Alasan I Wayan Koster Tolak Israel Masuk Akal Juga
Meski FIFA tak menyebut kata Israel dalam pernyataan resminya, penolakan Gubernur Bali I Wayan Koster terhadap keberadaan Timas Israel U-20 diyakini sebagai alasan kuat FIFA membatalkan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Partai PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan keputusan orang nomor satu di lingkup Pemerintahan Provinsi Bali itu karena masih trauma bom Legian-Bali.
"Pak Koster masih trauma dengan kejadian bom di Legian, Badung, Bali. Sebagai pemimpin beliau menerima masukan terhadap berbagai potensi eskalasi ancaman-ancaman," ungkap Hasto.
Teror bom yang meluluhlantakkan Legian pada 12 Oktober 2002 silam bukan hanya menjadi potret suram Indonesia di mata dunia internasional, sejarah kelam ini juga masih membekas kuat di ingatan masyarakat Bali, termasuk I Wayan Koster.
Bagi masyarakat Bali, insiden yang menelan 202 korban jiwa dari 22 negara itu meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban, penyintas dan masyarakat Bali pada umumnya. Tak mudah bagi mereka untuk melupakan peristiwa memilukan itu.
Butuh waktu yang tak sebetar bagi masyarakat Bali untuk memulihkan kondisi psikologis mereka usai kejadian tersebut. Meski di sektor pariwisata, Bali hanya membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan untuk recovery.
Dampak guncangan bom Bali I dan II memang dahsyat, terutama bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat di sana. Sebab, selama ini mayoritas warga Pulau Dewata menggantungkan hidupnya dari dunia pariwisata.
Pukulan itu sangat terlihat pada penurunan pemasukan dari sektor wisata sebesar 57 persen. Salah satunya disebabkan adanya travel warning dari sejumlah negara seperti Australia, Amerika dan sejumlah negara di Eropa.
Dampak lain makin buruknya sentimen investor dalam pasar saham. Indeks saham yang tercatat di BEJ anjlok cukup tajam dan berada pada posisi terendah.
Tingkat pengangguran di Bali juga meningkat sebanyak 3,5 persen. Pemasukan upah pekerja menurun 47 persen dan lain sebagainya. Yang pasti itu titik terendah untuk provinsi yang menjadi permata Indonesia.
Untuk keamanan jelas, wisatawan domestik dan mancanegara enggan pergi ke Bali karena khawatir akan keselamatannya. Mereka tak mau berjudi dengan nyawa sanak saudara. Lebih baik tak ke Bali daripada kehilangan nyawa.
Sehingga masuk akal juga bila Koster akhirnya menolak kehadiran Timnas Israel di Bali. Karena meski aparat keamanan di Indonesia siap melakukan tindakan pencegahan dengan memperketat keamanan, tak ada jaminan situasi tetap kondusif bila Timnas Israel bermain di sana.
Meski sebelum FIFA memutuskan Piala Dunia U-20 dibatalkan tidak ada tanda-tanda adanya ancaman kelompok ekstremis, bukan berarti situasi keamanan di Pulau Dewata akan baik-baik saja.
Potensi itulah yang tampaknya menjadi perhatian Koster. Apalagi, sebagai pejabat, Koster tentu menerima banyak masukan, baik yang bersifat umum maupun rahasia terkait ancaman tersebut. Sehingga ia harus membuat keputusan tak populis untuk mencegah Bali kembali bersimbah darah.
Dampak pernyataan Koster memang luar biasa. FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 yang rencananya akan digelar pada 20 Mei-11 Juni 2023 mendatang.
Namun Koster juga tak bisa disalahkan, karena siapa pun akan lebih memilih keselamatan masyarakat dan para pelancong di wilayahnya ketimbang membiarkan kepedihan kembali menyelimuti Bali.
Koster tentu juga tak ingin banyak nyawa kembali melayang, jalanan di Bali bersimbah darah, tangis pecah di mana-mana, bunyi sirine meraung-raung di sepanjang hari karena memberikan tempat kepada Timnas Israel. Karena tak ada sepak bola seharga nyawa!
Advertisement