Aku Berani ke Dokter Gigi
Tips & Trik
oleh drg. Aulia Rizqi N
Mengajak buah hati untuk berobat pasti merupakan sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan. Bagi sebagian besar orang tua, hal ini merupakan pengalaman yang membutuhkan usaha besar, apalagi jika buah hati masih berusia balita dan anak-anak. Buah hati yang masih dalam usia tersebut akan cenderung membutuhkan rasa nyaman dan aman yang sangat besar, terutama terhadap sebuah prosedur tindakan kedokteran. Walaupun terlihat sangat sulit, kita harus bisa mengatasi hal ini demi kebaikan, kesembuhan, dan kesehatan si buah hati.
“Besok ke dokter gigi ya, Nak.” Kalimat tersebut mungkin akan menjadi mimpi buruk bagi buah hati Anda. Si kecil akan memiliki imajinasi tersendiri jika kata “dokter gigi” disebut, terlebih lagi jika ia sudah memiliki ingatan atau pengalaman yang tidak disukai. Bagi sebagian anak, dokter gigi selalu identik dengan tang dan segala alat tajam yang menyeramkan. Semua itu harus dilihat persis di depan mata saat si kecil duduk di atas kursi perawatan. Belum lagi, cerita dari sesama teman-temannya yang mengatakan bahwa nanti dokter akan mencabut giginya, menyuntiknya dan itu terasa sakit. Wajar sekali jika si kecil menjadi ketakutan dan menolak ajakan Anda.
Sulit bukan berarti alasan untuk menyerah. Apa pun patut diperjuangkan jika itu untuk kebaikan buah hati yang kita cintai. Berkunjung ke dokter gigi idealnya dilakukan enam bulan sekali, tidak perlu menunggu si kecil sakit gigi, bengkak atau muncul masalah lainnya di dalam mulut. Sulit tidaknya si kecil untuk diajak ke dokter gigi sebenarnya sangat tergantung dari cara komunikasi, yang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Ruang komunikasi yang baik harus dibangun oleh orang tua, dokter gigi pelaksana, bahkan oleh lingkungan sekitar seperti saudara dan teman-teman sepermainan. Secara garis besar, metode yang digunakan meliputi menjelaskan/bercerita (tell), memperlihatkan (show) dan mempraktikkan (do).
Berikut beberapa tips dan trik yang bisa dicoba agar buah hati senang ke dokter gigi:
1. Bangun cerita dan deskripsi yang positif tentang dokter gigi dan perawatan gigi. Jangan sekali-kali menggunakan ancaman pergi ke dokter gigi sebagai hukuman pada anak seperti: “Nanti kalau malas gosok gigi, gigimu berlubang dan dibor sama dokter gigi.” Hal tersebut akan membangun rasa ketakutan di alam bawah sadar anak. Anak akan memahami bahwa dokter gigi itu identik dengan sesuatu yang tidak nyaman. Anda bisa menjelaskan edukasi pentingnya menggosok gigi dengan cara yang lebih bijak seperti menceritakan sebuah kisah tentang kuman yang akan merusak gigi jika gigi tersebut kotor. Anda juga bisa membangun pandangan yang positif bahwa dokter gigi adalah seseorang yang akan menolong buah hati Anda jika kuman telah merusak giginya.
2. Persiapkan kunjungan buah hati Anda beberapa hari sebelum jadwal tiba. Sudah menjadi sebuah fitrah jika seorang anak kecil akan lebih membutuhkan rasa aman dan nyaman yang jauh lebih besar, terlebih terhadap sesuatu yang asing baginya. Kunjungan ke dokter gigi, apalagi kunjungan pertama, merupakan pengalaman yang baru dan tentunya sangat mengusik rasa amannya. Berceritalah, deskripsikan secara terbuka dan jujur pada buah hati Anda apa yang akan ditemui serta apa yang akan terjadi di sana. Penjelasan yang semakin detail akan lebih baik, seperti menjelaskan bagaimana nanti sebuah gigi itu akan diperiksa dan ditambal. Walaupun demikian, jangan pernah menjanjikan sesuatu yang tidak bisa diprediksi secara pasti seperti rasa sakit. “Enggak akan sakit, kok, nanti kalau dicabut.” Kalimat seperti itu akan dipahami anak sebagai sebuah janji yang justru akan menurunkan ketahanan mental buah hati Anda dalam mengalahkan rasa takut dan menghadapi sebuah hal yang berada di luar ekspektasinya. Kalimat seperti “Nanti kalau disuntik akan terasa seperti digigit semut, sakit sedikit, tapi enggak apa-apa, Kakak kan anak yang kuat” akan lebih bijaksana untuk digunakan.
3. Persiapkan waktu yang tanpa batas. Pahamilah bahwa kemampuan tiap anak berbeda-beda dalam mengatasi rasa tidak nyaman dan rasa takutnya. Hargai tiap langkah perkembangannya. Tak jarang ditemui seorang anak akan memerlukan waktu beberapa kali kunjungan untuk bisa dirawat atau hanya sekedar mau membuka mulutnya untuk diperiksa. Pada kunjungan pertama, anak akan belajar orientasi ruang praktik dan sosok dokter gigi yang ditemuinya. Inilah saat yang tepat untuk show. Anda sebagai orang tua akan bekerja sama dengan dokter gigi untuk memperkenalkan benda-benda apa saja yang ada di sekitar buah hati Anda. Jelaskan fungsinya hingga sensasi rasa yang mungkin akan muncul. Kemudian biarkan si kecil memegang benda tersebut untuk mengenalinya. Teknik ini tentunya juga harus didampingi dokter gigi untuk memilih alat-alat apa saja yang perlu diperkenalkan. Alat yang paling ideal diperkenalkan adalah kaca mulut. Alat ini yang akan digunakan pertama kali oleh dokter gigi untuk memeriksa gigi dan membuka mulut si kecil. Biarkan buah hati Anda bermain dengan benda tersebut sebelum membuka mulutnya. Hal lain yang lebih sederhana adalah memperkenalkan kursi perawatan gigi, meliputi lampu yang akan menyala di atas buah hati Anda serta sistem hidrolik kursi yang bisa naik turun. Jika buah hati Anda merasa tertarik, ia akan memiliki keberanian untuk duduk sendiri di atas kursi perawatannya.
4. Persiapkan kesabaran yang tanpa batas. Jangan pernah merasa kesal atau marah jika buah hati tiba-tiba berubah pikiran dan menolak perawatan. Selain itu, jangan pernah memaksa buah hati Anda untuk menerima perawatan saat itu juga. Banyak orang tua yang sudah merasa berkorban waktu mengantarkan buah hati berkunjung ke dokter gigi. Di rumah, buah hati Anda bersedia, tidak takut, siap, dan riang untuk berangkat, tetapi secara mendadak ia berubah tidak mau masuk ruang perawatan. Ada pula anak yang sudah berani naik ke atas kursi perawatan, tetapi secara tiba-tiba saja ia sama sekali tidak mau membuka mulutnya. Jangan pernah merasa jengkel, apalagi sampai memarahinya. Kendalikan emosi Anda dan pahamilah bahwa buah hati Anda membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengalahkan rasa takut dan tidak nyamannya. Berbicara dari hati ke hati bisa Anda coba terapkan jika menghadapi situasi semacam ini. Anda bisa mengajaknya keluar ruangan praktik, mengajaknya makan atau bermain terlebih dahulu. Kemudian, bertanyalah secara ramah apa yang membuat buah hati Anda menolak, apa yang ia takutkan atau apa yang tidak disukai. Jika buah hati Anda tantrum di ruang praktik, akan lebih baik jika mengajaknya pulang terlebih dahulu. Berikan pelukan dan rasa sayang dari Anda tanpa menghakiminya. Hal inilah yang akan membantunya mengendalikan emosi takutnya. Jika buah hati Anda sudah terkendali, itulah waktu yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati.
5. Pilihlah dokter gigi yang tepat. Proses komunikasi yang dibangun juga harus melibatkan dokter gigi yang menangani buah hati Anda. Jika memungkinkan, pilihlah dokter gigi yang sudah Anda kenal baik dan sudah tidak terasa asing bagi buah hati Anda. Sebuah keistimewaan jika Anda memiliki seorang saudara atau teman dokter gigi yang mengenal buah hati Anda. Buah hati yang sudah mengenal sosok dokter gigi tersebut akan sangat terbantu dalam mengendalikan rasa tidak nyamannya. Anda tidak perlu lagi menyebut: “Besok kita ke dokter gigi, ya.” Anda akan bisa menggunakan ajakan: “Besok kita main ke rumah Tante A, ya.” Jika Anda tidak memiliki seorang dokter gigi yang dikenal, survei dan pilihlah dokter gigi yang komunikatif dan ramah. Anda juga bisa memberikan kesempatan pada buah hati untuk memilih sendiri dokter gigi atau tempat perawatan gigi favoritnya. Pastikan buah hati Anda mengenal dokter gigi dan asisten dalam ruangan sebelum perawatan gigi dimulai. Pemilihan dokter gigi ini juga harus memperhatikan kebutuhan buah hati Anda. Jika buah hati Anda merupakan anak berkebutuhan khusus seperti autis, memiliki riwayat epilepsi atau memiliki disabilitas lainnya, pilihlah dokter gigi khusus yang memiliki kompetensi dalam bidang tersebut. Jika Anda tidak memiliki informasi apa pun mengenai hal ini, konsultasilah dan mintalah rekomendasi dari dokter gigi terdekat.
6. Pilihlah jadwal berkunjung yang tepat. Hal ini berhubungan dengan mood si kecil. Jangan pilih waktu saat ia merasa sangat lelah, seperti pulang sekolah atau sepulang les. Perhatikan pula jadwal praktik dokter gigi Anda. Jika memungkinkan, buatlah reservasi atau penjadwalan dengan petugas pendaftaran agar buah hati Anda tidak menunggu terlalu lama di ruang tunggu karena banyaknya antrean pasien.
7. Berikan hadiah atas segala capaian yang telah diraih buah hati Anda. Tidak mudah bagi seorang anak untuk belajar beradaptasi, mengendalikan emosi takut dan tidak nyaman terhadap sebuah prosedur medis. Hadiah tidak harus berupa materi atau benda fisik. Sebuah pujian atau apresiasi yang membuatnya merasa sangat berprestasi dan hebat merupakan hadiah yang justru sangat ia butuhkan. Anda bisa mengatakan: “Wah, Kakak hebat sekali berani duduk sendiri di atas kursi gigi! Teman-teman Kakak belum tentu sehebat Kakak.” Anda juga bisa memberikan hadiah sederhana yang bisa berfungsi sebagai simbol seperti pin yang bertuliskan “aku anak hebat dan berani.” Hadiah dan apresisasi semacam ini akan memacu buah hati Anda untuk terus berupaya mempertahankan keberaniannya di saat memerlukan kunjungan perawatan berulang atau berkunjung tiap enam bulan sekali.
Semoga tips dan trik ini bermanfaat bagi Anda. Perkenalkan perawatan gigi sedini mungkin pada buah hati Anda untuk membiasakannya pada hal yang baik dan benar. Melakukan pencegahan akan jauh lebih berharga daripada mengobati. Jangan lupa untuk senantiasa mendampingi dan mengajarinya agar terbiasa menggosok gigi dua kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.