Al-Hikmah dalam Penjelasan Ulama, Ternyata Ada yang Tak Terduga
Banyak orang bicara soal hikmah dan setiap ada masalah seseorang bertutur: "ambillah hikmahnya". Lalu apa makna sesungguhnya dari Hikmah itu?
KH Husein Muhammad mencoba menjelaskan dari berbagai referensi ulama terdahulu, khusus para Ahli Tafsir Al-Quran yang banyak digunakan sebagai referensi di pesantren di Nusantara:
Ibnu Manzhur, penyusun kamus terkenal: “Lisan al-‘Arab”, mendefinisikan Hikmah sebagai “Ma’rifah Afdhal al-Asy-ya bi Afdhal al-‘Ulum” (mengenali hal-hal paling utama dengan pengetahuan paling utama). Orang kemudian mengidentikkan Hikmah sebagai filsafat atau pengetahuan filosofis.
Dalam bahasa Indonesia ia sering disebut “kebijaksanaan”. Orang yang memiliki kebijaksanaan disebut “al-Hakim” (orang yang bijaksana). Kata ini sering juga diterjemahkan sebagai “filsuf”. Dalam dunia Islam, kata al-Hakim, digunakan untuk menyebut sang sufi.
Ibnu Katsir dan Al-Thabari, Syeikh al-Mufassirin, maha guru para ahli tafsir, menyampaikan pandangan beragam mengenai tafsir atas kata ini. Ia kemudian menyimpulkan bahwa semua pendapat para ulama atas kata ini, meski dengan uraian yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya sama, bahwa kata al-Hikmah adalah al-Ishabah fi al-Umur, pikiran yang tepat”.
Ini sudah tentu diperoleh dari pemahaman (al-fahm), pengetahuan (al-ilm) dan pengalaman (al-ma’rifah) disertai dengan rasa takwa kepada Allah. (Al-Thabari, Jami’al-Bayan fi Takwil Ayi al-Qur’an).
Di tempat lain Al-Qur’an menyebutkan :
.
وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
“Dan Kami berikan kepadanya hikmah (kebijaksanaan) dan keputusan yang tepat”. (Q.S. Shad [38]:20).
Ayat ini turun terkait dengan Nabi Daud. Ia dianugerahi Tuhan “pengetahuan kenabian” dan keadilan dalam memutuskan perkara.
Tafsir al-Jalalain menafsir kata “al-Hikmah” sebagai “al-Nubuwwah wa Kamal al-‘Ilm, wa Itqan al-‘Amal wa al-Ishabah fi al-Umur” (kenabian dan kesempurnaan pengetahuan, disiplin dalam bekerja dan tepat dalam berpikir).
Imam Mujahid, ahli Tafsir sesudah sahabat, mengartikan al-Fahm, wa al-’Aql wa al-Fathanah. Yakni pemahaman, Akal dan kecerdasan intelektual). (Baca: Ibn Katsir).
Akhirnya, Ibn Qayyim al-Jauziyah, ulama terkemuka bermazhab Hambali, murid utama Ibn Taimiyah, memaknai al-hikmah sebagai al-Ilm al-Nafi’ wa al-‘Amal al-shalih, yakni ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan perilaku yang baik (saleh).
Di sinilah tugas kaum muslimin sekarang; mengambil kembali supermasi ilmu pengetahuan yang pernah dimilikinya di manapun dia melihatnya di Timur maupun di Barat, dan bukannya menutup diri atau bahkan menolaknya hanya karena ia berasal dari negeri asing dan the others (liyan, orang lain, orang asing, beragama lain).
08.03.2020
HM
Advertisement