya menemukan beberapa kesamaan dengan sejarah hidup saya. Pertama, kali pertama ia diajarkan qira'ah dari ibunya yang juga qari'ah dan vokalis qashidah. Ibu saya juga seorang qori'ah di kampung. Bahkan sebelum sakit pasca purna dari Guru PAI SD, ibu masih membina qira'ah di kampung. Saya termasuk pernah menerima tempaan beliau ketika masih kecil, kali pertama mengenal qira'ah.
Kedua, pernah mendapat tempaan dari guru yang sama, Alm. Ustd. H. M. Fuad. Alfina merupakan salah satu kader terbaik Ustd. Fuad. Saya pernah belajar kepada beliau selama hampir 7 tahun. Beliau inilah yang menajamkan ilmu irama dalam qiraah yang sebelumnya cuma bisa menirukan dan melagukan, tapi tidak bisa menyebutkan. Saya baru bisa membedakan mana bayyati, Shaba, Hijaz, Rasyt, Sika, Nahawan, hingga Jiharkar dari sang maestro pembina qira'ah itu, meski prestasi saya tidak semoncer Alfina, 'podo tarangane, bedo dadine'.
Dialah yang mengingatkan guru saya yang kali terakhir bertemu beliau pada saat betugas khutbah di Masjid Al Bahri Pasmar Gedangan, beliau menjadi imam. Saya ditakdirkan bertemu setahun sebelum beliau wafat sepulang dari juri MTQ Nasional di Padang beberapa waktu lalu. Padahal sudah beberapa tahun khotib di masjid tersebut saya tidak pernah bertemu beliau. Seolah saat itu saya di'pamiti' beliau Allahu Yarham.
Ketiga, meniti karir dari guru qira'ah dan ekstra qira'ah di sekolah. Saya menjadi pembina qiraah sejak Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga kuliah. Bahkan, hingga kini masih saja ada yang minta saya mengajar qira'ah di sebuah masjid, meski harus menolak secara halus karena saya merasa kurang ilmunya. Tapi sebagai qari' saya tetap bertahan karena pernah dipesan seorang ustdz agar tidak meninggalkan 'profesi' ini. Beberapa event di Majelis Ulama Indonesia Sidoarjo, salah satu tempat khidmah, saya beberapa kali diminta menjadi qori'.
Prestasi Non Akademik, bukan sekadar alternatif
Paradigma lama, orang masih memandang Indeks Prestasi Akademik (IPK) sebagai primadona. Sementara non akademik kurang diperhatikan. Saya pernah mengalami lomba Tartil tanpa dikawal dari sekolah. Padahal saat itu juara 1 se Kota Surabaya dan sekitarnya. Saya bawa trophy besar hampir setinggi badan, naik angkot dua kali lagi. Pengalaman inilah yang tidak boleh terjadi pada diri peserta didik.
Sekarang paradigma itu berubah. Keduanya menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan. Saya pun sudah mengalami prestasi akademik meski mengalami fluktuatif. Terakhir pada pendidikan, S.3. IPK saya (maaf), 3.98, dan tentu dinobatkan sebagai wisudawan terbaik. Maka, sejatinya prestasi akademik maupun non akademik itu bagian dari Sunnatullah, sesuai 'cetakan-Nya, tetapi harus tetap diasah sebagai bentuk kesyukuran.
Alfina menjadi salah satu yang mendapatkan anugerah Sunnah-Nya berupa suara yang luar biasa indahnya. Menjadikannya sebagai modal untuk mendapatkan prestasi non akademik bidang tilawah, artinya tidak lagi menjadi alternatif, tapi sudah menjadi takdirnya, asal mampu mengikhtiarinya. Dengan segudang prestasi, dedikasi, dan budi pekerti yang rendah hati, tidak silau akan prestasi, maka tidak salah jika ia dinobatkan sebagai "Sarjana NU Inspiratif" oleh PC ISNU Sidoarjo. Semoga manfaat dan tetap menjadi inspirasi.
Dr. H. Sholehuddin, M, Pd.I adalah Ketua Terpilih pada Konfercab III Pimpinan Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Sidoarjo 2021.
Advertisement