Al Azhar Role Model Muhammadiyah Kembangkan Pendidikan dan Dakwah
Muhammadiyah kembali mendapat kunjungan Grand Syekh Al Azhar Mesir Ahmad Al Thayyeb. Momentum ini dimanfaatkan untuk dialog bersama jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, serta para tokoh agama lainnya di Masjid At-Tanwir, Menteng Raya, Jakarta Pusat.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terimakasih kepada keluarga besar Al Azhar yang telah menjadi role model bagi Muhammadiyah dalam pengembangan pendidikan dan penyebaran Islam.
Agama yang membawa nilai nilai kemajuan dan peradaban, yang membawa inspirasi Islam sebagai dinul hadharah.
“Al Azhar bagi kami dan bahkan bagi umat Islam bangsa Indonesia sudah lekat dalam sejarah perjalanan dunia karena kami yakin dan kami tahu belajar dari sejarah bahwa Al Azhar adalah salah satu dari tonggak peradaban Islam," ujar Haedar, Kamis 11 Juli 2024 malam.
Haedar pun menyampaikan kelekatan Muhammadiyah dan Al Azhar. Kiai Dahlan, pendiri Muhammadiyah, belajar dan menyerap ide ide dari Muhammad Abduh Al Azhar. Ketua Muhammadiyah tahun 1937-1942, Kiai Haji Mas Mansur adalah lulusan Al Azhar.
Selanjutnya, Prof Kahar Muzakir, pahlawan Nasional, juga pendidikan Al Azhar dan menjadi diplomat setelah Indonesia Merdeka. Buya Hamka mendapat gelar dari Al Azhar setingkat doktor Honoris Causa pada 1958.
“Ini menunjukan betapa rekat dan lekatnya Muhammadiyah dengan Al Azhar," sambung Haedar.
Oleh karena itu, kunjungan Grand Syekh Al Azhar memberi muatan positif bagi Muhammadiyah dan Al Azhar untuk terus menyebarluaskan ide-ide wasatiyatul Islam.
“Bagi kami bahwa ayat wa kazalika jaalnakum ummataw wasatal terkait dengan litakunu syuhada'a alan-nasi. Umat yang wasatiyah, yang tengahan itu bukan hanya adil, baik, unggul, tetapi juga maju dan menjadi syahid bagi peradaban manusia di berbagai bidang," jelasnya.
Mewujudkan Palestina Merdeka
Haedar pun memberi penghargaan tinggi atas kiprah Grand Syekh Al Azhar yang telah mempelopori wasatiyatul Islam di tingkat dunia, yang telah bersama Paus Fransiskus terus bergerak untuk menjaga bandul wasatiyah di tengah dunia global yang penuh dengan ekstrimitas.
Lebih lanjut, Haedar berharap agar di tingkat dunia Grand Syekh Al Azhar bersama tokoh-tokoh dunia dan dunia Islam terus mewujudkan Palestina yang merdeka dan tata dunia baru yang damai di Timur Tengah, sebagai bukti bahwa Islam atau dunia Islam adalah sebagai pelopor di garda depan untuk memberi solusi.
“Kalau Palestina belum menemukan solusi yang terbaik, sampai kapan pun akan menumbuhkan benih benih ekstrimitas dalam berbagai dimensi kehidupan,” demikian Haedar mengingatkan.
Titik temu Al Azhar dan Muhammadiyah menurut Haedar yakni terus menyuarakan pesan Islam yang membawa kemajuan. Islam sebagai dinul hadharah, di mana Muhammadiyah terus bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi dan dakwah yang mencerdaskan dakwah yang mencerahkan.
Ketertinggalan ekonomi juga menjadi sorotan dalam dialog tersebut. Menurutnya problem umat Islam Indonesia adalah ketertinggalan di bidang ekonomi yang menyebabkan belum menjadi khoirul ummah.
“Kita belum menjadi umat terbaik," imbuh Haedar.
Ekonomi tertinggal menyebabkan secara politik menjadi marjinal, akibat lebih jauh membawa pada rusaknya tatanan kehidupan di bidang etika dan moral akibat begitu dahsyatnya gelombang perubahan sosial.
Grand Syekh Al Azhar menyampaikan sebuah orasi ilmiah singkat dan padat tentang hubungan Alquran dengan sunnah nabi. Menurutnya organisasi Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang tajdid, menghidupkan sunnah dan memberantas bid’ah.
Grand Syekh Al Azhar menyampaikan bahwa tidak mungkin menerapkan kandungan Al Quran tanpa mengikuti sunnah Nabi Muhammad. Hampir semua rukun Islam itu tidak bisa dioperasionalkan kalau mengandalkan Al Quran semata. Harus juga berdasarkan contoh dari Rasulullah SAW. Tidak mungkin hanya mengandalkan teks Alquran lantas begitu saja dapat menjalankan ajaran al Quran dalam kehidupan nyata.
Ia minta untuk terus mewaspadai apa itu gerakan gerakan inkar sunnah. Ia juga minta untuk mewaspadai apa yang disebut alquraniun, yang mencukupkan diri kepada al Quran saja tanpa berpedoman kepada sunnah Nabi Muhammad SAW.
Grand Syekh Al Azhar berharap kepada organisasi Muhammadiyah untuk terus memberikan pencerahan kepada dunia khususnya umat Islam untuk menegakkan sunnah dengan sebaik-baiknya, bagaimana mewujudkan masyarakat Islam yang rahmatan lil’alamin merujuk kepada al Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Secara terpisah, Abduk Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berterima kasih atas kehormatan mendapat kunjungan Grand Syekh Al Azhar. Pertemuan dilaksanakan secara sederhana dihadiri para tokoh lintas agama, berbagai ormas Islam, jajaran pimpinan perguruan tinggi, majelis dan lembaga tingkat pusat, dan pimpinan Muhammadiyah Boarding School.
Tampak hadir diantaranya, Prof M Quraish Shihab, Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, Ketua Alumni Al Azhar di Indonesia, Sekretaris Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Persatuan Gereja Indonesia (PGI)
Selain banyak tokoh Muhammadiyah yang lulusan Al Azhar. Abdul Mu’ti melihat banyak kesamaan antara Muhammadiyah dan Al Azhar. Muhammadiyah dan Al Azhar berkomitmen untuk membangun Islam yang berkemajuan dengan kemajuan ekonomi dan pendidikan.
Fahmi Salim, Ketua Divisi Tabligh Global Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah bangga dan bersyukur atas kunjungan Grand Syekh Al Azhar
“Sebagai alumni saya bersyukur Grand Syekh Al Azhar disambut secara resmi dengan suasana kekeluargaan dihadiri oleh Pimpinan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, Rektor PTM, juga dihadiri tokoh lintas agama, dan para alumni Al Azhar," ucapnya.
Ia juga gembira Grand Al Azhar menyampaikan secara langsung memberikan 10 beasiswa untuk pelajar-pelajar lulusan pesantren dan sekolah Muhammadiyah.