"Aku Sakit Kau Tak Menjenguk-Ku?" Pesan Kekinian Hadits Qudsi
"Tuhan Sakit?" Itulah pertanyaan yang ada di benak seorang santri cilik. Beginilah kisah masa lalu, disampaikan KH Husein Muhammad tentang sebuah hadits dalam Kitab Arba’in Nawawi, yang terkenal di pesantren-pesantren di Nusantara.
“Kakekku wafat tahun 1969. Dulu ketika beliau masih bersama kami, tiap bulan puasa, mengaji kitab Arba'in Nawawi di mushalla pesantren. Aku ikut mengaji, meski masih SD. Di dalamnya aku menemukan sebuah hadits yang membuat aku terhenyak, terheran-heran, penuh kekaguman,” tuturnya.
Hadits itu ini:
قال: قال رسول الله ﷺ: إن الله يقول يوم القيامة: يا ابن آدم، مرضت فلم تعدني، قال: يا رب، كيف أعودك وأنت رب العالمين؟ قال: أما علمت أن عبدي فلانًا مرض فلم تعده؟ أما عtعن أبي هريرة لمت أنك لو عدته لوجدتني عنده، يا ابن آدم استطعمتك فلم تطعمني، قال: يا رب، كيف أطعمك وأنت رب العالمين؟ قال: أما علمت أنه استطعمك عبدي فلان فلم تطعمه، أما علمت أنك لو أطعمته لوجدت ذلك عندي، يا ابن آدم استسقيتك فلم تسقني، قال: يا رب، كيف أسقيك، وأنت رب العالمين؟ قال: استسقاك عبدي فلان فلم تسقه، أما علمت أنك لو سقيته لوجدت ذلك عندي، رواه مسلم.
Pada hari kiamat Allah berkata:
"Hai anak Adam, Aku sakit, kau tidak menjenguk-Ku. Orang itu berkata: Wahai Tuhan, bagaimana aku menjenguk-Mu, sedangkan Engkau Tuhan alam semesta? Allah menjawab: Apakah kau tidak tahu hamba-Ku si Fulan sedang sakit tapi kau tidak mau menjenguknya. Andai saja kau menjenguknya, kau dapati Aku di sisinya.
Wahai anak Adam, Aku minta makan, tetapi kau tidak mau memberi-Ku makan. Dia berkata: Wahai Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu makan, sedang Engkau Tuhan alam semesta? Allah berfirman: apakah kau tidak tahu hamba-Ku, si Fulan, meminta makan kepadamu, tetapi kau tidak memberinya makan. Ingatlah, sekiranya kau memberinya makan, kau akan menemukan Aku di sana.
Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi kau tak memberi-Ku minum. Dia berkata: Wahai Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu minum, padahal Engkau Tuhan Pemilik alam semesta? Allah berfirman: hamba-Ku, si Fulan, minta minum kepadamu tetapi kau tidak mau memberinya minum. Ketahuilah, sekiranya kau memberinya minum, pasti engkau akan menemui balasannya di sisi-Ku. (H. R. Muslim ).
Seorang santri senior melihat aku kebingungan. Lalu dia bilang: "Untuk bisa memahami hadits itu kamu nanti harus belajar "balaghah", ilmu sastra. Di sana ada tiga ilmu : bayan, ma'ani dan badi'. Aku diam saja.
Demikian catatan Kiai Husein Muhammad, 22.03.2020
Pengertian Hadits Qudsi
Al-Jurjani mengatakan:
Hadits Qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama dibanding Hadits Qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya. (at-Ta’rifat, hlm. 133)
Al-Munawi memberikan pengertian:
Hadits Qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau. (Faidhul Qodir, 4/468).
Demikian pendapat mayoritas ulama mengenai hadis qudsi, yang jika kita simpulkan bahwa hadis qudsi adalah hadis yang maknanyadiriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah, sementara redaksinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan inilah yang membedakan antara Hadits Qudsi dengan Al-Quran. Dalam Al-Quran adalah kalam Allah, yang redaksi berikut maknanya dari Allah ta’ala.
Kemudian, ada ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan Hadits Qudsi. Diantaranya az-Zarqani. Menurut az-Zarqani, hadis qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari Allah. Sementara hadits nabawi (hadits biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar ijtihad Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara redaksi hadis dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Saw).
Az-Zarqani mengatakan, Hadits Qudsi redaksinya diwahyukan dari Allah – menurut pendapat yang masyhur – sedangkan hadis nabawi, makna diwahyukan dari Allah untuk selain kasus ijtihad Rasulullah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Manahil al-Urfan, 1/37)
Berdasarkan keterangan az-Zarqani, baik Al-Quran maupun hadis qudsi, keduanya adalah firman Allah. Yang membedakannya adalah dalam masalah statusnya. Hadis qudsi tidak memiliki keistimewaan khusus sebagaimana Al-Quran. (simak: Manahil al-Urfan, 1/37)
Beda Hadits Qudsi dengan Al-Quran
Terlepas dari perbedaan ulama dalam mendefinisikan hadis qudsi, ada beberapa poin penting yang membedakan antara hadis qudsi dengan Al-Quran, di antaranya,
Al-Quran: turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Jibril sebagai wahyu
Hadits Qudsi: tidak harus melalui Jibril. Artinya, bisa melalui Jibril dan bisa tidak melalui Jibril, misalnya dalam bentuk ilham atau mimpi.
Al-Quran: sifatnya qath’i tsubut (pasti keabsahannya), karena semuanya diriwayatkan kaum muslimin turun-temurun secara mutawatir.Karena itu, tidak ada istilah ayat Al-Quran yang diragukan keabsahannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits Qudsi: tidak ada jaminan keabsahannya. Karena itu, ada Hadits Qudsi yang shahih, ada yang dhaif, dan bahkan ada yang palsu.
Al-Quran: membacanya bernilai pahala setiap huruf. Orang yang membaca satu huruf Al-Quran mendapat 10 pahala.
Hadits Qudsi: semata membaca tidak bernilai pahala. Kecuali jika diniati untuk mempelajari, sehinga bernilai ibadah pada kegiatan mempelajarinya.