Aktivis Tolak PSE Kominfo, Pakar Paparkan Potensi Ancamannya
Sejumlah organisasi menolak aturan Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat. Pakar keamanan siber menjelaskan potensi ancaman yang mungkin muncul dari aturan tersebut.
Ancaman PSE Kominfo
Pakar keamanan siber dari CISSReC, Pratama Persadha menyebut, aturan itu memungkinkan pemerintah bisa melihat informasi isi pesan Whatsapp meski aplikasi diklaim punya fitur enkripsi.
Pemerintah bisa meminta melihat informasi yang dibutuhkan untuk keperluan penyelidikan, meskipun data tersebut dienkripsi.
Sebab, secara teknis, aplikasi pesan singkat Whatsapp atau platform pesan elektronik seperti Google Mail memang bisa memantau isi pesan, dan kepada siapa saja pesan tersebut dikirimkan.
PSE Kominfo tersebut, menurutnya memiliki sejumlah pasal yang bisa membuat pemerintah untuk mengintip isi pesan.
Apabila mengacu ke pasal 9, 14 dan 36 di Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, dinilai Pratama bisa menghilangkan privasi masyarakat.
"Ada masukan sebagai jalan tengah, permintaan membuka informasi untuk keperluan penyelidikan tersebut harus lewat pengadilan," katanya dikutip dari cnnindonesia.com, Rabu 27 Juli 2022.
Lewat mekanisme itu, permintaan membuka informasi di Whatsapp atau Gmail baru bisa dilakukan apabila ada sebuah perkara hukum. Hal ini disebut Pratama lumrah dilakukan di beberapa negara.
Ia menilai, permintaan meminta atau mengakses media sosial milik masyarakat itu harus mendapatkan perhatian oleh Kemenkominfo, agar tidak kontra-produktif di masyarakat.
Adanya frase 'mengganggu ketertiban umum' yang tidak jelas batasan, di dalam PSE itu, dikhawatirkan memudahkan upaya pemerintah mengakses percakapan tersebut.
Ajukan Judical Review
Sehingga, ia mendorong ada ada diskusi elemen masyarakat dengan Kemenkominfo ihwal batasan akses ke platform tersebut.
Bagi elemen masyarakat yang merasa keberatan dengan aturan Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat itu sebaiknya mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Ia juga menyarankan Kemenkominfo untuk mengubah sendiri aturan tersebut bersama masyarakat, sehingga Permenkominfo itu bisa berjalan lebih efektif.
"Jangan sampai ini mendapatkan perhatian asing menilai ini sebagai upaya mematikan demokratisasi di ruang digital," katanya.
Aktivis Tolak PSE
Sebelumnya, koalisi advokasi Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, melakukan aksi protes atas aturan tersebut di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat 22 Juli 2022.
Isi tuntutan demonstran di antaranya mencabut Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 dan amandemen Permenkominfo nomor 10 tahun 2020 yang dinilai bisa membatasi ekspresi di ruang digital.
Salah satu anggota koalisi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, menekankan jika PSE juga berpotensi mengancam kebebasan pers serta kebebasan berekspresi.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito menyebut jika PSE Kominfo juga menyasar situs berita dan mengkhawatirkan adanya sensor dari pemerintah melalui sejumlah pasal karet di dalam PSE itu, jika mendaftar sebagai PSE. "Penundukan ini artinya memberikan pintu bagi Kominfo dan institusi pemerintah lainnya untuk mengintervensi dan menyensor,” kata Sasmito dalam keterangan tertulis sebelumnya.
Advertisement